Chapter 28 (End)

686 11 0
                                    

Mentari mengetuk pintu kamar tamu yang ditempati Mahesa, ada yang ingin di bicarakannya pada kakaknya itu. Ia ingin tahu mengenai kabar Kak Andin, bagaimanapun juga mereka tumbuh bersama sebagai saudara. Mahesa mengatakan kalau Andin berada di tempat rehabilitasi dan jika Mentari mau mengunjunginya sebaiknya Mentari menunggu sampai kondisi Andin pulih, apa lagi setelah insiden penculikan itu baik Mahesa, Genta dan keluarganya menjadi over protektif pada Mentari.

Mahesa memberikan kotak beludru hitam berukuran sedang pada Mentari, barang yang ia ambil semalam dari apartemennya setelah mengantarkan Hanung.

"Apa ini?"

Mahesa meminta Mentari untuk membuka kotak itu, "Aku sudah menyiapkannya cukup lama, bukalah!"

Mentari terkejut mendapati isi di dalamnya.

"Ini dulunya perhiasan milik mama," jelas Mahesa, "dan sekarang, ini jadi milikmu"

Mentari menunduk, ia tak tahu harus mengucapkan apa selain terima kasih, "aku bahkan tidak tahu seperti apa wajah-," mentari memberi jeda pada ucapannya, menimbang sebutan apa yang harus ia berikan pada perempuan yang telah melahirkannya, "Ma. . .mama"

Mahesa tersenyum bahagia saat kata mama keluar dari mulut Mentari , meskipun semuanya tak berakhir sesuai dengan harapannya, Mahesa memeluk Mentari dengan sayang, Ia sangat bersyukur, setidaknya ia tak hanya bisa dekat dengan adiknya tapi juga bisa bersama dengan Mentari, senyuman Mahesa hilang ketika mendapati sosok Genta berdiri di depan pintu. Genta adalah satu-satunya penghalang kebersamaannya dengan Mentari!.

"Karena kebetulan dia ada di sana, sekalian saja minta izin padanya," Mentari menoleh ke belakang melihat ada Genta di sana.

Mentari melepas pelukan Mahesa, "Sejak kapan kamu disini?" Ia buru-buru menghampiri Genta.

"Hanya meraba mengikuti dinding," bohong Genta.

"Kamar tamu ada di lantai bawah, sedangkan kamarmu ada di lantai atas," Mentari takut jika Genta terpeleset saat menuruni tangga, "itu berbahaya, lain kali panggil aku jika mau pergi ke suatu tempat."

Genta merutuki dirinya sendiri. Hampir saja ia ketahuan, lihat saja sekarang, Mahesa menatapnya seperti seekor elang. Ini Menyebalkan!

"Iya, maafkan aku, aku baik-baik saja jadi jangan khawatir."

Mentari masih bergelayutan di lengan Genta, "ah!, Setelah sarapan nanti aku dan kak Mahesa mau pergi ke tempat pemakaman orang tua kami, boleh?"

Ada sebuah benang yang tersambung. Apakah pergi yang Mentari dan Mahesa maksud waktu itu adalah ke pemakaman orang tua mereka, bukan ke Sidney?

Ini buruk!.

Genta mengangguk, "apa kamu keberatan jika aku juga ikut?"

"Tentu saja tidak, itu malah bagus," raut wajah Mahesa berbanding terbalik dengan Mentari, "kakak tidak keberatan, kan?"

Mahesa menggeleng.

Mbak Laras datang memberitahukan kalau ada teman Genta dan Mentari yang bertamu. Rupanya itu Sofie, dia datang dengan membawa buah-buahan, Mentari mengira kalau tujuan Sofie datang adalah untuk menjenguk Genta. Namun rupanya ia salah, Sofie justru malah mengajak Mentari untuk berbicara.

"Aku bisa mengerti jika kamu tidak mau memaafkan aku," jujur Sofie, ia tahu sikapnya sudah keterlaluan, "aku tidak tahu kalau Diana ternyata seorang psikopat gila, jika saja aku bisa menjaga mulutku saat itu mungkin dia tidak akan tahu mengenai pernikahanmu dengan Genta."

Mentari tak menyalahkan Sofie, toh sekalipun Sofie pagi itu tidak melabraknya, cepat atau lambat Diana pasti akan tahu karena foto pernikahan Mentari yang di upload di jurnal kampus.

Backstreet Marriage [REVISI]Where stories live. Discover now