Bab 9

3 2 0
                                    

“Saya baru tahu Mas Azka masih SMA.”

Lulu dan Azka duduk saling berhadapan di salah satu kursi di dekat jendela. Pemandangan ini lebih mengejutkan di mata para karyawan yang sudah lama mengenal Azka, termasuk Julian dan Ridwan. Mereka tidak menyangka akan ada seorang perempuan datang ke kafe dan menanyakan soal Azka dengan alasan ingin berterima kasih kepada Azka sudah menolongnya.

Bukan masalah dia yang tiba-tiba menanyakan Azka, melainkan Azka itu sendiri menolong seseorang, terlebih yang ditolong adalah perempuan!

Mereka bertanya-tanya apa hubungan di antara mereka berdua.

Melalui sudut matanya, Azka dapat melihat Ridwan tampak menyunggingkan senyum lebar dengan wajah menyebalkan. Jelas sekali dia sedang meledek. Memejamkan mata sebentar, ia kembali fokus pada Lulu. “Mba kenapa ke sini?”

“Oh.” Lulu meletakkan ice latte miliknya. “Saya mau berterima kasih buat yang kemarin. Entah bagaimana nasib jemuran saya diguyur hujan seharian kalau saya milih neduh nunggu hujan reda.”

“Kemarin saya gak merepotkan Mas, kan?”

Azka memiringkan kepala sedikit. “Tidak sama sekali.”

Mengembuskan napas lega, bahu Lulu sedikit lebih nyaman. Ia memasang senyum tipis. “Saya barusan ngobrol sama owner, kaget banget loh ternyata Mas masih SMA. Udah berapa lama kerja di sini?”

“Hampir setahun.”

Lulu mengangguk paham. “Kenapa kerja di sini? Diizinin orang tua?” tanyanya seraya mendekatkan posisi duduk lebih maju agar lebih dekat dengan Azka. Melihat perubahan kecil tersebut membuat Azka mengangkat kedua alis.

“Bantu Ayah. Gak tega kalau cuman Ayah yang kerja.”

Menatap lawan bicaranya dalam diam, Lulu mengagumi sifat Azka yang tidak ingin merepotkan ayahnya sehingga memilih untuk ikut membantu finansial dengan bekerja. Kepeduliannya untuk ayahnya cukup tinggi. Lulu jadi teringat dirinya di masa lalu juga sering membantu menyiapkan bahan-bahan makanan untuk ibunya berjualan di hari libur sekolah.

Menyunggingkan senyum, Lulu kembali melontarkan pertanyaan. “Bagus, ya. Terus sekolah gimana? Bisa bagi waktu, kan?”

Lulu khawatir jika pekerjaan Azka di sini akan menghambat proses belajarnya di sekolah. Takut jika nilai Azka mungkin di bawah rata-rata karena tidak punya waktu yang cukup untuk mengulas materi kembali. Jika ini memang terjadi, seharusnya tidak apa-apa Lulu mencoba menasihatinya sedikit.

Namun, kekhawatiran Lulu sepertinya bukan menjadi masalah.

“Bisa. Biasanya menjelang ujian, saya minta izin owner buat dikurangin jam kerjanya biar saya lebih fokus belajar dulu.”

“Selain pas ujian bisa belajar sebentar setiap harinya?”

Azka mengangguk singkat. Jawaban itu cukup membuat Lulu menghela napas lega. Syukurlah jika Azka bisa membagi waktu antara sekolah dan pekerjaan.

Di sisi lain, Azka melihat dua manusia berdiri tak jauh dari posisi duduknya dengan Lulu. Mereka tampak antusias dengan senyum lebar terpatri di wajah mereka begitu melihat Azka kini berbicara dengan seorang wanita.

Ridwan tertawa geli. “Jul, akhirnya Azka ngobrol sama cewek.”

Julian menggeleng pelan. Dia masih belum bisa menerima kenyataan saat ini. Padahal baru kemarin mereka bilang Azka tidak pernah dekat dengan siapa pun, terlebih dengan lawan jenis. Sekarang, dengan mata kepala sendiri mereka melihat Azka berbicara dengan seorang wanita.

“Tapi si ceweknya kayak lebih tua gak sih, Wan?”

“Iya, sih. Kayak gak seumuran sama Azka.”

Usai pembicaraan, Lulu tidak langsung pergi dari kafe. Ia memilih bersantai sejenak menikmati ice latte ditemani alunan musik yang menggema di seluruh ruangan. Pilihan musiknya juga sangat mendukung; musik yang lembut dan menenangkan. Namun, Lulu tidak hanya bersantai bersama kopi dan musik. Sesekali ia menatap salah satu karyawan tengah bekerja.

[END] Saat Kau di DekatkuHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin