Bab 26

2 1 0
                                    

Azka duduk di teras rumahnya, menatap langit mendung tengah mengguyur seisi kota. Meski dari raut wajah tampak baik-baik saja, begitu banyak hal mengusik pikiran Azka. jika dilihat secara saksama, tampak tatapan kosong terpancar di matanya.

Benaknya kembali membawanya pada ingatan beberapa hari lalu.

“Azka, kamu duluan saja ke kafe. Pasti panas make itu.”

Ucapan rekan kerja Azka yang ikut bekerja di taman bersamanya membuatnya menaikkan kedua alis memastikan telinganya tidak salah dengar. Bagi Azka yang biasanya akan tinggal dan ikut membantu membereskan barang-barang untuk dibawa kembali ke kafe, tentu saja hal tersebut membingungkannya.

Azka bersikeras ingin membantu, tetapi rekan-rekannya sudah lebih dulu menolak dan mendorong Azka agar pergi lebih awal. Mereka tahu, karyawan termuda mereka akan menjalani ujian. Agar Azka bisa mendapatkan hasil ujian yang maksimal, tentu saja dibutuhkan waktu belajar yang banyak dan berkualitas. Maka dari itu, mereka memerhatikan Azka dan memintanya agar cepat pulang dan beristirahat.

Mendapati dirinya terus menerus ditendang pergi, Azka tidak memiliki pilihan selain meninggalkan mereka dan berjalan menuju kafe dengan keadaan masih memakai kostum badut.

Azka memilih memakai bagian kepala kostum bermaksud untuk menutupi dirinya dan terhindar dari seseorang yang mungkin mengenalnya. Akan gawat jika ada teman sekolahnya melihat dan mengenalnya.

Selama perjalanan, banyak anak menyapa dan menepuk badannya sembari tertawa geli. Azka menyambut mereka dengan pelukan hangat. Sesekali ia menerima permintaan dari orang tua untuk berfoto dengan anak mereka. Cukup menyita banyak waktu sampai akhirnya Azka tiba di kafe.

Baru saja ia akan mengambil jalan pintas menuju bagian belakang kafe, mata Azka secara tidak sengaja menangkap sosok tidak asing. Bukan hanya satu, melainkan dua orang. Laki-laki dan perempuan. Azka tidak bisa melihat siapa perempuan karena posisi membelakangi dirinya, tetapi dia mengetahui laki-laki di hadapan perempuan tersebut.

Ivan. Kalau begitu yang bersamanya adalah Lulu?

Jarak posisi yang begitu jauh membuat Azka tidak dapat mendengar pembicaraan mereka. Awalnya dia ingin acuh tak acuh karena mereka pasti membicarakan sesuatu perihal pekerjaan atau sesuatu yang di luar jangkauannya. Namun, begitu melihat tindakan Ivan selanjutnya, Azka tidak bisa menahan keterkejutannya.

Dua insan yang menjadi objek penglihatannya kini berpelukan. Tidak, lebih tepatnya Ivan yang memeluk Lulu, sedangkan tangan Lulu sama sekali tidak terlihat membalas pelukannya.

Azka bergeming di tempat menyaksikan pemandangan tidak biasa tersebut.

Dalam kostum badut, terlihat kedua tangan Azka mengepal kuat hingga memutih. Mulutnya sedikit terbuka dan bergetar kecil, begitu pula matanya. Dia merasakan sesuatu bergejolak di dalam hatinya, tetapi dia tidak tahu apa itu.

Apa itu? Kenapa dia memeluk Lulu?

Berbagai pertanyaan menyerang kepala Azka.

Tidak mampu melihat lebih lama, Azka memalingkan wajah lalu berjalan cepat menuju bagian belakang kafe yang terhubung dengan ruangan khusus karyawan.

Ingatan buruk yang menghantui pikiran Azka membuatnya hampir kehilangan fokus selama masa pembelajaran. Ujian akhir akan dilaksanakan bulan depan. Jika seperti ini terus bisa-bisa nilainya akan menurun.

Namun, seberapa keras Azka mencoba menendang jauh, pikiran itu akan tetap datang, seolah memaksa untuk tinggal sampai Azka melakukan sesuatu tentang hal tersebut.

[END] Saat Kau di DekatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang