Bab 14

5 2 0
                                    

Kali ini, Lulu mencoba datang lagi ke taman dengan maksud menemui seseorang yang pernah menolongnya. Si badut Cuffi yang enggan memberitahu wajah atau namanya ketika Lulu memintanya. Sebenarnya dia sudah meminta bantuan Julian untuk mencarikannya siapa orang tersebut, tetapi tidak membuahkan hasil. Hari itu yang bekerja sebagai badut ada banyak. Belum lagi Lulu tidak memiliki banyak petunjuk yang dapat memudahkannya menemukan orang itu.

“Kenapa ya cari orang udah kayak cari buronan aja?” Lulu mengembuskan napas panjang. Mendaratkan biritnya di atas kursi, sayup-sayup ia mendengar suara anak-anak berteriak kegirangan. Begitu mengangkat kepala, ia menyaksikan pemandangan sekumpulan anak tengah bermain dengan badut berbentuk gelas kopi.

Lulu mengetahuinya dengan amat baik. Itu adalah maskot kafe O'Time, Cuffi. Namun, kali ini bukan badannya yang menjadi fokus Lulu. Melainkan sosok dibaliknya. Karena bagian kepalanya terbuka, Lulu bisa melihat jelas siapa yang tengah bermain dengan anak-anak.

Pemuda yang pernah menolongnya di waktu hujan dulu. Pemuda yang membuat Lulu terkagum oleh sifat mandiri dan pekerja keras di usianya yang masih menduduki bangku SMA. Siapa lagi jika bukan Azka.

Memang benar, Azka memiliki perawakan tampan. Lulu bisa membayangkan bagaimana gadis-gadis di sekolahnya berebut perhatiannya. Mengingat itu membuat Lulu teringat akan kenangannya saat masih memakai seragam putih abu-abu. Kalau tidak salah dulu di sekolahnya juga ada laki-laki yang diidamkan seluruh kaum hawa di sekolah.

Lulu mendengus geli. Gimana ya kabarnya sekarang? Udah enggak ketemu lagi sejak mereka lulus.

Kembali mendarat permukaan, Lulu kembali menatap Azka yang sedang bermain dengan anak-anak. Terpancar tatapan lembut dari mata Azka membuat Lulu terdiam untuk beberapa waktu. Bahkan ada yang lebih mengejutkan lagi. Pemuda itu tersenyum tulus menghadapi keaktifan anak-anak di sekitarnya. Baru kali ini Lulu melihat sisi Azka yang hangat. Biasanya dia berwajah datar dan tampak dingin.

Tanpa sadar pandangan Lulu terpaku pada pemuda yang memakai kostum badut Cuffi. Entah mengapa semakin dia melihat Azka, semakin tinggi suhu tubuh dan jantungnya berpacu cepat layaknya balapan kuda.

Tersadar akan tingkahnya, buru-buru Lulu menggeleng kuat seraya menepuk kedua pipinya. Sekilas terlihat wajahnya yang tercelup cat merah.

Heh! Aku kenapa? Bisa-bisanya terpesona liat anak SMA. Memejamkan mata, Lulu berusaha menepis jauh-jauh bayangan Azka dari benaknya. Tidak seharusnya dia terpesona dengan seseorang yang lebih muda darinya.

Namun, tidak peduli seberapa besar Lulu mencoba melupakannya, pikirannya penuh oleh Azka yang tersenyum manis. Perlahan Lulu membungkukkan badan, menatap jalan berbatu yang tertutup lumut di beberapa bagian. Senyum Azka pantang pergi dari benak Lulu. Wanita itu termenung sejenak sebelum mengembuskan napas panjang.

Andai Azka juga bisa senyum kayak gitu ke aku.

Mereka memang baru bertemu beberapa hari lalu. Pertemuan pertama mereka sedikit tidak mengenakkan karena saat itu Azka membantu mengantarnya pulang dengan alasan jemuran sudah basah kuyup terguyur hujan. Andai pertemuan pertama mereka bisa sedikit lebih baik.

Meski tidak baik, itu meninggalkan kesan tersendiri. Bahkan sampai saat ini Lulu masih mengingat jelas bagaimana Azka benar-benar menjaganya dari hujan sampai harus merelakan bahunya basah karena tidak terkena bagian payung.

Tindakan kecil, tetapi sangat berarti bagi Lulu. Entah mengapa ketika mengingat itu membuatnya tersenyum geli. Pasti akan menyenangkan jika bisa mengulang momen itu lagi.

Sebenarnya masih ada satu pertanyaan lagi yang mengganjal di hati Lulu. Mengapa saat itu Azka membantunya? Itu adalah pertemuan pertama dan mereka sama sekali tidak mengenal satu sama lain. Lantas apa yang mendorongnya melakukan hal tersebut? Bukankah sedikit aneh jika dia membantu hanya karena mendengar masalah Lulu?

[END] Saat Kau di DekatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang