Part 07- Otw ketemu camer

86 20 0
                                    

Vote dan komen biar author semangat update. Jangan lupa follow author dan masukan cerita ini ke perpustakaan agar dapat notifikasi kalau ceritanya update!
.
.

Hari ini, lebih tepatnya nanti malam adalah pertemuan antara Amelia dan orangtua Genta. Meskipun pada dasarnya pernikahan ini tanpa cinta, hanya untuk tujuan masing-masing. Dan Amel sendiri tidak mengharapkan pernikahan ini. Tapi tetap saja Amel tegang saat akan menemui keluarga Genta. Apalagi latar belakang keluarga Genta yang tidak main-main. Orangtua Genta adalah pemilik perusahaan di mana Amelia bekerja. Mahendra Mahardika, namanya tidak asing karena beliau adalah salah satu keluarga terpandang di Negara ini.

Sepulang kerja Genta menemui Amelia dan membawanya ke apartemen. Dia sudah menyiapkan gaun dan tukang rias untuk menyulap Amelia sebelum bertemu dengan orangtuanya.

"Pak, saya grogi."

"Santai saja, jangan sampai kita ketahuan pura-pura pacaran."

"Bagaimana saya bisa santai, saya mau ketemu Pak Mahendra Mahardika loh. Siapa sih yang gak tahu beliau, mana mungkin saya gak grogi, Pak. Salah-salah saya bisa dipecat!" ujar Amel cemas.

"Papa sama-sama manusia yang makan nasi, dia gak akan gigit kamu. Lagi pula papa saya nantinya juga akan jadi papa mertua kamu. Jadi jangan setakut itu dong, santai aja." Genta menenangkan Amel.

"Papa mertua? Iya kalau jadi, kalau keluarga Bapak menolak?" ujar Amel.

"Saya 'kan sudah bilang, saya akan tetap menikahimu, dengan atau tanpa restu keluarga saya. Jadi sudah bisa saya pastikan, papa dan mama saya akan menjadi mertua kamu."

"Mertua sementara," lirih Amel.

"Pokoknya kamu harus melakukan apa yang sudah kita bahas sebelumnya. Kamu harus ber-akting seolah mencintai saya."

"Iya, Pak, saya akan berusaha. Meskipun saya bukan artis."

"Kamu pikir saya bapak kamu. Mana ada orang pacaran manggilnya bapak."

"Terus apa dong?"

"Saya 'kan sudah memberikan kamu pilihan. Kamu pilih, mau panggil Sayang, Baby, Honey, Lovely, atau My love?" ujar Genta yang dia sendiri sebenarnya merasa geli.

"Geli, ah, Pak. Memangnya Bapak gak merasa geli sama panggilan-panggilan itu?" ujar Amelia.

"Geli," jawab Genta.

"Kalau saya panggil dengan sebutan Mas Genta, bagaimana?" tanya Amel.

"Bagus juga." Genta setuju dengan panggilan dari Amelia.

"Pak, bisa tolong siapkan kotak obat sama baju ganti gak di mobil Bapak. Buat jaga-jaga aja kalau nanti saya ditampar, atau disiram air oleh orangtua Bapak."

Mendengar penuturan Amel membuat Genta menaikan sebelah alisnya. Dia ingin sekali melihat apa yang tersembunyi di kepala kecil Amel. Kenapa otaknya parnoan sekali, padahal menurut Genta orangtuanya tidak mungkin melakukan hal itu.

"Kamu kebanyakan nonton sinetron, mana mungkin orangtua saya seperti itu."

"Gak cuma disinetron kali, Pak. Didrama korea dan beberapa film luar negeri juga ada kok adegan begitu." Amel mencibir, membuat Genta langsung menyentil kening gadis itu. Hal itu membuat Amel mengaduh lalu memegangi keningnya.

"Pak, apaan sih, belum nikah aja udah KDRT. Awas aja kalau nanti jadi nikah terus KDRT, saya tuntut loh ke pengadilan!" omel Amel.

"Nanti kalau kita jadi menikah, saya akan melarang kamu menonton drama dan sinetron." Genta balik mengancam Amel.

"Jangan gitu dong, Pak. Hargai privasi saya dong, itu salah satu hiburan buat saya." Amel memelas.

"Makanya, perbaiki akting kamu. Hilangkan kebiasaan kamu memanggil saya dengan 'bapak' kalau di luar. Bisa gawat kalau kamu keceplosan memanggil saya dengan sebutan itu." Genta mengomel.

"Iya, Pak, eh, Mas Genta."

"Ulangi sebanyak mungkin, panggil saya dengan nama panggilan yang kita tetapkan. Agar kamu tidak lupa-lupa lagi!" titah Genta.

"Baik, Mas Genta."

Amelia menarik napas, kemudian memanggil nama Genta berulang kali seperti anak kecil yang disuruh ibunya pergi ke warung, tapi karena takut lupa dan tidak membawa catatan. Maka sepanjang jalan menyebutkan nama belanjaan yang akan dibeli.

"Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Genta, Mas Gen..... "

"Udah, cukup. Sakit telinga saya mendengar suara cempreng kamu!" omel Genta.

"Mas Genta sendiri yang nyuruh, tapi Mas Genta sendiri yang marah. Maunya apa sih, Mas?" protes Amel.

"Pusing saya, kamu banyak protes dan banyak membantah. Sepertinya saya harus rutin cek kesehatan karena akan hidup serumah dengan kamu nantinya."

"Dih, segitunya amat sih, Mas!" protes Amel.

"Udahlah, kamu sudah siap 'kan? Ayo berangkat ke rumah orangtua saya."

"Siap, Mas!" ujar Amel yang kini wajahnya kembali tegang. Genta yang melihat hal tersebut langsung menepuk jidat sambil menghela napas.

"Mel, kita mau berangkat ke rumah orangtua saya, bukan mau berangkat ke medan perang. Wajah kamu dikondisikan dong, jangan sampai orangtua saya salah mengira kamu pelamar kerja yang mau pergi wawancara. Tapi kayanya pelamar kerja yang mau wawancara juga tidak segitunya." Genta kembali mengomeli Amel.

"Sama aja kaya mau perang tahu, Mas. Kamu gak akan paham perasaan aku. Oh iya, nanti kalau seandainya orangtua Mas Genta gak setuju, dan ternyata mereka diam-diam menemui saya, lalu memberikan amplop berisi uang sambil bilang, 'ini uang seratus juta, tinggalkan anak saya.' Maka saat itu saya akan mengambil amplopnya dan meninggalkan Mas Genta. Tapi Mas Genta gak boleh ambil amplop yang orangtua Mas kasih buat saya." Amel kembali membuat Genta menepuk jidatnya.

"Lagi-lagi kamu melantur, kalau hal itu terjadi, saya tentu saja akan mengambil uang itu dari kamu. Enak aja kamu main membatalkan kontrak dan mengambil uang dari orangtuaku."

"Kalau mas ambil uangnya, saya laporin sama orangtua Mas tentang rencana Mas Genta!" ujar Amel mengancam.

"Kamu mengancam saya?!" murka Genta.

"Bercandyaaa... bercandyaaa....." ujar Amel yang malah meledek Genta. Kini Genta mencubit pipi Amel saking gemas dan geregetannya.

"Aw, sakit, Mas. Lagi-lagi kamu KDRT, lepasin dong, make up saya jadi berantakan tahu!" protes Amel, membuat Genta menghela napas.

"Kamu ngeselin!" omel Genta.

"Menghibur diri sendiri, Mas. Biar saya gak tegang."

"Mel, nanti kalau di depan orangtua saya. Kamu ganti panggilannya jadi aku-kamu. Saya juga akan melakukannya, agar terlihat lebih mesra dan meyakinkan."

"Oke, siap, Mas Genta!"

"Yuk berangkat, gak usah aneh-aneh lagi kamu saat dalam perjalanan nanti, apalagi saat bertemu orangtua saya." Genta mewanti-wanti Amel.

"Iya, Mas Genta. Aku bakal kalem kok, anggun dan slay."

"Bagus kalau begitu."

Akhirnya Genta membawa Amel ke rumahnya, sepanjang jalan Amel hanya diam. Dia sudah mempersiapkan diri dan mental sebelumnya. Apapun yang akan terjadi nanti, Amel siap sedia, anggap saja kerja keras demi uang untuk pengobatan bibinya. Amel meyakinkan dirinya sendiri, tidak mudah mendapatkan uang, apalagi uang segitu banyak. Pasti perlu pengorbanan, dan anggap saja salah satunya ini.

Amel sudah bisa membayangkan penolakan dan hinaan dari keluarga Genta padanya. Tapi Amel meyakinkan dirinya sendiri untuk jangan baperan atas apa yang akan terjadi nanti.

Married Contract With CEO (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang