Part 14- Gak mau pisah kamar

136 22 3
                                    

Vote dan komen biar author semangat update. Masukan ke perpustakaan agar dapat notifikasi kalau cerita ini update.

Genta benar-benar membawa Amel untuk tinggal di rumahnya, rumah dua lantai yang bergaya modern dan memiliki halaman cukup luas. Genta mempekerjakan beberapa asisten rumah tangga, tukang kebun, sopir, dan satpam.

"Kamar kamu di sebelah kamar saya," ujar Genta saat mereka telah sampai di lantai dua. Terlihat ada dua kamar bersebelahan.

"Gak mau," tolak Amel seketika.

"Kamu tidak berhak protes, Amel!" ujar Genta.

"Mas, kita suami istri, bisa-bisanya pisah kamar."

"Mel, kamu lupa? Kita hanya suami istri kontrak," ujar Genta mengingatkan.

"Aku gak lupa kok, tapi aku gak mau menjadi seperti pelacur. Yang hanya kamu datangi ketika kamu butuh, lalu pergi setelah kamu selesai. Aku gak minta muluk-muluk kok, aku hanya mau kita tetap sekamar seperti suami istri pada umumnya. Toh tujuan Mas Genta juga ingin cepat punya anak 'kan?" ujar Amel.

"Tapi gak harus satu kamar juga kali, Mel."

"Harus, Mas, pokoknya aku gak mau tahu." Amel tetap pada pendiriannya yang ingin satu kamar dengan Genta. Amel tidak mau Genta mendatanginya hanya karena butuh lalu setelahnya ditinggalkan. Setidaknya Amel ingin seperti suami istri pada umumnya, meskipun pernikahan mereka hanya kontrak.

"Kamu benar-benar keras kepala dan seenaknya!" Genta hanya bisa mengomel sambil menghela napas, tapi ujung-ujungnya dia menuruti permintaan Amel yang ingin tinggal satu kamar.

Setelah selesai meletakan baju-bajunya di lemari, Amel gantian mandi dengan Genta. Karena hari sudah malam, Amel berganti pakaian tidur, dia ingat diberikan pakaian tidur oleh mertuanya.

"I-ini terlalu sexy gak sih? Mama mertua gak salah nih kasih baju ini sama aku? Duh, gak biasa pakai ginian." Amel tersipu malu sendiri saat membuka baju tidur yang diberikan oleh mama mertuanya.

Sebuah baju tidur seperti dress yang mini dan menggoda. Tapi Amel tetap memakainya, dia hanya ingin menghargai pemberian dari mama mertuanya.

"Apa-apaan kamu?!" pekik Genta mengagetkan Amel yang baru ke luar dari kamar mandi.

"Apaan sih, Mas. Ngagetin aja!" omel Amel.

"Ngapain kamu pakai baju begitu?" protes Genta dengan nada tak suka.

"Baju? Oh, baju ini dikasih sama mama buat aku, walau sebenarnya aku gak biasa pakai baju tidur yang kaya gini, tapi karena ini hadiah dari mama jadi harus aku hargai dong!" jawab Amel santai.

"Ganti, besok saya belikan baju tidur yang lain!"

"Lah, kenapa? Gak mau ah, aku mau pakai ini. Ini 'kan hadiah dari mama mertua." Amel menolak membuat Genta memijat kepalanya, dia tidak menyangka menikahi gadis keras kepala dan pembangkang seperti Amel.

"Kamu pasti sengaja pakai baju sexy gitu buat godain saya. Gak usah menggoda, saya gak tertarik untuk menyentuh kamu!" ujar Genta.

"Katanya kamu pengin cepat punya anak. Dan anak itu gak akan pernah hadir kalau gak dibuat." Amel menanggapi ucapan Genta dengan santai.

Genta langsung terdiam, tidak mampu menjawab perkataan Amel. Karena yang Amel ucapkan tidak salah, Genta sendiri yang ingin punya anak, tapi Genta juga yang ogah-ogahan menyentuh Amel.

"Mas, jadi kapan mau buat?" tanya Amel tanpa malu, dia sengaja mengerjai Genta, karena Amel tahu Genta ketar-ketir.

"Berisik, udah malam, tidur sana!" ujar Genta sinis, membuat Amel tertawa.

Pada akhirnya malam hari ini seperti malam-malam sebelumnya, mereka hanya tidur tanpa melakukan apapun.

***

Paginya Amel bangun pagi seperti biasa, dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Genta di sampingnya. Karena dua hari sebelumnya dia sudah tidur dengan Genta di hotel.

"Ah, gue lupa kalau sekarang gue pengangguran." Amel menepuk jidatnya.

Amel menoleh, terlihat Genta masih tidur dengan lelapnya. Amel ingin memastikan tentang usulan Genta yang ingin memodalinya untuk berbisnis.

"Mas, bangun dong." Amel mengguncang tubuh Genta untuk membangunkan pria itu.

Genta mengeliat, matanya masih tertutup, tapi karena diguncang terus oleh Amel, perlahan Genta mulai terbangun.

"Jam berapa?" tanya Genta dengan suara serak, matanya sayu berkedip-kedip.

"Jam empat," ujar Amel sambil melihat jam di ponselnya.

"Kamu gila, Mel. Kamu bangunin saya pagi buta buat apa?!" omel Genta.

"Mas Genta, sekarang saya udah jadi pengangguran sesuai peritahmu. Terus gimana dengan janji Mas Genta yang katanya mau membangunkan usaha buat saya?" tagih Amel.

"Jadi kamu membangunkan saya pagi buta begini hanya untuk membahas hal tersebut?" tanya Genta jengkel.

"Iya, memangnya kenapa?" tanya Amel dengan wajah tanpa rasa bersalahnya itu.

"Memangnya gak bisa nunggu nanti?" ujar Genta masih jengkel.

"Aku butuh kepastian sekarang, Mas Genta!" pekik Amel membuat Genta mengusap wajahnya kasar.

"Kamu mau bisnis apa memangnya? Tinggal chat saja butuh modal berapa, nanti saya transfer!" ujar Genta.

"Proposalnya gimana? Pembagian hasilnya?"

"Halah, gak usah bikin begituan segala, saya gak butuh-butuh banget bagi hasil darimu."

"Oke deh, Mas, makasih ya!"

"Saya mau tidur lagi, nanti bangunkan kalau sudah jam setengah enam."

Genta kembali tidur, sedangkan Amel memilih untuk memasak bekal buat Genta, meskipun sebenarnya di sana ada asisten rumah tangga yang khusus untuk memasak. Tapi Amel ingin melakukannya, setidaknya selama dia masih menjadi istri Genta, Amel akan melakukan tugasnya. Genta sudah memberikan sangat banyak untuk Amel, setidaknya dia harus mengabdi pada Genta.

Amel memang suka memasak, apalagi kalau banyak bahan makanan, pasti dia senang. Karena biasanya Amel memasak seadanya, maklum saja kondisi ekonominya sulit.

"Bahan makanannya banyak banget, lengkap gini. Mana kualitas terbaik, harganya mahal." Amel riang sendiri di dapur. Tukang masak belum datang, biasanya nanti jam setengah enam atau jam enam.

Amel membuat beberapa menu makanan, belum lagi dia membuatkan bekal yang menarik untuk Genta. Amel juga menyiapkan air untuk mandi Genta, tidak lupa baju kerja Genta, baru kemudian Amel membangunkan suaminya itu.

"Mas, udah pagi, bangun." Amel mengguncangkan tubuh Genta, seketika Genta langsung terbangun. Dia merenggangkan badannya lalu berdiri mengambil handuk.

"Mas, gimana kalau kamu gak usah lagi mempekerjakan juru masak. Aku aja yang masak, jadi kamu cukup sewa tukang bersih-bersih, tukang kebun, sama satpam." Sebelum Genta masuk kamar mandi, Amel langsung mengutaraka niatnya.

"Uang saya cukup kok buat bayar tukang masak. Kalau kurang nanti saya tinggal minta sama papa, jadi kamu gak usah khawatir."

"Bukan gitu maksudku, soalnya aku suka sekali memasak, jadi biar aku aja yang masak. Aku juga rencananya mau buka bisnis toko kue kecil-kecilan aja sih, nanti siapa tahu kalau berhasil, aku buka bisnis lain yaitu warung makan."

"Memangnya kamu gak lelah?" tanya Genta.

"Enggak dong, masak doang lagian. Aku malah senang, karena aku senang masak. Apalagi lihat kulkas Mas Genta isinya lengkap banget, jadi makin semangat. Aku hari ini udah siapkan sarapan dan bekal makan siang buat Mas Genta."

"Hmm, ya sudah, nanti saya bicarakan dengan juru masak biar mulai besok gak perlu datang lagi."

"Makasih, Mas Genta!" ujar Amel senang.

"Hmm." Genta dengan santai masuk ke kamar mandi.

Married Contract With CEO (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang