Bab 19 : The Unspoken Expectations

0 0 0
                                    


Keisha dan Dominic beristirahat di kamar mereka, terbungkus dalam hening seribu bahasa. Cahaya rembulan yang temaram menyelinap melalui celah-celah jendela, menari-nari di dinding kamar, memantulkan bayangan yang bergerak lembut. Suasana kamar itu hangat dan nyaman, seolah-olah waktu berhenti sejenak, memberikan ruang bagi mereka berdua.

Dominic duduk di tepi ranjang, matanya menatap Keisha dengan penuh kasih. Dia menggenggam tangan Keisha, merasakan denyut nadi yang lembut di bawah kulitnya. Dia merasa begitu beruntung bisa bersama Keisha, bisa merasakan kehadirannya yang nyata di sampingnya.

Keisha, yang tengkurap di ranjang, menatap Dominic dengan tatapan yang lembut. Rambutnya yang panjang terurai di bantal, membingkai wajahnya yang cantik. Dia merasa begitu aman dan nyaman di samping Dominic, seolah-olah tidak ada yang bisa mengganggu kedamaian mereka.

Mereka berdua berbicara dengan suara yang lembut, berbagi cerita dan tawa, menikmati kebersamaan mereka. Mereka merasa begitu dekat, begitu mesra, seolah-olah tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Mereka berdua tahu bahwa mereka saling mencintai, dan itu adalah hal yang paling penting bagi mereka.

Dominic, duduk di tepi ranjang, menatap Keisha dengan penuh kasih. “Keisha,” katanya, suaranya lembut namun penuh emosi. “Aku beruntung bisa bersamamu. Kamu wanita yang ku cintai sekaligus orang penting di Engrasia.”

Keisha, yang tengkurap di ranjang menatap Dominic dan tersenyum sambil memikirkan sesuatu. “Aku juga, Dominic. Tetapi, aku memikirkan bagaimana kita akan bebas dari ikatan para orang-orang yang ingin berkuasa termasuk, Gilbert.”

Dominic merasakan hal yang sama. “Yang penting kita yakin kita bisa menang melawan musuh yang ingin menjauhkan kita berdua.”

Keisha berpikir sejenak, matanya menatap jauh ke luar jendela. “Aku suka bagaimana kita bisa saling memahami dan melindungi juga saling mendukung. Aku ingin kita semua bisa tertawa bersama, berbagi cerita, dan menikmati perdamaian ini selamanya.”

Dominic mengangguk, merasa sama. “Aku juga merasakan hal yang sama, Keisha. Aku berharap itu akan terjadi.”

Keisha tersenyum, “Semoga itu akan segera terjadi.”

Mereka berdua berusaha untuk tersenyum walaupun masih banyak bahaya yang akan datang. Mereka tahu bahwa selama mereka bersama, dunia mereka akan tetap bisa dilindungi dari musuh.

Kebersamaan Keisha dan Dominic terganggu oleh suara ketukan lembut di pintu. Dominic beranjak dari ranjang dan membuka pintu, menemukan seorang pelayan berdiri di ambang pintu.

"Pangeran Dominic, Putri Keisha," kata pelayanan itu, suaranya penuh hormat.
"Ibu Keisha dan delegasi dari Menara Sihir telah tiba. Mereka ingin menyampaikan selamat atas pernikahan kalian."

Dominic dan Keisha saling pandang, terkejut. Mereka tahu bahwa kedatangan ini sudah terlambat, tetapi mereka juga merasa bahagia karena ibu Keisha mengunjungi istana.

Dominic menatap pelayan itu, "Beritahu mereka kami akan segera menemui mereka."

Pelayan itu mengangguk dan pergi, meninggalkan Dominic dan Keisha dalam keheningan. Pangeran Dominic merasa gugup, karena memikirkan cara untuk menyenangkan mertuanya yang datang ke istana.

"Dominic," kata Keisha, suaranya lembut. "Tidak perlu gugup."

Pangeran Dominic menatap Keisha yang sudah menjadi putri tersebut, matanya penuh dengan kasih. "Terima kasih, aku akan berusaha untuk tidak gugup."

Keisha tersenyum, merasa lega. "Ya, begitu saja. Selama kita bersama, kamu tidak akan gugup."

Dengan itu, mereka berdua berdiri dan berjalan keluar dari kamar, siap untuk menyambut ibu Keisha dan orang-orang dari Menara Sihir. Mereka tahu bahwa orang-orang itu merupakan bangsawan penting, jadi mereka harus benar-benar siap melayani mereka termasuk ibu Keisha.

Keisha dan Dominic berjalan bersama, menyusuri koridor istana yang penuh dengan lukisan indah dan hiasan mewah. Cahaya lilin yang temaram memantulkan bayangan mereka di dinding, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman.

Mereka tiba di aula, tempat ibu Keisha dan delegasi dari Menara Sihir sudah menunggu. Keisha merasa Dominic gugup saat ia melihat suaminya itu. Pangeran Dominic yang merasa gugup, tetapi juga merasa lega bahwa ibu Keisha akhirnya bisa mengunjungi istana setelah terdengar kabar bahwa ibu Keisha sakit-sakitan.

Keisha dan Dominic berjalan mendekati ibu Keisha, yang tampak cantik dan anggun dalam gaunnya yang indah. Ibu Keisha menatap mereka, matanya penuh dengan kasih dan kebanggaan.

Keisha merasa air matanya menetes saat dia memeluk ibunya. "Ibu," bisik Keisha, suaranya penuh dengan emosi.

Ibu Keisha membalas pelukan putrinya, "Keisha, ibu merindukanmu."

Dominic, yang berdiri di samping Keisha, menunduk hormat kepada ibu Keisha. "Ibu," kata Dominic, suaranya penuh dengan rasa hormat.

Ibu Keisha menatap Dominic, matanya penuh dengan kasih. "Pangeran Dominic, ibu senang bertemu denganmu."

Sementara itu, Raja Abhiseva dan Ratu Shourina menghampiri mereka, wajah mereka penuh dengan senyum. Keharmosan antar keluarga besan ini terlihat begitu indah.

Setelah ucapan selamat dan pelukan hangat, Ratu Shourina mengalihkan pembicaraan ke topik yang lebih serius. "Keisha, Dominic," katanya, suaranya lembut namun tegas. "Kami perlu membahas tentang penerus kerajaan."

Keisha dan Dominic saling pandang, tampak malu-malu. Mereka baru saja menikah, dan ide tentang memiliki anak tampaknya masih jauh di pikiran mereka.

Ratu Shourina menatap mereka, matanya penuh dengan harapan. "Kami berharap kalian bisa segera memberikan keturunan. Raja Abhiseva sudah mulai sakit-sakitan, dan kami perlu memastikan bahwa kerajaan ini akan berada di tangan yang baik."

Keisha merasa jantungnya berdebar-debar. Dia tahu bahwa tugas ini penting, tetapi dia juga merasa takut. Dia masih merasa baru dalam pernikahan ini, dan ide tentang menjadi ibu tampaknya masih jauh di pikiran.

Namun, sebelum dia bisa merespons, ibu Keisha, yang tampak lemah dan sedang sakit, berbicara. "Keisha," katanya, suaranya lembut. "Aku menyarankan agar kamu berdoa kepada leluhur. Mereka akan membantumu dalam memberikan keturunan."

Keisha merasa terkejut, tetapi dia juga merasa lega. Dia tahu bahwa ibunya selalu memberikan nasihat yang baik, dan dia merasa beruntung memiliki dukungan ibunya.

"Baiklah, Ibu," kata Keisha, suaranya penuh dengan rasa hormat. "Aku akan berdoa kepada leluhur."

Dengan itu, mereka semua berdiri dan berjalan keluar dari aula, meninggalkan Keisha dan Dominic sendirian. Mereka berdua merasa gugup, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka harus siap untuk tantangan yang akan datang. Mereka harus siap untuk menjadi orang tua, untuk menjadi penguasa kerajaan, dan untuk menghadapi apa pun yang datang.

Sementara Keisha dan Dominic berbicara di satu sudut ruangan, Ibu Keisha dan Ratu Shourina terlibat dalam percakapan serius di sudut lain. Ibu Keisha, meskipun lemah dan sakit, tampak tegas dalam keinginannya.

"Ratu Shourina," kata Ibu Keisha, suaranya lembut namun penuh dengan kekuatan. "Aku berharap Keisha juga akan memberikan keturunan untuk Menara Sihirku."

Ratu Shourina tampak terkejut, namun dia cepat mengumpulkan pikirannya. "Tapi Ibu Keisha," balasnya, suaranya penuh dengan rasa hormat. "Kita juga membutuhkan keturunan untuk Kerajaan Engrasia."

Mereka tampak hampir berdebat, suasana menjadi tegang. Namun, sebelum suasana semakin memanas, Raja Abhiseva, yang tampak lelah namun masih berwibawa, mengangkat tangan dan berbicara.

"Kita akan membahas ini nanti," kata Raja Abhiseva, suaranya tegas dan tenang. "Sekarang bukan waktunya untuk berdebat. Kita harus merayakan pernikahan Keisha dan Dominic."

Ibu Keisha dan Ratu Shourina tampak ingin protes, tetapi mereka tahu bahwa Raja Abhiseva benar. Mereka mengangguk dan berjanji untuk membahas masalah ini nanti, ketika suasana lebih tenang dan mereka bisa berbicara dengan kepala yang lebih jernih.

Gilbert memperhatikan mereka dari istana Kerajaan Amania bersama Raja Ernest. Ia kesal karena keluarga kerajaan mengharapkan Keisha untuk mempunyai anak dari Dominic.

Bersambung

The Secret Of LiontinsWhere stories live. Discover now