11

1K 42 4
                                    

"Ahras, gawat!" Bisik Santi ketika Ahras sedang memakai bajunya. Ahras selalu berpatroli sepanjang malam karena ia harus memastikan daerahnya aman untuk mereka tinggal. Itulah kenapa? Hutan tempat pak Syarif yang dikatakan ibu penjual gorengan terkenal keangkerannya.

"Ada apa?" Ungkap Ahras.

"Kamu masih ingat Mantir dan Harati, suami istri adik dari Mantikei?" Ucap Santi dengan serius.

"Ya, dia sama sepertimu, tetapi mereka berdua berhasil menemukan badan yang cocok untuk mereka berdua." Unggah Ahras. "Apa kamu ingin badan kakek nenek yang tua seperti mereka!"

"Bukan itu, mereka sepertinya mengincar Anjanie. Aku menangkap burung gagak yang diPAKUnya tadi. Namun,,," Ucap Santi menjelaskan namun Ahras memotong.

"Bagus kalau begitu, bagaimana kalau kita biarkan mereka menghabisi Anjanie. Sehingga tugasku telah usai." Ungkap Ahras.

"Haa,,, kamu mau membunuhnya." Kejut Santi.

"Ya, permintaan Melanie." Jawab Ahras singkat.

"Te—tetapi." Santi melirik Sinta yang mengirimkan telepati kepadanya, namun Santi tidak menceritakannya. "Aku yakin itu jelmaan Rangga, namun ketika kuterkam. Itu hanya seekor burung gagak biasa. Sangat tak mungkin Pakujiwo menghilang begitu saja."

"Hmn, Mungkin itu burung gagak biasa." Ahras menjawab lesu karena tak ada Melanie. Ia mencoba menghubungi Melanie namun tak kunjung terhubung.

"Tapi kenapa ia terbang ke arah Anjanie!" Ungkap Santi.

"Hmn,,, kalau begitu, aku akan berjaga di depan malam ini." Ahras keluar dari rumah belakang. "Aku mau melihat Anjanie dulu. Apa dia sudah makan?"

Ahras melangkah menuju kamar Anjanie. Ia menemukan pintu kamar Anjanie tak tertutup sepenuhnya. Ahras membuka sedikit dan menemukan Anjanie sudah tertidur lelap. Tetapi bukan tidurnya yang Ahras lihat. Anjanie hanya mengenakan tanktop dan hotpants legging untuk menutup tubuhnya. Bongkahan pantatnya tercetak jelas di celana ketat itu, walau sebenarnya Anjanie mengenakan selimut, tapi selimut itu tersingkap. Belum lagi, mata Ahras melihat belahan dada Anjanie yang menggoda. Ahras pikir, inilah saatnya mumpung tak ada Melanie. Lagi pula ia sudah puasa selama beberapa hari.

Perlahan, Ahras membuka pintunya. Ia mengendap memasuki kamar Anjanie. Nafasnya mengalir pelan ketika melihat punggung Anjanie. Ingin sekali ia memeluknya dan membawanya terbang. Sama seperti yang pernah dilakukannya dengan Melanie dulu. Tangan Ahras mengulur dan ingin menyentuh tubuh Anjanie. Pikirannya memberontak dan segala jenis keanehan terjadi. Ketika ia didekat Anjanie. Nafsu birahinya menurun, seakan ia dituntut untuk selalu menjaga Anjanie. Ahras malah menarik selimut Anjanie dan membenahi posisinya. lalu ia melangkah mengendap lagi, agar Anjanie tetap terlelap.

"Mnnnnn," Anjanie mengigau. Ahras menghentikan langkahnya sesaat dan melirik Anjanie yang tidur terlelap. Lalu Ahras keluar dan menutup pintu rapat-rapat.

Setelah pintu itu tertutup. Mata Anjanie terbuka. Ia menoleh kearah pintu. Dan melihat Ahras sudah pergi entah kemana. Sebenarnya, Anjanie mengetahui Ahras mengendap memasuki kamarnya. Entah apa yang dilakukan Anjanie, sepertinya ia mencoba menggoda Ahras. Namun Ahras masih santun dengannya. Anjanie juga keheranan, kenapa masih ada cowok seperti itu di dunia. Biasanya, cowok akan bernafsu ketika melihat seorang wanita tertidur dengan pakaian seperti ini. Bahkan Anjanie juga berpura-pura tidur ketika menginap dj pinggir jalan. "Hmnnn,,, Mungkin ia sudah punya pacar." Ujar Anjanie seraya mengistirahatkan matanya.

Rembulan menghilangkan dibalik kepulan awan. Rintikan hujan mulai santer terdengar. Wajah hingga tubuh Ahras basah kuyup ketika ia berdiri tepat di atap rumah. Mata tajamnya memandang sekeliling seakan ada sesuatu yang mengintai. Instingnya cemas karena ia tak pernah berjaga seketat ini. Padahal, didalam rumah hanya ada Anjanie yang seharusnya sudah dihabisknya. Namun Ahras tak dapat mendekatinya dalam wujud apapun. Entah kebetulan atau tidak, Anjanie seperti memilik energi gaib yang tak dimiliki oleh siapapun. Bahkan Ahras berani masuk rumah, walau terdapat baju-baju suami korbannya yang di gantung di jendela dan pintu. Semua mitos dan kepercayaan itu terkadang ada benarnya, terkadang juga ada salahnya.

Ahras ingin bangkit dan berlari ke tengah hutan untuk berpatroli. Namun ia ragu, seakan jika ia pergi ke hutan sekarang, akan terjadi sesuatu dirumah ini. Sehingga Ahras mempertahankan posisinya.

Mentari pagi menyingsing dari kejauhan. Wajah Anjanie dibangunkan oleh sinar yang berkilau melewati sela-sela jendela kamarnya. Wajah Anjanie bergerak dan ia mulai membuka matanya. Tubuhnya menggeliat meregangkan tubuh sintalnya yang belum terjamah oleh siapapun. Anjanie memang aneh, ia sebenarnya memiliki tubuh sempurna dan proporsional. Namun ia selalu berpakaian seadanya. Sehingga penampilannya seperti seorang cewek tomboi.

Setelah mandi, ia melihat sepotong roti bakar dan telur mata sapi di atas meja. Tak lupa segelas susu untuknya sarapan. "Eh, ini siapa yang buat? Kok tahu banget kesukaanku." Gumam Anjanie. Setiap pagi, Anjanie selalu sarapan roti bakar, telur mata sapi dan segelas susu. Semua dimasaknya sendiri, namun kini dimasakin. Setelah menyantap sarapannya, Anjanie keluar rumah dan mendengar suara dari arah bengkel. Ternyata Ahras sedang mengerjakan sesuatu. Tubuh Ahras berada di kolong truk yang entah sedang membetulkan apa. Lalu kakinya terlihat luar dengan celana pendek yang biasa digunakan untuk olahraga. Namun bukan celana itu yang dipikirkan oleh Anjanie. Melanie sebuah tonjolan yang membuatnya sedikit melamun membayangkan batang kejantanan itu mengoyak liang senggamanya. Sudah pasti ia akan mengerang kesakitan karena batang kejantanan milik Ahras terlalu besar untuknya. Anjanie menghela nafas panjang untuk menghilangkan semuanya. Lalu ia mendekat dan berbicara dengan Anjanie. "Mas lagi benerin apa?" Sapa Anjanie sembari menyandarkan tubuhnya di dinding truk. Matanya tak berhenti menatap batang kejantanan Ahras yang masih terbungkus celana. Anjanie mengira, Ahras sedang mengantongi kunci bengkel. Namun kantong celana jeans itu terlalu kecil untuk ukuran kunci Inggris.

Ahras merangkak keluar dari bawah kolong mobil dan menampakan tubuhnya kekar berotot. Anjanie mengalihkan pandangannya, tubuhnya bergidik melihat Ahras yang sedang telanjang dada. Dalam artian tertentu, Ahras cukup menarik perhatian setiap wanita yang memandangnya, namun di lain sisi Anjanie tak mau bersusah payah menjalin hubungan dengan orang yang tinggal jauh di pedalaman.

"Oh, ini sudah selesei kok!" Ucapan Ahras membangunkan lamunan Anjanie.

"Mas tadi yang buat sarapan?" Ungkap Anjanie berterima kasih.

"Oh, iya tadi. Mbak masih tidur." Ucap Ahras mengiyakan.

"Wah, makasih banget. Mas kok tahu aku suka roti bakar dan telur mata sapi." Ungkap Anjanie. Sebenarnya ia juga ingin berterima kasih juga karena sudah membenahi selimutnya tadi malam. Tetapi, Ahras pasti malu karena memasuki kamar Anjanie tanpa ijin. Janie tak ingin memperumit suasana.

"Oh, itu. Mnnn,,, didapur hanya ada bahan itu untuk di masak. Jadi ya...?" Ahras beringsut dan mencuci tangannya di air keruh bekas rendaman mesin.

"Eh, mas. Truknya sudah dipakai belum. Bisa antar aku berkeliling?" Pinta Anjanie menyela pembicaraan Ahras.

"Oh, kalau mau berkeliling kita naik motor aja mbak!" Ucap Ahras menunjuk sepeda motor trail yang gagah terparkir di samping truk.

Saklawase II : Orang-orang yang hidup selamanyaWhere stories live. Discover now