14

1K 36 1
                                    

Ahras melihat sebuah mobil tengah terparkir di halaman rumahnya. Mobil hitam yang diketahui ada mobil Melanie. Sesegera mungkin ia memarkir motornya dan merangsek masuk ke dalam rumah.

"Sayang!" Teriak Ahras memanggil Melanie. Namun tak ada yang menjawab. Sehingga Ahras mencoba ke kamar. Namun, Melanie juga tak ada. Ia ke belakang dan mendengar suara guyuran air pertanda Melanie sedang mandi.

"Sayang,"

duk! duk! duk! ketuk Ahras pelan.

"Ya, tunggu." Ucap Melanie yang baru saja menyeleseikan mandinya. Ia keluar dengan berselimut handuk. Ia menatap Ahras dengan mata serius, namun sepertinya Melanie tak menghiraukan mata itu. Sudah lama ia tak bertemu kekasihnya. Sehingga Melanie langsung mengalungkan tangannya ke leher Ahras.

"Aku kangen!" Ungkap Melanie sembari memeluk tubuh Ahras.

"Itu, Anjanie berhasil menguak identitasmu, untung saja foto itu buram. Namun jika kalian bertemu, ia akan dengan cepat mengenalimu." Ungkap Ahras panik. Dalam pikirannya, ia harus membawa Melanie sejauh mungkin agar tak ketahuan oleh Anjanie.

"Mnnn,,, sayaaang. Nanti aja bahas Anjanie-nya?" Melanie menempelkan buah dadanya yang hanya dibungkus selembar handuk ke tubuh Ahras. Darahnya berdesir karena kerinduan yang ditahannya.

"Dia juga berhasil mengungkap identitasmu. Entah darimana ia mendapatkan salinan kartu identitas itu. Namamu juga lengkap tertulis disana." Ujar Ahras yang kebingungan.

Melanie menciumi leher Ahras yang kusam. Bibirnya berbisik, "bukannya kamu yang bilang, terserah kita mau pindah kemana. Asal kita tetap berdua."

Perkataan itu seakan mengingatkan Ahras akan ucapannya kemarin. Ia yakin, bahwa semua itu bisa dilewati bahkan ada yang lebih sulit daripada ini. Ahras kini menanggapi rayuan Melanie. Tubuhnya memeluk dan mencium pipi Melanie.

Lalu dalam sesaat mereka berpandangan. Tak butuh waktu lama ketika bibir mereka menyatu menguapkan segala rindu. Melanie melompat ke tubuh Ahras yang kekar. Tak butuh kekuatan berlebih bagi Ahras untuk menopang tubuh Melanie. Kedua tangan Ahras meremas bongkahan pantat Melanie dan jemarinya terselip di belahannya. Hal itu membuat Melanie kegelian.

Melanie menarik ikatan handuknya dan tubuhnya yang lembab tersingkap. Ahras mengangkat Melanie ke meja makan dan mengangkangkan kedua kakinya. Lidahnya meniti setiap kulit halus Melanie yang mulai mendesah lirih. Matanya terkadang menutup meniupkan segala kegelisahan yang membuatnya geli. Terlebih Ahras mulai memainkan lidahnya di puting susunya. "Ahhh,,, sayaaang!" Desis Melanie karena Ahras mulai mengisap puting susunya, sangat kencang sehingga menghasilkan suara decapan ketika Ahras memainkannya. Lalu jalur jilatannya berubah ke perut dan berakhir di selangkangannya. Melanie membuka pahanya lebar-lebar. Bulu-bulu halusnya tercukur habis karena ia sudah mempersiapkan pergulatan ini sebelumnya. Pinggulnya bergetar dan mengejang ketika lidah Ahras menyapu liang senggama itu. Dalam keadaan tertekan, Melanie merebahkan tubuhnya dan mulai mendesah tak tertahankan.

Lalu, Ahras mulai menanggalkan seluruh pakaiannya. Tubuh Ahras yang kekar yang selama ini dirindukan Melanie. Batang kejantanannya yang kekar mulai merangsek liang kewanitaan Melanie yang sudah lembab. "Aooowwww,,, sayaaaang!" Melanie menjerit, namun jeritan itu dibalas dengan henjutan Ahras yang tiada ampun.

Gerakannya maju dan mundur mengeluar masukan batang itu ke tubuh Melanie. Wajahnya tetap tenang dan ganas menatap buah dada Melanie yang bergoyang kesana kemari. Sesekali juga Melanie terlihat tersenyum nyata. Sesekali juga Melanie mengejang menghentakan pinggulnya. Melanie selalu mencapai puncak berkali-kali ketika bercinta dengan Ahras. Namun Ahras selalu menggoda Melanie agar meneruskan permainannya.

"Udaahhh,,, sayang!" Ucap Melanie yang memohon ampun. Sudah hampir dua jam Ahras memompa tubuh Melanie tanpa henti.

"Bentar lagi ya, nanggung?" Ucap Ahras seraya mengangkat tubuh Melanie yang sudah keringat dingin.

"Udahaaaaaaaan!" Melanie menjerit ketika Ahras menggenjotnya lagi. Batang kejantanannya keluar masuk mengikuti suara tepukan di panggul Melanie.

"Bentar lagi, aku mau jemput Anjanie. Mungkin kamu bisa sedikit bersandiwara."  Ucap Ahras sembari menghentikan permainannya.

"Aaaah,,, jangan berhenti, sebentar lagi ayaaang, Iiihhhh!" Pinta Melanie menginginkannya Ahras menggenjotnya lagi. Ahras kembali menggenjot liang kewanitaan Melanie.

"Mnnn... Paling tidak kamu bisa ganti namamu?" Kata Ahras yang mungkjn tak terdengar oleh Melanie. Melanie menatap kosong kearah langit-langit karena nafsunya hampir mencapai puncak untuk kesekian kalinya.

"Ahhhhh,,, ahhhhh,,, Ahhhh,,," Desah Melanie yang semakin tak berdaya.

"Mela,,," Ahras memanggil Melanie, namun Melanie memotongnya.

"Mela, yaaaahhh,,, namaku Mela. Aahhhh,,, akuuuhhh,, anaaaakk siapaah kemarinnn haaah!" Melanie mendesah sembari menanggapi skenario Ahras.

"Pak Syarif," bisik Ahras.

"Yaaahhh,,, pak Syarif. Ahhhh,,, terus dikit lagiiiihhh!" Deru Melanie memohon kepada Ahras. "Hiiikkksss,,, hikkksss!" Melanie mengejang menerima serbuan Birahi selama ini. Wajahnya membeku ketika Ahras membawanya ke kamar untuk menidurkannya.

"Tapi sepertinya tak perlu sayang?" Ungkap Ahras yang menidurkan Melanie di ranjangnya. "Kita bisa umpankan Anjanie ke Mantir. Santi mengetahui bahwa Mantir mengincar Anjanie. Entah digunakan sebagai apa? Mungkin sebagai tumbal ilmu PakuJiwo!"

"Apa!?" Melanie terbangun dari tidurnya. Sebenarnya ia sudah diberitahu oleh Sinta tentang Anjanie. Sekarang mungkin Anjanie sedang dalam bahaya. "Pakujiwo tidak membutuhkan tumbal." Ungkap Melanie. "Justru Saklawase yang membutuhkan tumbal nyawa darah seseorang Cepat jemput Anjanie!"

=========

Jauh dipedalaman hutan. "Pak, kita mau kemana?" Ungkap Anjanie yang mengikuti Mantir dan istrinya, Harati.

"Katanya mau ritual, jadi ritualnya harus di dalam hutan!" Ungkap Pak Mantir.

Semakin lama, suasana hutan semakin gelap saja. Belum lagi, tubuh Anjanie sudah lelah karena berjalan terlalu jauh. Ia juga haus karena tidak membawa minuman. Namun ia tetap yakin tidak akan terjadi apapun padanya. Karena ia bermaksud baik disini. Apalagi ia juga dikelilingi oleh orang-orang dipihaknya. Mana mungkin ia disakiti. Semakin lama, langit semakin menjingga karena sudah terlalu sore.

"Pak, apakah masih jauh. Aku takut Ahras akan menjemputku." Ungkap Anjanie.

"Oh, anak mesum itu. Hehehe," gumam Harati menertawakan Ahras.

"Haa,, mesum." Anjanie keheranan. Ahras selalu terlihat sopan. Dan ia juga tak macam-macam dengan dirinya.

"Ya, dia sering mengendap-endap ke kamar wanita dan menjilati memeknya!" Seru Harati dengan bahasa kasar.

"Sudah! Nggak usah pedulikan lagi si Ahras itu, ia hanya akan menunggumu. Nggak mungkin ia akan mencarimu." Ucapan Mantir semakin membuat Anjanie kesal.

"Pak, kita pulang saja. Atau kita lanjut besok pagi-pagi. Nggak memungkin jika kita melakukannya dengan berjalan kaki." Ungkap Anjania yang menghentikan langkahnya. Ia juga khawatir dengan Mantir dan Harati yang sanggup berjalan jauh menelusuri lebatnya hutan tanpa raut rasa lelah sama sekali.

"Hmn," Harati tersenyum kecut.

Lalu,,, mendadak Mantir menghilang dari pandangan Anjanie. Tubuhnya bergerak cepat dan memukul tengkuk Anjanie hingga ia pingsan.

Brruuuukkkkk!!!

Saklawase II : Orang-orang yang hidup selamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang