09. Aku, terluka.

236 13 1
                                    

Setidaknya kalau belum mampu membahagiakan, tolong jangan memberi luka. Aku masih bisa tahan untuk berjuang mendapatkan cinta kamu. Tapi aku sakit ketika kamu melemparku pada lelaki lain seakan aku adalah benda yang tidak berguna

-Anindiya Nazhira-

🌷🌷🌷

"Kamu habis dari mana?" tanya Indri ketika melihat Atlas yang baru saja tiba.

Sejak siang Indri sengaja menemani Anin karena mendapati menantunya itu sendirian di ruang inap.

Sebetulnya Anin sudah memberikan jawaban bahwa Atlas pergi membeli makanan. Namun Indri curiga bahwa Anin tidak menjawab dengan jujur.

Setelah menunggu berjam-jam, Atlas masih belum kembali sehingga hal itu semakin memperkuat dugaan Indri bahwa Anin tengah berbohong.

"Aku ..., aku ...." Atlas gelagapan. Pandangannya beralih pada Anin seakan meminta pertolongan untuk menjawab pertanyaan mamanya

"Kamu nggak perlu minta bantuan Anin buat jawab. Mama udah nungguin dari siang dan kamu nggak balik. Anin bilang, kamu ke luar beli makanan. Beli makanan di mana? Apa iya sampai berjam-jam baru balik?"

Atlas mendesis, seperti percuma kalau dia mengelak karena mamanya itu pasti akan mencecar hingga ke akar-akarnya.

"Istri kamu itu bukan cuma sekadar sakit biasa, Atlas. Dia baru aja dioperasi. Seharusnya kamu itu temenin dia di sini. Bukan malah keluyuran. Apa jangan-jangan kamu masih mau cari perempuan itu?" tanya Indri telak.

"Mama jangan asal nuduh!"

"Mama bukan asal nuduh, ini faktanya. Memangnya apalagi hal penting yang bikin kamu ninggalin istri kamu yang baru aja selesai operasi? Atlas, inget ya. Sampai kapan pun mama nggak rela kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan itu."

"Ma, udah. Mama jangan marahin Mas Atlas. Mungkin tadi dia memang ada urusan. Kalau memang mas Atlas gak peduli sama aku, dia nggak mungkin kembali ke rumah sakit buat jagain aku, Ma. Dengan baliknya mas Atlas ke sini, itu udah buktiin kalau Mas Atlas bertanggung jawab atas aku."

Pandangan Indri yang awalnya fokus pada Atlas beralih pada Anin. Dia menggelengkan kepalanya.

"Kamu itu jangan terlalu mudah dibohongi sama Atlas, Anin. Mama nggak rela kalau anak mama ini nyakitin kamu. Dia itu udah menikah sama kamu, seharusnya sepenting apa pun urusan dia di luar sana tetap kamu yang harus dinomor satukan sama dia."

Malas berdebat dengan mamanya Atlas pun memilih diam.

Dia tidak ingin gegabah dan malah mengacaukan semuanya. Sekarang dia harus bisa menahan diri untuk tidak membatah perkataan mamanya itu.

"Mama nggak mau tahu, Atlas. Kamu harus temenin Anin di sini. Mama mau pulang dulu, awas kalau sampai kamu ninggalin Anin lagi." Indri memperingati lagi.

"Anin, mama pulang dulu. Kalau Atlas ninggalin kamu lagi, kasih tahu mama. Kalau kamu diem aja, mama juga bakal marah sama kamu karena kamu gak anggap mama sebagai mertua kamu."

Anin mengigit bibir bawahnya. Kini dia serasa jadi serba salah. Kalau dia diam, mama mertuanya bisa salah paham, kalau dia mengatakan yang sejujurnya malah Atlas yang akan membencinya

Anin hanya bisa menganggukkan kepalanya. Indri pergi meninggalkan mereka berdua setelah sebelumnya kembali memberi peringatan pada Atlas.

"Maafin aku, Mas. Aku udah berusaha bilang ke mama kalau kamu cuma keluar sebentar, aku nggak nyangka kalau mama bakal nungguin sampai kamu datang."

Dear Atlas Where stories live. Discover now