39 : Jangan Jadi Beban, Deh!

125 18 6
                                    

"Kalo mukul tuh bisa gak sih pake aba-aba dulu? Kaget tau, mana gelap." Protesan itu keluar setelah Juwi menggunakan botol kosong yang sejak tadi ada di tangannya, ke kepala Juna. Masalahnya, pria itu bicara sembarangan hingga Juwi juga ikut terbawa emosi.

Juwi juga sebenarnya merasakan kekesalan yang memenuhi hati Juna. Namun, menurutnya dengan menyumpahi Harsa juga tidak baik. Masalahnya, Juna terus menggerutu karena Harsa yang tiba-tiba menghilang.

"Gue sama Jimmy yang bakal cari dia. Yang lainnya tunggu di mobil. Awas aja kalo ada yang ngilang juga," ujar Raisa sembari memastikan peluru di senapan yang dia pegang masih tersedia. Masalahnya, barusan mereka baru saja dihebohkan dengan monster lain yang ikut terundang saat Raisa melenyapkan monster yang keluar dari tubuh Surya. Hingga tanpa sadar, Harsa sudah tidak ada.

"Ini sumpah gue lagi?"

"Berisik banget sih lo. Cowok bukan?"

Raisa mengetuk kaca mobil yang dikendarai Theo, membuat pria itu akhirnya menyorot Raisa dengan senter untuk memastikan bukan tim patroli yang mengetuk kaca. Namun, hal ini justru membuat Raisa sangat kesal karena sorotan senter yang dilakukan Theo langsung membuat kepalanya sakit.

"Kalo bukan karena lebih tua, udah gue pukul sumpah," gerutunya hingga mengundang tawa dari Jimmy. Padahal beberapa detik lalu Jimmy kesal karena Raisa tiba-tiba saja menarik tangannya untuk ikut.

"Kenapa? Ada masalah?"

"Harsa ilang dan kita berdua butuh bantuan buat nyarinya," jawab Jimmy yang lantas membuat Theo mengerutkan dahi. Dia sungguh heran mengapa Harsa berakhir melarikan diri di saat sebelumnya sangat berontak tak mau jadi buangan? Hingga sebuah pencerahan muncul di kepala pria itu.

"Dia pergi karena keputusannya sendiri. Biarin aja." Dengan santai pria itu menyandarkan tubuhnya ke kursi kemudi. Dia sudah terlalu jengkel dengan berbagai keegoisan yang ditunjukkan oleh Harsa. Bahkan pria itu masih sempat-sempatnya ingin kabur saat mereka punya misi mencari kendaraan agar bisa ke laboratorium lebih cepat dan aman. "Ngapain buang-buang waktu aja. Lagian nih, kalian mau kehilangan nyawa? Nyawa kalian loh yang jadi taruhannya."

"Tasya juga gak ada loh."

Ucapan Jihan sontak membuat Theo segera menegakkan duduknya. Dia menoleh ke belakang, menyorot satu persatu orang yang ada di sana untuk memastikan apakah Tasya ada atau memang ikut menghilang. Ternyata Jihan benar, gadis itu sudah tak lagi duduk di samping Mona.

"Tadi bukannya ada? Mon, kamu gak tau Tasya ke mana?" tanya Theo yang hanya mendapat sebuah gelengan dari Mona. "Masa gak tau pas perginya."

"Tadi juga gue ribet sama monster itu loh," kesal Mona sembari melipat kedua tangan sembari memalingkan wajah. Masalahnya, dia tak bisa setiap detik memerhatikan orang lain saat nyawanya juga sama-sama terancam.  

Theo tak bicara lagi. Dia segera turun karena tak mungkin membiarkan Raisa dan Jimmy hanya berdua. Akan lebih baik jika dia juga ikut. "Tadi terakhir kali dia di mana?"

"Tadi sih di mobil soalnya yang turun cuman Surya," jelas Jimmy sembari waspada kalau-kalau ada monster yang tiba-tiba melompat ke arahnya. Sungguh, dia ingin berlari dan memilih diam di mobil. Namun, dia juga tak mungkin membiarkan Raisa pergi sendirian. Bisa-bisa harga dirinya sebagai seorang pria turun.

"Kalian cari Tasya, gue cari Harsa."

Jimmy meraih bahu gadis itu untuk menghentikan. Masalahnya, 2 orang sudah menghilang tiba-tiba. Bagaimana jika Raisa juga ikut menghilang? Dia tahu Raisa bukan orang yang lemah. Raisa juga punya kemampuan tembak yang cukup dan cara menghindar yang sangat baik. Namun, menurutnya hari sial tak ada di kalender. Bagaimana jik Raisa malah ikut menghilang dan terluka?

Pulang [End] Where stories live. Discover now