- 03 -

433 50 1
                                    

「 — 𝗨𝗣 𝗧𝗢 𝗗𝗢𝗪𝗡 — 」
———————
|
|
|

"Ada.. Apa dengan mereka..?"

Fredrinn menunjuk kearah ruang tata rias dengan penuh tanda tanya, Ia menatap kearah Alucard agar mendapat jawaban. "Mereka selalu gitu kalau ada masalah, tunggu aja. Paling sebentar lagi selesai." Balas sang fotografer itu dengan tenang.

"Ah, ya. Mau kopi?" Tawarnya kearah dua pria itu.

Paquito mengangguk, "Boleh. Segelas kopi tidak masalah." Balasnya. Alucard segera beranjak dari posisi pengambilan fotonya, "Kalau gitu, duduk dulu di sofa. Biar gw mintain kopi." Ia berjalan keluar studio.

Fredrinn dan Paquito duduk bersamaan di sofa, sang manager melihat ruangan sekitar melainkan sang model sibuk memainkan ponselnya. "Menurut lu, kapan mereka selesai?" Bisiknya.

Paquito mematikan ponselnya sembari menengok, "Mungkin sebentar lagi." Balasnya asal.

Di ruang tata rias.

Chou duduk di salah satu kursi, menatap tajam kearah Claude yang sudah berlutut di hadapannya. Ia mendengus geli dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Please, dengerin gw. Gw tau lu homophobic, tapi itu bukan suatu alasan yang kuat buat kita berhentiin projek ini."

"Lu harus bisa profesional Chou, ini satu-satunya jalan kita bisa lebih naik daun. Ga bakalan ada yang terjadi antara lu berdua karena lu denger kan aktor Paquito itu punya pacar dan bakalan bertunangan? Apa yang lu takutin?"

"Gw janji, setelah projek panjang ini selesai. Gw bakalan traktir lu makanan, nge bebasin lu ngelakuin apapun dan ga bakalan ngeadain projek berbau LGBT lagi."

Setelah semua ucapan panjang dikeluarkan, Claude menarik nafas lalu menghembuskannya dengan lelah. Ia menatap penuh harapan kearah model satu-satunya.

"Oke." Balas Chou memainkan helaian rambutnya, Ia berpikir lagi. "Jadi setelah projek panjang ini, gw bebas mau ngapain kan?" Tanyanya memastikan diikuti seringai mengembang.

Claude mengangguk pasrah, mau bagaimana pun modelnya ini harus di sogok terlebih dahulu. Lagipula urusan perjanjian bisa nanti, berhubung projek ini akan lama.

"Bagus."

Chou langsung beranjak dari kursi itu, lalu berjalan kearah pintu ruang tata rias. "Mau sampe kapan lu berlutut?" Tanyanya menatap sang manager. Claude yang menyadari langsung berdiri tegap, mengibas sisa debu di celananya.

Cklek.

"Oh, gimana diskusinya?" Sapa Alucard yang sedang meminum kopi dengan Fredrinn dan Paquito di sofa studio.

Chou memasukkan kedua tangannya di kantong celana, "Aman. Kita bisa lakuin projeknya sekarang." Balasnya. Melainkan dari belakang wajah Claude tampak kusut.

"Baiklah kalau begitu, para model boleh bersiap dulu." Minta Fredrinn menyuruh Paquito dan Chou kembali ke ruang tata rias.

Manager yang tinggi itu merangkul bahu Claude khawatir, "Ada apa? Tampaknya buruk." Tanyanya. Yang lebih muda mengusap wajahnya, "Chou menolak projek ini, tapi setelah beberapa kali berdiskusi akhirnya kami setuju melanjutkannya." Balasnya.

Fredrinn menghela nafas lega, "Baiklah, tak apa. Ayo semangat." Ucapnya mengingatkan sembari mengusak rambut Claude.

"Lu berdua keliatannya deket." Celetuk Alucard melihat pemandangan yang asing.

Keduanya hanya terkekeh, "Kita kerabat dekat, memang bukan saudara kandung tapi kami sama-sama lulus dari kuliah yang sama." Jelas Fredrinn. Alucard mengangguk paham.

𝗨𝗣 𝗧𝗢 𝗗𝗢𝗪𝗡Where stories live. Discover now