Hari sudah lewat tengah malam. Adrian masih saja mengerjap-erjapkan matanya menatap langit-langit kamar. Terlalu banyak problema yang sedang berkecamuk di dalam benaknya dan membuat ia tak bisa tidur. Tapi satu yang jelas, kerunyaman itu bersumber dari satu orang yang sama, yaitu istrinya, Elia.
Adrian lantas memejamkan mata. Terlintas dalam angannya cuplikan-cuplikan peristiwa bersama sosok yang ia cintai. Wajah cantik Elia kini memenuhi isi pikirannya. Ia sangat merindukan senyum ceria Elia, atau rengekan manjanya, dan bagaimana mata besar Elia bersinar tatkala menatapnya. Dan kini, semua itu terasa sangat jauh untuk ia raih. Sesuatu yang dulu ia abaikan sekarang justru menjadi hal yang paling ia dambakan.
Sambil terus menerawang, bayangan manis Elia di benak Adrian perlahan berganti dengan kenangan yang lebih intim. Sesuatu yang terjalin antara pria dan wanita yang saling mencintai.
Adrian tak tahan untuk tak mengingat peristiwa di penthouse dimana ia menyentuh Elia. Tak seperti kemarin yang tanpa balas, ia ingat betul saat mereka saling menerima gairah satu sama lain. Ia sudah sangat rindu ingin merasakan hal yang sama. Ketika Elia juga menyambutnya adalah hal yang amat membahagiakan. Setiap kali membayangkannya Adrian merasa hampir gila. Ia seperti seseorang yang sakit dan tidak ada penawar lain kecuali Elia sendiri.
Adrian pun bangkit menegakkan punggung di atas ranjang. Ia lalu beranjak turun dari ranjang, memakai slipper-nya kemudian berjalan menuju pintu kamar.
Adrian membuka pintu kamarnya lalu keluar dan menutupnya. Setelah itu, ia mengambil beberapa langkah maju menuju pintu yang persis berada tepat di depan pintu kamarnya.
Setiba di ambang pintu kamar Elia yang berjarak hanya beberapa langkah, Adrian menggenggam gagang pintu tersebut sambil termangu.
Adrian akhirnya menarik gagang pintu itu ke bawah dan mendorongnya hingga setengah terbuka. Ia lalu mulai mengendap-endap memasuki kamar Elia.
Hening dan sunyi saat ia menjejakkan kaki lebih jauh.Di dalam kamar Elia yang temaram Adrian terus berjalan. Ia lalu mendapati Elia sedang tidur di atas peraduan.
Adrian lanjut menapaki lantai kamar Elia hingga tiba di sisi ranjang. Ia kemudian mengawasi Elia yang agaknya sudah terlelap dalam. Mungkin gadis itu kelelahan usai bertengkar dengannya dan menangis hingga menguras energi.
Adrian kemudian mendudukkan dirinya di samping tubuh Elia yang telentang.
"Elia-"
Ia menunduk dan berbisik lembut di dekat wajah Elia. Elia tampak terlelap dengan nafas teratur dan dada naik turun.Tangan Adrian kemudian mengelus kening Elia dan merapikan sebagian rambut yang menimpa wajah gadis itu.
Tak ada respon dan Elia masih tak bergeming.
"Sayang..." Adrian melirih lagi memanggil lebih mesra.
Elia hanya bergerak sebentar namun masih saja tidur.
Adrian menghela nafas panjang.
"Maafkan aku-" ia berucap diikuti mendaratkan satu kecupan di kening Elia.Cup cup
Ia lalu mengecup pipi Elia dua kali.
Bersamaan dengan itu Adrian meraih telapak tangan Elia. Ia ganti mengecupi punggung tangan istrinya. Setelahnya ia turut mengecupi jemari kurus Elia lembut dan ringan. Sengaja tak ingin membangunkan gadis itu.
"Kapan kamu mau memaafkan aku? Aku sudah rindu sekali sayang..." Adrian berbisik lagi. Wajahnya tampak sedih dan begitu mendamba. Ditatapnya sendu paras Elia yang terlampau jelita. Dulu ia pernah melakukan hal serupa; diam-diam mengagumi kecantikkan Elia tapi segan untuk menyentuhnya.
YOU ARE READING
Hold Me With Your Lies [END]
General FictionElia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adrian diam-diam menjalin hubungan asmara dengan kakaknya sendiri yang bernama Tiara. * Dicintai oleh...