01

26 8 3
                                    

Bella baru saja keluar dari ruang kerjanya hendak akan pergi ke kantin untuk makan siang karena perut yang sudah berdisko sedari tadi. Saat akan melanjutkan langkah, tiba-tiba ponselnya bergetar dengan segera ia merogoh benda pipih tersebut dari dalam kantong snelinya.

"Halo?".

"Bu dokter! Please, please bantu gue bu dokter! Ini gawat lebih dari apapun!". Terdengar suara heboh khas perempuan diseberang telepon membuat Bella mengernyit bingung.

"Kenapa, Ren?". Ia bertanya pada Irene, sahabatnya yang tiba-tiba nelepon.

"Ada tukang yang kecelakaan, mereka lagi otw ke rumah sakit. Tolong prioritaskan mereka, Bel. Gue nyusul dari belakang".

"Tap...".

Belum selesai Bella bicara tiba-tiba Irene malah memotongnya, "Bel, please. Lo gak kasian kalo sampe gue kena omel atasan gimana? Mending kalo di omelin doang. Lah kalo gue sampe di pecat? Lo mau punya temen pengangguran? Nanti gue traktir makan siang deh. Ya mau yaa?" Kata Irene dengan nada memohon.

"Ya udah iya". Kali ini Bella hanya bisa mengiyakan. Repot nantinya kalau harus terus menjawab apa yang dikatakan sahabatnya. Bisa-bisa dia pingsan ditempat, mana dia belum makan siang lagi. Tuhan tolong kuatkan Bella, jangan biarkan dia pingsan karena kelaparan.

"Thank you babe, sampe ketemu ya. Bye". Irene menutup sambungan telepon membuat Bella geleng-geleng kepala. Kebiasaan Irene ini kalau ada apa-apa pasti selalu mendadak. Bikin kesal saja. Tapi mereka sudah kenal dan dekat cukup lama sejak keduanya masih duduk di bangku SMP dan mereka sudah saling memahami watak masing-masing. Persahabatannya langgeng karena bentuk komunikasi yang mereka jaga agar tetap selalu berjalan dengan baik.

Yap, perkenalkan namanya Isabella Maheswari. Panggil saja dengan sebutan Bella. Dia adalah wanita yang baru saja menginjak awal kepala tiga dua bulan kemarin. Hidupnya selalu saja dipenuhi dengan bumbu bumbu drama karena saat ini Bella sedang menjalani silent treatment bersama kedua orang tuanya yang meminta agar anak mereka segera menikah. Sementara istilah menikah sendiri sangatlah tidak mudah dijalani bagi seorang Bella. Secara dia ini adalah dokter umum dengan berbagai kesibukan di setiap waktunya. Jangankan menikah, pacaran aja rasanya nggak pernah. Baginya pacaran itu hanya buang-buang waktu saja. Kayak gak ada hal lain yang lebih bermanfaat ketimbang pacaran gitu. Seneng nggak seberapa, yang ada malah bikin puyeng karena harus nurutin apa kata anak orang. Dih, ogah banget! Begitu katanya.

"Dok, dokter Bella. Ada 4 pasien kecelakaan proyek konstruksi yang harus segera ditangani ". Suara suster perempuan bergema di sekitar lorong depan ruang Bella membuat si pemilik nama reflek menoleh ke arah suster yang memanggilnya.

"Empat?". Tanya Bella dengan mata membelalak tak percaya.

"Iya dok".

"Dimana dokter yang lain?". Bella tambah bingung kenapa di situasi seperti ini malah cuma dia yang repot.

"Kami sudah coba hubungi, mereka sedang pergi makan siang diluar dan sudah dalam perjalanan menuju kesini, dok". Jelas sang suster yang hanya diangguki oleh Bella.

"Ya sudah. Saya butuh dua orang untuk bantu evakuasi pasien. Kamu ikut saya ke ruangan!". Ucap Bella dengan tegas yang segera berlalu diikuti suster di belakangnya.

***

Setelah selesai menangani keempat pasien dengan bantuan beberapa rekannya, Bella keluar dari ruang evakuasi lengkap dengan seragam scrub, masker, dan sarung tangan yang masih menempel di tangannya.

"Bella!". Sapa seseorang setengah berteriak ketika tahu ciri-ciri siapa yang baru saja keluar ruangan.

"Irene". Bella tersenyum dari balik masker membuat sepasang matanya menyipit tapi masih bisa terlihat oleh Irene.

Try To Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang