03

17 5 1
                                    

Lalu kenapa Bella sendiri masih belum mau menikah? Padahal dia mempunyai karir yang terbilang mapan dengan profesinya sebagai dokter rumah sakit mewah yang ada di pusat kota. Yang setiap harinya bisa ratusan bahkan ribuan pasien yang berkunjung untuk berobat. Kalau soal cantik? Tak perlu ragukan lagi. Bisa dibilang Bella ini kembarannya Agatha Chelsea, memiliki tubuh tinggi semampai bak model Victoria's Secret. Tentu tidak sulit untuk menemukan lelaki yang setara dengannya. Yang ingin menjadikannya istri pun tidak bisa dihitung menggunakan jari karena saking banyaknya. Namun dia masih belum siap patah hati untuk memiliki hubungan serius dengan seseorang. Pasalnya dia memang pernah dikecewakan oleh seseorang yang sudah ia anggap sebagian dari dunianya.
Tapi bukankah resiko jatuh cinta itu harus siap patah hati?

"Heh. Bengong aja loe! Nanti kesambet tau rasa loe ya". Seseorang menepuk salah satu pundak Bella membuatnya tersentak kaget dan segera berbalik ke arah sumber suara.

"Shit. Ngagetin gue aja sih lo, Ren. Ntar kalo gue kena serangan jantung gimana? Mau tanggu jawab Lo?". Bella menjawab ketus saat melihat kehadiran Irene yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

"Lagian loe bengong kenceng banget, mikirin apaan sih?". Irene melingkarkan satu tangannya ke pinggang ramping milik Bella, "lo laper lagi?". Tanya Irene melanjutkan.

"Heh. Manusia emang rakus tapi gue gak se-rakus itu yang bentar bentar makan bentar bentar makan". Bella memajukan bibirnya beberapa centi. Kebiasaan Bella kalau manyun jadi tambah 'lucu'.

"Terus kenapa sekarang tiap gue perhatiin, loe jadi lebih banyak bengong?". Irene menggiring tubuh Bella agar duduk di bangku taman yang tak jauh dari tempat mereka, mempersilahkan Bella supaya lebih terbuka dengan sahabat sejak SMP nya itu.

"Udah hampir seminggu gue diem-dieman sama bonyok".

Irene menghembuskan nafasnya kasar, ia bisa menebak apa yang sedang terjadi pada Bella. Karena ini memang bukan pertama kalinya Bella bercerita hal yang sama pada Irene, "hm, perkara Tante Gia yang minta loe buat cepet nikah?" dan Bella mengangguk.

"Gue gak bisa mendukung siapapun disini. Semuanya impas menurut gue. Gue gak bisa dukung loe karena apa yang dibilang Tante Gia emang ada benarnya. Usia loe udah lebih dari cukup untuk menikah. Bukan berarti gue berpihak sama bonyok loe ya, but in the other side bonyok loe juga salah. Salah nya karena mereka malah ngediemin loe sampai loe dibikin bingung sendiri dan terlalu memaksa loe untuk itu, sementara nikah itu gak gampang. Yang di bayangin dari pernikahan itu bukan cuma sekedar having sex after marriage karena udah sah dimata hukum, kemudian punya anak lalu hidup bahagia. Tapi nikah juga tentang ketenangan dan kedewasaan. Gimana caranya menyatukan dua hati, dua isi kepala yang sama sama punya ego tinggi biar bisa saling klop tanpa ada perselisihan. Apa loe udah cukup mencintai diri loe sendiri dan bersedia membagi cinta loe sama orang lain untuk seumur hidup? Banyak pasangan yang gagal mempertahankan rumah tangga mereka cuma gara-gara ego sampai nggak mikirin anak sebagai korbannya, Bel. Gue gak mau ya kalo sampe sahabat tercinta gue jadi salah satu orang kek gitu". Irene panjang lebar menasihati dan menatap Bella dengan tatapan prihatinnya.

"Semua yang Lo bilang bener, Ren. Tapi apa orang tua gue sempat mikir sampai situ? Bahkan yang mereka mau cuma kebahagiaan mereka sendiri tanpa mikirin perasaan gue", Bella menjawab dan mulai menumpahkan air matanya yang sudah tidak terbendung lagi. Ia memeluk Irene dengan erat sampai mereka kesulitan bernafas.

Irene mencoba menenangkan dengan mengusap lembut punggung Bella. Kini tangannya beralih memainkan rambut panjang Bella yang bergerak karena terkena angin lalu menggelung rambut itu dengan asal.

"Ren?". Panggil Bella yang masih ada didalamp dekapan.

"Hmmm?".

"Apa gue nggak pantas bahagia? Apa semesta nggak mengizinkan gue untuk bertemu seseorang yang mau dijadikan teman hidup? Populasi jantan di bumi masih banyak kan, Ren? Terus kenapa sampai sekarang gak ada satupun orang yang mau ngajak gue nikah? Jangan jangan apa yang dibilang Anya bener, karena gue yang terlalu pilih-pilih. Tapi kan semua orang berhak milih. Kenapa semesta sejahat itu? Padahal gue selalu berusaha berbuat baik sama semesta. Ini gak adil. Ini bener bener udah nggak adil". Bella mulai meracau gak jelas sementara Irene hanya tersenyum mendengar kelabilan sahabatnya ini.

Try To Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang