41

967 22 1
                                    

Harga penulis berupa vote serta comment.

Diharapkan jangan siders. Karena satu bintangmu itu sangat berharga untuk menghargai waktu, energi, dan tenaga penulis. Jangan plagiat. Karena jika kamu memplagiat cerita ini, kamu akan mendapatkan hukuman.♥♥♥


41. Hampir













"Keruangan saya sekarang!" hardik Badai pada seseorang yang berada di sambungan telepon.

Tut

Ia langsung mematikan sambungan telepon sepihak tanpa menunggu jawaban dari sang penelpon.

Saat ini Badai sedang berada di ruangannya yang tak lain adalah ruang kepala yayasan Badai Bangsa.

Tok-tok

"Masuk" ucap pria berseragam sekolah tersebut ketika mendengar suara ketukan pintu.

"Permisi pak" ucap sang pengetuk pintu dan juga orang yang ditelpon Badai.

"Silahkan duduk!" pinta Badai tegas.

"Baik pak, terima kasih" ucap orang itu yang tak lain adalah pak Marvis sendiri. Ia langsung duduk di kursi depan Badai.

"Anda tau tujuan saya memanggil Anda kemari?" tanya Badai dengan suara dinginnya.

"Tau pak. Bapak pasti mau menaikan gaji saya plus mengangkat anak saya sebagai wakil saya kan pak?" jawab pak Marvis penuh kepercayaan diri.

"Mimpi!" sembur Badai. "Anda jangan bermimpi terlalu tinggi bapak Marvis yang terhormat! Anda sudah melanggar janji Anda sendiri!" lanjutnya menggebrak meja.

Brak!

Pak Marvis terkejut dengan suara gebrakan meja. "Bapak ngomong apa? saya tidak mengerti" elaknya bertanya.

"Anda jangan berkelit lagi ya, saya sudah tau semuanya pak Marvis! Anda memberikan contekan kepada anak Anda, agar ia memenangkan olimpiade kemarin!" tuduh Badai menghampiri sang kepala sekolah.

"Saya tidak mengerti maksud Anda pak" tampik pak Marvis mengelak.

Bugh

Badai memukul rahang pak Marvis berulang kali. Ia saat ini sangat emosi, mendengar bahwasanya perwakilan dari sekolahnya melakukan kecurangan ditambah masalah rumah tangganya yang belum selesai.

"Anda jangan berkelit lagi saya bilang!!" pekik Badai mencengkram kerah baju pak Marvis.

"B--bapak tau dari mana soal itu?" tanya pak Marvis dengan wajah yang sudah babak belur.

"Anda tidak perlu tau saya tau darimana!" ucap Badai melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju pak Marvis. "Sesuai perjanjian, Anda saya pecat dan saya pastikan Anda tidak akan mendapatkan pekerjaan lagi di mana pun!" lanjutnya.

"Perjanjian apa pak? saya tidak merasa ada perjanjian" tampik pak Marvis mengelak. "Bapak jangan asal bat perjanjian saya seperti itu, saya bisa menuntut bapak" tantangnya.

"Asal buat perjanjian ya hm?" tanya Badai mengotak-atik handphonenya dan menyodorkan pada pak Marvis.

"Permisi pak"

"Ya silahkan masuk"

"Maaf pak, sudah membuat bapak menunggu lama"

"Hm silahkan duduk"

"Terima kasih pak"

"Langsung ke intinya saja"

"Baik pak. Jadi siswa yang akan ikut olimpiade matematika tahun ini adalah anak saya sendiri pak"

01. My Husband Is a Student [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant