Six Ways To Sunday - 21.1 Si Penggoda Ulung

4.3K 548 47
                                    


Question of the day: cinta apa uang? Wkwkw

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG, twitter, tiktok @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟


Kencan kedua tidak jauh lebih baik untuk hatiku dan juga kecanggungan kami. Atau hanya aku saja yang canggung karena saat Amos tiba di rumahku, dia langsung menautkan jari kami. Bermain dengan setiap jarinya seolah itu mainan baru dan berniat untuk dieksplor.

Layar proyektor memainkan film, tapi tidak ada satu pun yang masuk ke dalam otakku. Bahkan jika ada yang menanyakan judul film apa yang kami tonton malam ini, aku tidak akan dapat menjawabnya. Semuanya abu-abu dan yang paling riuh adalah jantungku yang berdetak di antara kedua telinga dan hatiku membesar seperti balon di rongga dada. Aku takut dia meledak jika Amos tidak melepaskan tangan kami.

Di setiap kesempatan yang tidak memerlukan tangan, Amos akan memegang tanganku dan meletakkan di atas pahanya. Otomatis kami harus duduk bersisian dengan kaki yang menempel. Satu lenganku lambat laun berada di antara lengan Amos dan tubuhnya. Melintang hingga ke paha kiri cowok itu.

"Mo, ini nggak bisa dilepas? Jauh banget tangan gue."

"Enggak. Gue mau makan popcorn. Masa pakai tangan cebok gue?"

Aku mencubit pahanya kencang. "Lo pegang tangan gue pakai tangan bekas cebok?!"

"Tenang, belum boker gue." Dia nyengir tanpa rasa bersalah. Sama sekali tidak kesakitan dengan cubitanku, justru melebarkan pahanya. "Itu pegel, Ja. Sekalian urutin."

Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, jadi pasrah dengan keadaan tanganku yang disandra oleh Amos adalah satu-satunya hal yang dapat aku lakukan. Selain mangap saat dia enyuapi popcorn ke mulutku seolah aku tidak bisa makan sendiri.

Di akhir kencan dia kembali bertanya, "Hari ini berapa persen ragunya?"

"Tujuh puluh, kayaknya?"

"Tough crowd," gumam Amos. "Minggu depan kencan di rumah gue? Mami arisan, Rei bawa Lio dan Ara nonton ke bioskop."

Membawa kedua bocah itu ke dalam obrolan hanya mengingatkanku kalau aku mengambil jatah waktu mereka yang sudah sedikit dengan ayahnya. Mungkin sesekali tidak apa-apa, tapi jika tiap minggu aku tidak tega. "Lo nggak mau habisin waktu sama Lio dan Ara aja? Kasihan mereka ketemu bapaknya Cuma weekend, eh bapaknya malah pergi kencan."

"Enak aja. Gue pulang tepat waktu sekarang. Pagi sampai sore juga gue sama mereka di hari sabtu. Hari minggu juga. Gue cuma kencan 2-3 jam dan itu di tetangga. Kalau mereka ada perlu bisa telepon gue atau langsung dateng ke sini. Gue juga bayar Rei buat jadi nanny di rumah."

"Lo bayar Rei?" tanyaku tidak percaya.

"Iya."

"Pantes dia all out siapin ini dan keluar rumah gampang banget." Aku akan mengulit Rei malam ini.

**

Kencan ketiga di rumah Amos. Ini jauh lebih deg-degan karena aku tidak tahu kapan Bou pulang agar tidak menangkap basah kami dengan seting ruangan yang terlalu romantis untuk hubunganku dan Amos yang selalu ribut.

Lampu dimatikan semua, hanya lampu seperti lilin yang menggunakan baterai tersebar di sana sini. "Gue takut kebaran kalau pakai lilin beneran," kata Amos saat aku tiba dan dia perlu menuntunku di tengah kegelapan. Hanya ruang tengah saja yang memiliki pencahayaan.

Di coffee table sudah ada bomboloni, lego yang masih terbungkus, puzzle, lalu berbagai macam camilan. Ada kotak juga untuk menaruh potongan lego dan puzzle agar tidak hilang.

"We do it like old times but make it romantic."

Aku tidak tahu di mana letak romantisnya membuat lego di cahaya seperti ini. Tapi, dibandingkan rumahku yang hanya sekedar nonton dan makan, ini jelas sebuah peningkatan. Setidaknya Amos sedikit lebih berusaha dibandingkan aku.

Aku membuka kotak Lego hingga sadar kalau di sisi tubuhku ada dua paha besar dan punggungku terasa hangat. Tidak ada yang tersentuh, hanya membayangi.

"Ini masih aman, nggak?" Napas hangat Amos saat bertanya menggelitik tengkukku. Membangkitkan percikan di sekitar embusannya.

Insting kaburku ingin mengambil alih, tapi aku menguatkan hati terutama bokongku untuk terus menempel di playmat. "Aman." Suaraku seperti kucing kejepit, tapi Amos tidak mengomentari.

Kedua tangannya kemudian menyusup ke sisi tubuhku, menarikku mundur hingga aku terkesiap dan tidak lagi ada jarak yang tersisa di antara kami. "Ini?"

Tangan Amos memenjarakanku di perut. Ibu jarinya mengelus sisi perutku dan aku kembali menahan napas. Dia tidak melakukan yang lain. Hanya diam hingga aku sadar kalau dia tengah menunggu jawabanku.

"Okay."

Aku kira penderitaanku berakhir, tapi Amos membawanya ke level yang lebih tinggi. Pipinya kini menempel di bahuku. Leherku terpapar napasnya yang langsung mengomando bulu kuduk di seluruh tubuhku berdiri tegap.

"Ini gimana, Ja?" Tiap kata membuat bibirnya menempel seperti kapas di kulit leherku. Aku ingin bergerak ke samping agar dapat merasakan tekstur bibirnya, tapi aku menahan diri. Aku harus mengundang kewarasanku untuk tinggal lebih lama bersama kami jika tidak ingin tindakan impulsif mengambil alih.

Aku menghitung dengan hikmat di kepala. Satu Ara, dua Lio, tiga Ara, empat Lio dan seterusnya. Mengingatkanku kalau ini Amos dan dia punya dua anak. Aku harus berhati-hati dalam mengambil keputusan dan tidak boleh gegabah.

Namun, saat Amos melakukan ketiganya; mengeratkan pahanya di sekitar tubuhku, pelukan di perutku serta elusan ibu jarinya, dan embusan napas di tengkuk dan sesuatu yang lembut dan basah turut serta meramaikan suasana dadaku yang detaknya berkejar-kejaran.

Aku mengumpat, "Fuck it." Lalu menoleh dan menarik wajah Amos untuk menempelkan bibir kami. Aku merasakan bibirnya tersenyum dan berbisik, "That's right. Fuck it." Sebelum dia yang menginisiasi ciuman kedua kami lebih dalam.

12/10/23

jangan lupa baca cerita lain yang sedang on going yaa biar nggak ketinggalan intermezzo part yang aku hapus 24 jam setelah apdet hihi

jangan lupa baca cerita lain yang sedang on going yaa biar nggak ketinggalan intermezzo part yang aku hapus 24 jam setelah apdet hihi

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.
Six Ways To Sunday - FINKde žijí příběhy. Začni objevovat