9. Pencuri Ciuman

191 18 12
                                    

"Brak..." Suara pintu terdengar begitu keras hingga ke lantai satu. Segera Darren mengunci kamar, lalu ia menyandarkan punggungnya sambil memegang dada. Darren persis seperti remaja lelaki yang baru saja memasuki masa pubertasnya. Wajahnya memerah hingga ke telinga.  Emang boleh se cabul ini ?

"Harga diri, kemana hilangnya harga diriku Tuhan ?" Ucapnya sambil mengacak-acak rambut yang sudah lumayan panjang itu. Jelas-jelas minggu kemarin ia menolak mentah-mentah ajakan Diana. Dan barusan ia malah mencium gadis itu. Bukan hanya mencium, bahkan ia menggigitnya persis seperti predator air, tapi mangsanya kali ini seorang gadis perawan yang berstatus sebagai istrinya.

Ia berjalan menuju cermin. Ia menatap pantulan dirinya.

"Ekhemm..."

"Diana, sebenernya aku berkepribadian ganda, yang kemarin menciummu bukan aku, dia Darrel." Monolognya.

"Ah engga, itu terlalu drama." Ucapnya kian frustasi.

"Diana maaf, kemarin aku khilaf. Ini semua salahmu yang membuka pintu."

Sesaat ia tersadar. Darren langsung memukul kepalanya. "Dasar bodoh, kau yang menerobos ke kamarnya Darren!!"

Darren semakin gelisah. Mau disimpan dimana wajahnya ini ? Ia benar-benar malu. Padahal dari awal ia sudah menolak Diana, bahkan ia mengusir istrinya dari kamar. Pasti sekarang kepala gadis itu sudah membesar seperti tokoh kakak jahat di film Alice in Wonderland.

Ia akui Diana itu cantik. Bahkan semakin cantik setelah memakai kerudung. Selain cantik, gadis itu pandai melayaninya, mempersiapkan bajunya saat berangkat ke kantor, menyiapkan makan siang dan makan malam, dan yang paling Darren sukai adalah kopi buatan istrinya. Rasanya pas, tidak terlalu pahit, juga tidak terlalu manis.

Menciumnya bukan suatu kesalahan kan ? Tuhan tidak mungkin menghukumnya, kecuali ia mencium istri orang, Nagita Slavina misalnya, wanita itu kan istrinya Rafi Ahmad. Batin Darren mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Akhirnya setelah belasan kali bolak-balik melewati kasur, lelaki itu ambruk. Mungkin ia sudah lelah.

*

*

*

Pagi ini seperti biasanya Diana ikut menyiapkan sarapan. Setelah insiden semalam, Diana tidak bisa tidur. Sesekali kepalanya menengok kesana-kemari membuat beberapa pelayan menatapnya heran.

"Cari siapa nyonya ?" Celetuk Bi Ningsih.

Segera Diana langsung berbalik, wanita itu menggeleng sambil tersenyum. Kemudian ia melanjutkan memotong sayuran.

Terdengar seseorang menuruni tangga.

Deg...deg...deg...

Diana memegang pipinya. Ia mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. Harusnya saat ini ia marah karena kejadian kemarin, bukan malah terbawa perasaan hanya karena Darren menciumnya. Rasa sakit hatinya tidak bisa dibayar dengan sebuah ciuman. Bisakah ia melaporkan Darren ke polisi karena sudah melecehkannya kemarin? Orang gila mana yang melakukan itu, yang ada ia akan ditertawakan seisi kantor polisi.

"Buatkan aku kopi Di." Titah Darren, lelaki itu kembali berjalan menuju sofa.

Tanpa menoleh Diana langsung melakukan apa yang Darren perintahkan. Setelah siap, Diana langsung meletakkan gelas yang berisi kopi itu di hadapan Darren.

"Siapkan pakaianku."

Segera gadis itu langsung mengangguk. Kemudian ia berlari ke lantai dua. Sekarang Darren sudah mengijinkannya memasuki kamar lelaki itu.

Sedangkan Darren, lelaki itu menatap heran punggung Diana yang semakin menjauh. Tidak biasanya Diana langsung patuh, biasanya gadis itu akan menatapnya dengan garang sebelum melaksanakan perintah. Apakah gadis itu mulai takut padanya ? Sepertinya ciuman kemarin begitu mempengaruhi kelakuan Diana. Lain kali ia akan melakukannya lagi untuk mengancam Diana. Bibirnya sedikit menyungging.

Married With a Strange ManOnde histórias criam vida. Descubra agora