12. Furious

141 19 0
                                    

Setelah memberikan pesan kepada mbak Kikan , Diana langsung meneruskan berkendara ke rumah ayahnya. Ia tidak kembali ke restoran, badannya juga masih sakit. Omong-omong, apakah Ibu merindukannya ? Tanpa bertanya pun, Diana sudah tahu jawabannya. Pasti keadaan rumah saat ini lebih baik, lebih baik tanpa dirinya. Tapi lagi-lagi Diana bebal, ia tidak bisa membenci Ibu dan ayah, mereka adalah orang tuanya, orang yang melahirkan Diana ke dunia ini.

Setelah 30 menit akhirnya Diana sampai di rumah megah itu. Setelah memarkirkan mobil, ia langsung berjalan menuju pintu utama. Ia tidak perlu mengetuknya kan ? Diana Putri satu-satunya keluar Siswandi. Putri satu-satunya yang seperti tidak diinginkan.

"Diana ?"

"Assalamualaikum bu..."  Ucap gadis itu sambil meraih tangan Vina, lalu menciumnya.

"Kamu sudah makan ?" Tanya wanita itu. Dari raut wajahnya sama sekali tidak ada ekspresi senang, berbeda seperti ibu lainnya yang akan langsung memeluk ketika putri satu-satunya yang telah menikah pulang ke rumah, bahkan mereka akan menangis jika putrinya tak kunjung memberi kabar.

Diana menggeleng.

"Tunggu, ibu akan masak sesuatu." Titah Vina sambil berjalan menuju dapur.

Diana yang awalnya murung langsung tersenyum cerah. Apakah ia sedang bermimpi ? Dengan antusias ia mengikuti ibunya dari belakang. Kini ia sudah duduk bersiap di meja makan. Diana memperhatikan punggung kecil ibunya. Wanita itu terlihat semakin kurus. Ingin sekali Diana memeluknya. Entah kenapa Diana merasa jauh dari ibunya. Seperti ada sekat di antara mereka. Ia berharap suatu saat sikap ibu akan berubah. Ia iri, dari kecil ia selalu melihat tante Irma yang selalu memperlakukan Alya dengan lembut.

Akhirnya setelah lima sepuluh menit, makanan itu datang. Vina langsung menyerahkan makanan itu di meja.

"Makan, lalu pulanglah." Ucap Vina dengan nada dinginnya, kemudian ia berjalan menuju lantai dua.

Senyuman yang sejak tadi terbit di bibir Diana perlahan menghilang. Ia menatap makanan yang baru saja dibuat ibunya. Ia terkekeh, lalu memakannya dengan lahap. Sesekali ia mengusap air matanya.

"Apa yang kuharapkan ? Bahkan ia tega mengusirku." Gumamnya.

Bukannya pulang setelah makan, Diana malah berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Setelah menikah baru pertama kali ia berkunjung. Ia melihat beberapa tempat. Ia merindukan tempat ini, meskipun yang ada di hatinya hanya kenangan pahit. Tidak sepertinya ia hanya merindukan kamarnya saja, hanya di tempat itu ia merasakan ketenangan. Bayangan saat ayah menyiksanya terlihat begitu nyata.

"Hentikan ayah, Diana mohon!" Ucapnya,  sambil menunduk menutup telinga.

"Kenapa non?" Tanya seseorang yang berada di belakangnya.

"Tidak papa bi." Setelah itu Diana berjalan menuju lantai dua.

*

*

*

Sementara di tempat lain.

Darren baru saja tiba di kantornya. Ia langsung berjalan menuju ruangannya. Baru saja ia membuka pintu, suara seseorang menginterupsinya.

"Pak Darren, tadi nyonya Diana datang untuk mengantarkan makanan." Ucap Ainah.

"Mana makanannya ?" Tanya Darren sambil celingak-celinguk ke meja Ainah, karena pada saat membuka pintu tidak ada apa pun di mejanya.

"Nyonya membawanya lagi."

Mendapat jawaban seperti itu, Darren melengos pergi, ia langsung masuk ke ruangannya. Ia duduk di kursi kebesarannya. Pikirannya tertuju pada kejadian tadi.

Married With a Strange ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang