Bab 28.

58.7K 4.2K 23
                                    

Aku ga tau nanti up lagi atau enggak karena di sini sedang mati listrik, jadi harap maklum kalo diundur.

"Sana mandi," ketus Viana pada sang suami yang masih menyandarkan tubuhnya di kasur. Gadis itu baru saja usai mengenakan pakaian.

Abimana tersenyum culas, ia merentangkan kedua tangannya. "Bantu aku sayang, suamimu ini belum bisa berjalan," ujarnya.

Viana mendengus pelan tapi tak urung tetap berjalan ke arah Abimana kemudian membantu pria itu untuk pindah ke kursi roda. Dengan susah payah Viana memapah sang suami. "Berat sekali," keluh Viana membuat Abimana merasa bersalah.

Ia memandang wajah cantik milik istrinya dari samping. "Maaf menyusahkan," gumam Abimana teramat pelan.

Tetapi karena pria itu mengucapkannya tepat di depan telinga Viana, gadis itu bisa mendengarnya dengan jelas. Ia menoleh dan tersenyum kecil. Rasa kesalnya seketika menghilang saat melihat wajah penuh rasa bersalah dari suaminya.

Gadis itu menggeleng kecil. "Tidak apa-apa, karena kamu suamiku jadi bagiku kamu tidak menyusahkan aku malah ini adalah kewajiban aku," ujarnya.

Karena gemas, Abimana langsung mengecup pipi sang istri berulang kali hingga tanpa sadar Viana yang berusaha menopang tubuh Abimana justru lengah sehingga membuat Abimana jatuh di susul dengan Viana karena Abimana menarik tangan gadis itu.

Abimana jatuh terlentang di atas lantai sedangkan Viana jatuh tengkurap di atas Abimana. Dahi gadis itu bahkan sampai menghantam dada keras Abimana sehingga menghasilkan sebuah bunyi.

"Aws," rintih Viana sembari menggosok-gosok dahinya yang terasa nyeri. Gadis itu bertumpu di atas dada sang suami menggunakan sebelah tangannya.

Abimana terdiam menatap wajah Viana yang ada di atas tubuhnya. Wajah pria itu sama sekali tidak menunjukkan raut kesakitan. Kendati demikian, Abimana sebenarnya merasa sedikit nyeri pada punggungnya karena terbentur keras. Untung saja kepala pria itu hanya terkena benturan kecil, tidak sekeras benturan pada punggungnya.

Setelah rasa nyeri di dahinya berkurang, Viana beralih menatap Abimana dengan tatapan garang. "Gara-gara kamu tuh, kenapa pakai cium-cium segala, kan aku jadi geli," omel Viana.

Tidak ingin mendapat omelan yang lebih panjang, Abimana meringis untuk pura-pura kesakitan. "Aduh, punggungku sakit sekali."

Gaya beraktingnya patut diacungi jempol karena terbukti dengan Viana yang tampak terpengaruh. Gadis itu segera bangkit sembari menatap sang suami dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Sakit? Ayo sini aku bantu." Viana menarik tangan suaminya sehingga pria itu berhasil bangkit. Selanjutnya Viana kembali memapah Abimana untuk duduk di kursi roda.

Walau sudah duduk di kursi roda, Abimana tetap mempertahankan aktingnya dengan meringis kecil agar terlihat lebih nyata dan alami hal tersebut mampu membuat Viana semakin khawatir.

"Masih sakit? Mau ke rumah sakit saja?" usul Viana.

Abimana menggeleng. "Ini bukan apa-apa. Dorong saja kursi rodaku ke kamar mandi. Aku ingin segera mandi," ujarnya.

Viana dengan patuh mendorong kursi roda sang suami ke dalam kamar mandi. Wajah gadis itu sangat kentara dengan rasa bersalah karena menganggap jika yang membuat punggung Abimana kesakitan adalah dirinya.

Tanpa gadis itu tahu, suaminya hanya berakting. Entahlah bagaimana nasib Abimana jika Viana sampai mengetahui hal tersebut.

"Kamu bisa mandi sendiri?" tanya Viana begitu mereka sudah masuk ke kamar mandi.

"Kenapa? Kamu mau memandikan suamimu ini?"

Viana tergagap. "Bukan, pelayan yang akan memandikan kamu," sergahnya cepat.

Abimana mendesah kecewa. Niat hati ingin di mandikan oleh sang istri harus pupus. Ia menggeleng pelan. "Tidak perlu, aku bisa mandi sendiri."

Viana mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku keluar, dan..."

"Dan?" Bingung Abimana

"Maaf untuk tadi, karena aku, punggungmu jadi sakit," ucap Viana penuh rasa bersalah.

Ucapan dari istrinya membuat Abimana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sekarang dia jadi merasa tidak enak karena telah menipu istri kecilnya itu. "Tidak apa-apa. Lagi pula itu bukan salahmu."

Viana mengangguk kemudian membalik tubuhnya. Ia dengan cepat berlalu keluar dari kamar mandi. Sedangkan Abimana hanya memandang punggung sempit Viana yang perlahan menghilang dari jangkauan matanya.

Netral Abimana beralih menatap shower yang terlihat meneteskan air sembari membuka kancing bajunya satu persatu. Sebenarnya ia bisa saja memaksa istrinya untuk memandikannya, tetapi mengingat gadis itu sudah rapi dengan setelan santai khas anak kuliahan, membuat Abimana urung memaksa.

Lebih baik dia mandi sendiri seperti biasanya tanpa dibantu oleh pelayan. Memang sedikit sulit dan harus membasahi kursi rodanya tetapi itu tidak masalah. Lebih bagus lagi ia mandi setelah kakinya sudah bisa berjalan. Itu lebih memudahkannya dalam membersihkan diri.

Tak mau membuang waktu lama, Abimana langsung menghidupkan keran shower setelah baju yang ia kenakan telah terbuka sepenuhnya. Air mulai mengalir membasahi tubuh kekar miliknya, membersihkan kuman-kuman yang sekiranya menempel pada kulitnya.

TBC.

Suami Gangguan Jiwa (TERBIT)Where stories live. Discover now