5. Motor Hilang

12 2 0
                                    

Chubby, ada bazar di komplek perumahanku. Ayo, kita ikut jualan di sana. Lumayan buat uang tambahan.

Aku menyunggingkan senyum gembira ketika membaca pesan yang Dilla kirimkan. Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Aku sedang butuh uang. Dan Dilla menawarkan jalan keluarnya. Siapa yang akan menolak.

Tanpa berpikir panjang, aku segera pergi ke pasar. Masih ada sisa uang dari transferan Papa tempo hari. Lumayan bisa digunakan sebagai modal. Tidak perlu mencari resep makanan yang sulit. Aku memutuskan untuk membuat kimbap dan dakganjeong.

Dua makanan khas dari negeri ginseng yang sekarang banyak peminatnya. Aku sering melihatnya di internet dan pertama kali waktu menonton drama Korea. Ternyata ada gunanya juga hobi di waktu luang itu.

Setelah dari pasar, niatnya aku mau langsung ke rumah Dilla. Namun, ada beberapa perlengkapan yang harus aku siapkan di rumah. Ditambah aku juga belum mandi. Siapa juga yang mau mandi di pagi hari yang dingin?

Setelah makan, aku pun mulai mengemas barang-barang yang akan dibawa ke rumah Dilla. Ternyata cukup banyak. Dan itu artinya aku harus mengepaknya sekali lagi waktu nanti di atas motor.

"Sosis, sayur, nori, daging ayam. Sudah semua," gumamku mengabsen barang bawaan.

Satu dus aku angkat ke luar rumah. Namun, betapa terkejutnya aku ketika melihat di ke garasi. Kosong. Di mana motorku?

Panik. Setengah berlari aku ke arah gerbang yang terbuka. Dus di tanganku sudah jatuh di teras. Aku menengok ke kanan kiri mencari keberadaan motor metik kesayanganku itu. Tetap saja tidak ada.

"Motorku hilang," teriakku sambil menangis.

Sontak saja beberapa tetangga menghampiriku. Mereka menanyakan apa yang terjadi. Aku bercerita disela isakan. Aku takut Mama marah. Motor itu kudapatkan dengan susah payah. Dan satu-satunya alat transportasi yang aku andalkan.

Bu Ani datang. Wajahnya panic. Ia mendekatiku, lalu memelukku. "Ada apa, Gia? Cerita sama Ibu," ucapnya mencoba menenangkan.

Aku mengusap air mata yang membanjiri pipiku. "Mo-torku hi-lang," ucapku terpotong-potong.

Berisik. Tetangga mulai berspekulasi tentang hilangnya motorku. Bahkan ada yang segera menelepon sanak keluarganya.

Tiba-tiba Mama datang. Wajahnya tampak terkejut bercampur kesal ketika menatapku. Bukan aku lupa atau tidak mengabarkan berita hilangnya motorku ini pada Mama, tapi semua pesan dan teleponku tidak dijawabnya.

"Gia. Kamu buat ulah apa lagi?" Mama menatapku tajam

Ucapan Mama ini sontak saja membuat suasana yang tadinya ribut menjadi hening. Aku bisa merasakan tatapan-tatapan aneh dari tetangga. Mungkin juga di antaranya ada yang merasa kasian padaku.

Untungnya ada Bu Ani yang tanggap. Ia membantuku berdiri dan memapahku ke dalam rumah. Sedangkan Mama bukan mengekor kami, tapi mendahului sampai di ruang tamu.

Mama duduk di kursi dengan sorot mata seperti tadi. Ia bahkan menyilangkan tangannya di depan dada. Kemudian berkata, "Jelaskan. Apa maksudnya motor kamu hilang?"

Aku pun menceritakan kejadiannya.

"Kamu pasti lupa menutup gerbang atau meninggalkan kunci di motor," tuduh Mama'

"Enggak, Ma. Aku ingat betul kalau sudah menutup gerbang serta menyimpan kuncinya di dekat TV. Tapi hilang,"sanggahku.

Seperti perkiraanku, Mama tidak mau menerima semua penjelasanku. Dan tetap pada argument yang seolah-olah menyudutkan. Aku meremas ujung baju. Sekuat mungkin menahan tangis.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Untaian LaraWhere stories live. Discover now