Bab 05: Move on

15 0 0
                                    

Setelah sekian lama, akhirnya aku mencoba juga untuk move on darinya dan dari kenangan-kenangan ku bertatap tatapan dengannya, bertemu dengannya di kantin, menghadiahi dia makanan, dan lain lain nya. Semuanya sudah berhasil ku lupakan, terutama saat dia bilang "MAKASIH YA!" padaku berkali-kali karena aku mengucapkan Happy birthday ke mamanya, jujur saja, Anggara, pada saat itu aku merasa sangat bahagia karna kamu mengucapkan terimakasih padaku waktu itu. Terimakasih kembali juga Anggara, karna kamu aku jadi mengetahui bagaimana cara untuk mencintai seseorang.

Aku harap kita akan menjadi teman, Anggara.

Aku harap kita akan kembali lagi nanti.

Sampai jumpa.

Aku kini sudah melepaskan Anggara. Bahagia rasanya ketika seseorang yang sudah kita sayangi dan kita ingin lepaskan akhirnya lama kelamaan bisa kita ikhlaskan untuk dilepas. Rasanya sungguh senang.

Namun, walau aku sudah melupakan dia, belum tentu bayangan dan kenangan kenangan itu tidak ada lagi dalam diriku. Tentunya aku masih suka mengingat atau mungkin tidak sengaja ku ingat.

Ingatan kenangan itu sangat membekas, Anggara.

Bulan menarik nafas dalam dalam lalu mengeluarkannya saat ia berjalan memasuki gerbang sekolah. Semoga saja hari pertama sudah melupakan Anggara ini hari yang terbaik. Bulan berjalan melewati lapangan, ia berjalan di sebelah kanan pinggir lapangan, karena lurusnya lagi  Bulan sampai ke kelas ku, jaraknya lebih dekat jika ia lewat disitu. Bulan seperti biasa ketika ia berjalan di pinggir lapangan sebelah kanan, dan samping kiri depan adalah kelas Anggara, ia pasti bergidik ngeri sambil jalannya mirang-miring, entah mengapa Bulan memang suka seperti itu kalau berjalan melewati kelas Anggara. Mungkin bisa jadi akibat ia malu ketika melewati kelas Anggara, karena jujur saja dia ini memang seorang pemalu namun dia ekstrovert.

Dan seperti biasa juga, ia dilihati oleh kakak kelas yang sedang duduk duduk dekat kelas Anggara, ia dilihati seperti artis sedang lewat saja!

Selain itu juga Bulan yakin ia dilihati kakak kelasnya pasti karna ia suka Anggara dan suka menghadiahi Anggara makanan. 100% yakin pasti karena itu ia dilihati. Apalagi bukan selain itu jawabannya? Ini sudah jelas sering dilewati, Bulan yakin pasti Anggara memberitahu ke seluruh teman temannya.

Memang ya Anggara ini!

Sekian beberapa lama Bulan melintasi jalanan yang seperti tali shiratal mustaqim itu akhirnya ia sudah berada di kelas juga, dengan lesu dia meletakkan tasnya dengan rapih di kursinya lalu duduk. Melamun menatap depan nya dan lanjut memikirkan sesuatu.

Anggara lagi yang ia pikirkan? Benar.

"Anggara udah makan belum ya..," ujar Bulan dalam hatinya. "Percaya Anggara, sejuta sayangnya gue cuma untuk lo, bukan untuk orang lain, tapi sayang banget lo malah milih orang lain. Lo sekarang udah punya pacar, gue ditinggalin, Ra.." ujar Bulan dalam hati. Sedih sekali. Membayangkan betapa mirisnya Bulan yang sudah mengejar Anggara selama 5 bulan, dan balasan nya adalah Anggara mempunyai pacar.
Kecewa dengan Anggara? Sangat. Tapi mau bagaimana lagi, ini semua sudah terlanjur. Ia diberitahu sahabat Anggara bahwa Anggara sudah memiliki kekasih. Awalnya ia tak percaya, ia hanya mengira ini akal-akalan Anggara saja agar dirinya tidak mengejar Anggara lagi. Ternyata dugaannya salah, nyatanya Anggara memang benar-benar sudah memiliki kekasih.

beberapa menit kemudian, teman sebangkunya datang dengan menatapnya yang sedang terlihat lesu seperti biasa. Biasa memang seperti ini kalau orang pemalas, gampang sakit dan sering sekali lesu. Bulan menengok ke samping kiri, tersenyum pada temannya rebeca, "Hai hehe, be," ujar Bulan lalu bangun dan minggir mempersilakan temannya yang duduk di pojoknya. Setelah Rebeca duduk, ia pun juga duduk kembali pada tempatnya.

"Be, lo udah ngerjain bahasa Sunda?" tanya Bulan pada Rebeca. Ia sudah tahu pasti Rebeca belum mengerjakan, kebiasaan! Bulan juga pasti selalu siap sedia menawarkan jawaban kepada sahabatnya itu, dan sahabatnya yang lainnya seperti, Rany dan Alika. Mereka berempat bersahabat.

"Belum," ujar Rebeca tersenyum kecil sambil mengeluarkan buku paket dan buku tulis bahasa Sundanya. Bulan menarik nafas lalu mengeluarkan nya, dia memang sering sesak entah mengapa, mungkin karna hawa nya panas. Jujur, hawa kelasnya memang panas sih.

"Ohh, gue udah ngerjain," ujar Bulan menatap Rebeca.

Rebeca tersenyum Pepsodent sambil tertawa kecil,

"Bagi dong, hehe," ujar Rebeca.

"Ya, bentar." Bulan membuka ransel tas nya dan mengeluarkan buku tulis bahasa Sunda miliknya yang sudah dibalut oleh sampul berwarna coklat itu hampir sama persis dengan Rebeca. Bulan lalu meletakkan bukunya di atas meja nya Rebeca, samping kiri nya.

"Tuh."

Rebeca melirik Bulan.

"Makasihh," ujar Rebeca.

"Sama-sama."

Rebeca pun membuka buku nya lalu mengerjakannya lewat Bulan dengan baik. Biasanya, memang para sahabatnya seringkali meminta jawaban atau mencontek pada Bulan karna Bulan ini memang lumayan cerdas menurut para temannya. Lebih tepatnya juga ia cerdas dalam berpendapat, apabila ada soal mengenai pendapat-pendapat suatu hal, pastilah Bulan juaranya.

OuranusWhere stories live. Discover now