Chapter 14 : Learning Something New

9 0 0
                                    

"Permisi."

Pintu besar berhiaskan ukiran Eropa terbuka sedikit, membuat cahaya mengintip masuk. Aku memasukkan setengah kepala sambil mengucap salam, membuat tanda kehadiran. Mataku melirik sebelum memasuki ruang tamu yang juga bergaya Eropa. Dengan bantuan cahaya yang masuk melalui pintu, aku mencari tombol saklar lampu dan menyalakannya. Tak ada yang berani melangkah ke vila ini sebelum aku masuk dan menyalakan semua penerangan. Mereka tahu, aku yang paling berani menghadapi kegelapan.

Hari ini, aku liburan dengan keluarga dan beberapa teman. Kami menyewa sebuah vila di daerah Bandung. Vila itu bergaya Eropa, terlihat klasik tetapi cukup mewah. Belum lagi pemandangannya dari atas bukit terlihat sangat indah. Kesannya memang tua dan antik tetapi sangat nyaman untuk ditinggali. Vila ini terdiri dari dua lantai. Ruang tamu dengan dapur berada di lantai satu, sedangkan lantai dua memiliki tiga kamar.

Kami tiba saat senja, menikmati sang mentari turun dengan perlahan. Setelah menaruh barang bawaan, kami bersantai di ruang tamu. Teman-temanku sibuk dengan gadget mereka, sementara para ibu sibuk di dapur memasak mi instan. Sedangkan aku, lebih tertarik untuk berkeliling vila walaupun hari sudah gelap.

Aku masuk ke salah satu kamar tempatku beristirahat nanti. Kamar itu bersih, hanya agak sedikit berbau lembab. Cukup besar dengan ranjang 180cm berkelambu, juga ada kamar mandi dalam. Pintu balkon berderit ketika kubuka, butuh sedikit usaha karena pintunya tersendat. Mungkin karena sudah lama tidak dibuka. Hembusan angina bertiup dingin merasuk tulang, membuat bulu kuduk berdiri tegang. Badanku sedikit bergetar kedinginan, membuatku menarik cepat resleting jaket hitam kesayanganku.

Kelap kelip lampu kota dibawah bukit memperindah pemandangan. Aku menikmati sejenak. Angin dingin yang menerpa wajah membuatku merasa tenang. Sesekali aku menutup mata, menikmati hembusannya. Hingga suatu ketika aku membuka mata, pandanganku tertuju pada ujung tebing. Tampak sesosok wanita yang mengenakan baju putih.

Awalnya kukira ia adalah salah satu temanku, tetapi pemandangan itu sangat aneh. Masalahnya, di udara yang cukup dingin ini, wanitu mengenakan baju terusan putih tanpa lengan. Rambut hitamnya yang panjang tertiup angin kencang. Ia berdiri di sana, memegang topi pantai berwarna coklat muda dengan hiasan pita yang juga putih. Dalam beberapa kedipan mata, wanita itu menghilang. Aku memutuskan untuk kembali ke dapur dan memakan mi instan kuah yang hangat.

***

Malam itu, kami tidur tanpa gangguang apapun. Cukup nyeyak. Mungkin karena kami bersenda gurau hingga larut dan tidur dalam keadaan sangat lelah.

Hari ini kami akan berwisata terlebih dahulu sebelum pulang kembali ke Jakarta. Kami bangun cukup pagi agar memiliki banyak waktu menuju berbagai tempat wisata. Aku mandi dengan air hangat, sangat nikmat ditengah udara dingin menggigit kulit. Bersiap tidak membutuh waktu lama, hanya saja ternyata aku lupa membawa sisir.

"Ma, ada sisir gak?" tanyaku kepada ibuku yang sedang membereskan pakaian.

"Kayaknya masih di kamar mandi," jawabnya.

Aku bergegas kembali ke kamar mandi dan menemukan sebuah sisir kayu di samping wastafel. Sisir itu berhiaskan ukiran bunga yang cantik. Entah mengapa aku merasa itu bukan sisir milik ibuku. Tetapi, karena terlihat bersih aku pakai saja. Aku mulai menyisir rambutku sambil berkaca.

Tiba-tiba .... Sebuah gambaran muncul ketika aku menutup mata. Di balik kaca, seorang wanita cantik menyisir rambutnya. Ia mengenakan baju putih tanpa lengan. Rambutnya basah. Tak lama ia menoleh kearah pintu, seakan ada yang memanggil.

Aku terkesiap. Gambaran itu terlalu nyata dan menghilang ketika aku membuka mata. Rasanya seperti menonton sebuah film. Buru-buru aku menaruh kembali sisir itu pada tempatnya.

Sepertinya wanita itu adalah wanita yang kulihat semalam, tetapi rasanya pun bukan seperti sedang dihantui. Mungkin, wanita itu adalah penghuni vila yang sudah lama sekali tinggal di sana. Aku tidak menelusurinya lebih lanjut karena tidak mau memberi kesan liburan horor waktu itu.

Dalam perjalan, pikiran itu menggangguku. Akhirnya aku bertanya pada pria yang sedang dekat denganku. Ia mengatakan hal itu sebagai "menerawang masa lalu". Hal ini dapat dengan mudah diasah karena indigo-ku. Aku jadi tidak sabar untuk mencobanya lagi.

Ketika sampai di rumah, tentu saja aku langsung mencobanya lagi. Tetapi, ini bukanlah hal mudah. Aku menggunakan terlalu banyak energi untuk meliat hanya beberapa detik potongan 'masa lalu' itu, dan ... harus tidur tiga hari karena kehabisan energi... hehe.

Indigo's LifeWhere stories live. Discover now