Chapter 2 : Rumah Bekas Kuburan Belanda

11.7K 403 36
                                    

Dulu, aku tinggal di sebuah rumah yang cukup besar dengan gaya model klasik Eropa. Terlalu besar mungkin untuk tinggal berdua dengan ibuku. Luasnya 1000m2. Rumah itu memiliki pekarangan depan yang sangat luas hingga dapat memuat kira-kira delapan buah mobil dan dibagian samping sudah diisi dengan dua mobil antik peninggalan kakek yang terkadang kujadikan mainan karena sudah tidak terpakai. Melewati pekarangan di bagian kanan terdapat pintu menuju ruangan yang dijadikan kantor. Ruangan ini berada di samping tangga dengan toilet tamu di bawah tangga tersebut. Pintu masuk dari pekarangan depan menuju kantor dan pintu ini berhadapan dengan pintu yang dibawah tangga yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam fengshui karena energi positif yang masuk akan langsung keluar. Dilihat dari pekarangan depan, sebelah kiri terdapat taman berisikan tanaman-tanaman termasuk sebuah pohon bambu yang melingkar. Ketika melewati taman tersebut, sampailah pada teras yang menuju pintu utama. Diteras, terdapat tempat duduk dan ayunan yang diikatkan pada pilar. Ketika masuk ke rumah, disebelah kanan merupakan toilet dan tangga yang berada di samping ruangan kantor dan disebelah kiri ruang tamu dengan dinding yang memisahkan dapur. dari situ terlihat pekarangan belakang, karena hanya dibatasi oleh kaca. Pekarangan belakangku juga sangat besar karena dijadikan kebun yang memiliki buah-buahan seperti mangga, pisang, jambu dan sebagainya. Tak hanya itu, kami juga memiliki dua ekor rusa dipekarangan belakang, seekor lutung dan seekor anjing. Di pekarangan belakang juga terdapat kolam ikan yang cukup luas dan didalamnya menghubungkan kamar tamu, dibawah tangga dalam. Dilantai atas, terdapat kamarku dan kamar ibuku. Lantai atas luasnya hanya setengah luas bangunan rumah kami. Ruang kamar aku dan ibuku saling berhadapan, dan dipojok terdapat gudang yang seharusnya merupakan kamar tamu dengan kamar mandi di dalam juga.

Kami tinggal berlima dengan seorang pembantu, seorang suster untukku dan supir. Usiaku masih sekita 6 tahun dan aku adalah seorang anak tunggal sehingga aku sering mengidamkan teman bermain. Ibuku adalah seorang teknik sipil yang tak hanya membangun rumahku, tetapi juga rumah tetangga sebelah.Ketika itu rumah sebelah sudah terjual kepada Pak Haji yang segera menempati rumah tersebut bersama istrinya.

Karena kami cukup akrab, aku memanggil mereka dengan sebutan 'Papa Aji dan Mama Aji'. Maklum ibuku sering pergi kerja dan pulang sore hari sehingga aku lebih sering bermain dengan mereka. Tak disangka, kami kembali menempati rumah angker kedua kalinya.

Suatu hari, Ibuku sedang pergi bekerja. Pembantuku sedang membersihkan pekarangan depan sehingga aku hanya berdua dengan susterku. Kami memutuskan ke pekarangan belakang. Disamping kolam ikan terdapat pintu jeruji besi yang menghubungkan rumahku dengan rumah sebelah. Di pintu itulah aku, susterku dan Papa Aji sedang mengobrol. Kami asik mengobrol sampai kira-kira pukul empat.

Tiba-tiba aku mendengar suara mobil dari pekarangan depan dan suara ibuku memanggil.

"Cilla! Via!" Suaranya sangat jelas seperti berteriak disamping telingaku. Via adalah nama susterku. Kami langsung berlari ke depan untuk menyambut sang ibu. Tetapi ketika kami sampai di depan rumah, kami melihat pekarangan kosong. Tidak ada mobil. Hanya semen dan pasir tertumpuk di samping rumah karena rumahku masih dalam pembangunan. Aku dan susterku berpandangan.

"Sus, tadi denger mama pulang kan?" tanyaku.

"Iyah, tadi manggil kan ya?" tanya susterku balik.

"Tadi suara mama jelas banget kok." susterku mengangguk. Kami kebingungan dan memutuskan untuk kembali masuk dan langsung menuju pintu belakang. Papa Aji masi menunggu disana.

"Papa Aji tadi denger suara mama manggil ga?" tanyaku.

"Nggak." jawabnya sambil menggelengkan kepala dan wajah bingung.

"Loh tadi yang manggil siapa?" tanya kami kebingungan. Papa Aji hanya tersenyum.

***

Ketika malam dingin datang. Kami sudah terlelap dibawah selimut masing-masing. Tepat pukul 00.05, ibuku terbangun. Ia membuka mata perlahan dan dilihatnya langit-langit kamar yang gelap. Sayup-sayup terdengar suara berisik dibawah, panci yang jatuh dan suara orang memasak. Ibuku bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur. Kamar kami terletak di lantai atas, dan tangga agak melingkar. Agak jauh untuk menuju dapur.

Indigo's LifeWhere stories live. Discover now