Aku sudah menyadari ini sejak lama, Daniel benar-benar menarik perhatian banyak orang. Hampir semua orang melirik ke arah kami selama perjalanan kami ke kantin, terlebih para perempuan. Dan, Daniel terlihat tidak peduli dengan semua itu, seakan dia telah terbiasa.
Terus, kenapa dia seperti orang yang gak punya teman? Dia selalu sendiri. Melihat bahwa dia cukup populer di sekolah ini, pasti tak sedikit yang ingin berteman dengannya.
Ah, Ezra bilang dulu mereka berteman. Kapan?
"Apa aku setampan itu?"
"Uhuk! Apa?" Ah, tenggorokkan ku!
"Kamu gak makan dan hanya melihatku. Apa aku setampan itu sampai kamu gak bisa berhenti menatapku?"
Hei! Hei! Apa-apaan tanda 'V' di bawah dagu itu!
"Gila! Aku gak bisa lagi membedakan rasa percaya diri dan tak tahu malu." Balasku. Yah, lebih baik aku menghabiskan makanan di depanku saja.
"Kamu makan dengan lahap."
Aku menoleh, menatap Daniel. Apa dia akan mengejekku sekarang? Seperti Liam yang mengejekku, babi.
"Kupikir kamu punya nafsu makan yang kecil karena sering melewatkan jam makan siang." Ucap Daniel lagi.
"Itu karena aku gak suka makan sendiri." Gumamku pelan.
Aku lebih sering ditinggal sendiri di rumah dan orang-orang yang mendekatiku tak lebih dari orang-orang yang mengharapkan sesuatu dariku, itu sebabnya aku tak punya banyak teman. Namun, aku gak masalah dengan hal tersebut. Aku gak merasa kesepian juga. Meski begitu, aku gak suka berada di meja makan sendirian. Itu membuatku merasa menyedihkan.
"Aku akan menemanimu mulai sekarang."
"Hah?"
"Ayo, makan siang bersama mulai sekarang. Kamu selalu suka makan sejak dulu dan itu sangat menyenangkan untuk dilihat."
Sejak dulu?
Apa dia sedang membicarakan waktu kami kecil? Sebenarnya sejak umur berapa kami bertemu? Aku tidak ingat apa-apa selain apa yang kuterima hari itu.
"Kamu sudah selesai? Mau temani aku ke perpustakaan dulu, ada buku yang ingin kupinjam."
"Ah? Iya. Oke."
Sebentar, kenapa aku mendadak jadi penurut gini? Gak, bukan itu yang terpenting. Barusan Daniel bahas tenang "dulu" haruskah aku bilang kalau aku gak ingat apa-apa? Bagaimana kalau dia salah paham? Bagaimana kalau dia terlanjut bersemangat bertemu teman kecilnya dulu padahal aku gak tahu apa-apa? Aku bahkan gak tahu kami sedekat apa dulu? Apa sangat dekat sampai dia bersikap ramah sekarang? Maksudku, dia terang-terangan menjauhi orang lain tapi dengan percaya diri menjemput ke kelasku.
"Kamu ingat kalau besok ada acara klub fotografi, kan?"
"Hah? Ah, iya. Ingat." Aku mengangguk pelan. Enggak, sebenarnya aku lupa dan sudah membuat janji pergi ke amusement park bersama Kak Theo dan Kak Yuda.
"Boleh aku jemput? Kita bisa berangkat bareng."
"Hah?"
"Astaga, sebenarnya apa yang kamu pikirin sampai terus-terus berkata "hah" Nia."
"Hah?"
Bentar! Bentar! NIA?
🌻
Sepertinya aku kemarin terlalu gegabah karena isi kepalaku yang tak penting hingga mengiyakan tawaran Daniel dan melupakan fakta bahwa ketiga Kakakku berkumpul di rumah. Liam cukup mudah dihadapi, namun beda cerita dengan Kak Theo dan Kak Yuda. Ini seperti duduk dalam duri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIGARA [TELAH TERBIT]
Romance[ Telah terbit di @teorikatapublishing ] Kania, seorang gadis yang cenderung menjauhi interaksi sosial, tiba-tiba terperangkap dalam hubungan yang rumit ketika takdir membawanya bersama Daniel, kakak kelas yang dia benci. Pertemuan mereka mengungkap...