Bab 24

14 7 4
                                    

            Aku keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka, memastikan mataku gak lagi merah dan memberikan tanda-tanda bahwa aku baru saja selesai menangis. Aku belok kiri, menyusuri koridor rumah sakit. Berencana menemui penanggung jawab acara dari klub literasi. Aku melewati area taman kecil di bagian lain bangsal rawat inap anak-anak. Langkahku terhenti saat mendapati sosok yang gak asing sedang berpelukan seorang perempuan di antara jalan setapak masuk ke taman dan koridor rumah sakit.

"Daniel? Siapa perempuan yang dia peluk?"

Aku menatap lamat-lamat, perempuan itu mungkin seumuran denganku. Baru beberapa menit yang lalu aku berhasil menenangkan diri, kenapa sudah ada yang bikin emosi lagi? Daniel yang kukenal gak mungkin memeluk seseorang sembarang orang, tapi memangnya aku sudah mengenal Daniel sebaik apa? Seketika kata-kata Liam terlintas di kepalaku. Mungkin saja Liam benar dan akulah yang bodoh selama ini?

"Kania!"

Aku menoleh, suara Ditto menggema di koridor rumah sakit. Aku berbalik lagi, benar saja. Daniel melihat ke arah kami, suara Ditto pasti cukup nyaring hingga terdengar ke telinganya.

"Uh? Bukannya itu Kak Daniel?" Ditto yang menghampiriku memberikan pertanyaan bingung.

"Iya. Ayo, kita pergi. Gak usah ganggu mereka." Aku menarik lengan Ditto menjauhi tempat tersebut. Berjalan ke arah yang berlawanan.

"Siapa perempuan tadi?"

"Aku gak tahu."

"Kamu gak marah? Kenapa gak kamu samperin?"

"Buat apa?"

"Kamu kan pacar Kak Daniel."

"Kami gak pernah pacaran!"

"Hah? Tapi—"

"Apa masih ada kegiatan setelah ini? Kita sudah dapat banyak bahan untuk dikumpulkan, kan?" Aku memotong kalimat Ditto. Aku gak ingin memikirkan apapun sekarang. Kepalaku mulai terasa sakit.

"Iya, tapi bisa lepasan tanganku dulu? Cengkramanmu terlalu kuat."

Aku menoleh pada Ditto, kemudian melihat tanganku yang mencengkram lengan Ditto. Bahkan ada bekas kuku di kulitnya karena aku mencengkramnya terlalu kuat.

"Maaf."

"Gak apa. Kamu mau langsung pulang? Anak-anak yang lain mengajak untuk jalan-jalan bareng terus makan bareng."

"Klub fotografi dan klub literasi?"

Ditto mengangguk. "Mereka ngajak pergi ke pantai."

"Pantai? Kamu tahu jarak dari sini ke pantai terdekat itu lebih dari dua jam!" Aku melihat jam tangan, dan sekarang sudah jam tiga sore.

"Banyak yang mau lihat sunset di pantai."ucap Ditto, memberi penjelasan.

"Hahh, ada-ada saja. Dan besok kita masih harus masuk sekolah."

"Jadi kamu gak mau ikut?" Ditto kembali bertanya.

"Nia!"

Aku dan Ditto berbalik bersamaan. Di belakang kami, Daniel berlari mendekat.

"Ikut, tapi aku pergi bareng kamu." Aku menatap Ditto lamat-lamat, sangat berharap dia akan setuju dengan ajakanku.

"Uh... Oke." Ditto ragu-ragu menjawab. Meski begitu, dia setuju untuk pergi bersamaku.

KANIGARA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang