Bab 16

35 18 7
                                    

Hari ini, Kak Yuda yang bertugas menjadi supir pribadiku. Terkadang aku berpikir, apa kami benar-benar membutuhkan jasa Pak Agus di rumah? Hanya aku yang tak bisa berkendara di rumah dan tidak diperbolehkan pergi keluar sendirian, tapi ketiga kakakku yang bodoh selalu menawarkan diri untuk mengantarku, mengambil alih kerjaan Pak Agus.

"Kenapa kamu sibuk banget, heh." Keluh Kak Yuda, berhasil memarkirkan mobil di parkiran kafe. Hari ini aku ada janji kerja kelompok pelajaran Sejarah, karena presentasinya tiga hari lagi. Hanna, si ketua kelompok, bersikeras untuk segera menyelesaikannya bersama.

"Yah, kan? Nia juga pengennya setelah sekolah langsung pulang dan tidur." Balasku. Keluar dari mobil. Kak Yuda pun ikut keluar.

"Kamu ingat kan kalau kakak balik ke London sabtu ini."

"Ingat. Tapi, kenapa kakak ikut masuk?"

"Theo nitip kopi. Kalau kamu ingat, luangkan lebih banyak waktu untuk kakakmu ini." Ekspresi cemberut Kak Yuda sangat berlawanan dengan penampilan garangnya, anehnya itu terlihat menggemaskan. Kalau aku tertawa, dia pasti marah. Apa ini yang orang-orang sering sebut dualitas?

"Kania!"

Aku menoleh, ternyata Asha, Yuvi dan Hanna sudah sampai dan mengambil meja di lantai pertama, tak jauh dari kasir. Aku menghampiri ketiganya, meletakkan tasku di kursi kosong. Mereka mengambil meja yang luas, sepertinya kafe ini memang banyak kunjungi sekelompok grup seperti kami.

"Apa aku terlambat?" Tanyaku. Melihat meja kami belum penuh, aku dapat menduga mereka juga belum lama sampai.

"Gak, kami juga baru sampai." Balas Hanna, mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.

"Astaga, Kania. Siapa dia?" Asha dengan heboh menunjuk Kak Yuda yang sedang memesan minuman di kasir.

"Wow, dia tampan dan gagah. Wah, sepertinya Kania kita ini pemain ahli. Satu di sekolah dan satu di luar sekolah, hah?" Yovi yang tak kalah bersemangat ikut menimpali.

"Sepertinya tipe mu cowok yang lebih tua, ya."

"Tapi, sepertinya dia jauh lebih tua dari kita. Sugar daddy?"

Asha dan Yovi terlalu heboh dengan asumsi mereka sendiri sampai aku bingung mulai darimana aku harus memperbaiki spekulasi menyimpang mereka.

"Orang itu kakak kedua, Kania." Pada akhirnya Hanna lah yang angkat bicara.

"KAKAK!?" Asha dan Yovi berteriak serentak. Apa jawaban Hanna sangat mengejutkan?

"Berapa jarak umur kalian?"

"Sepuluh tahun.." Balasku. Sepertinya rasa penasaran Asha malah makin bertambah.

"Nia!" Kak Yuda menghampiri meja kami dengan dua bungkus plastik transparan berisikan empat gelas kopi dan satu kotak kue.

"Kenapa kakak beli banyak banget?" Tanyaku. Bukannya cuma membeli pesanan Kak Theo?

"Sebagian untuk kakak. Ah, kakak sudah pesan minuman untukmu dan cemilan untuk kalian belajar, kalau kurang beli lagi dengan ini. Chat kakak kalau sudah selesai." Ucap Kak Yuda, memberikan kartu kreditnya.

"Oke. Thanks, Kak." Aku meraih kartu kredit Kak Yuda dengan cepat. Senang karena uang jajanku tak akan berkurang jika aku belanja dengan kartu kreditnya.

"Lalu, bilang sama temanmu kalau kakakmu ini bukan orang mesum yang suka mendekati anak di bawah umur dan kamu bukan orang berkekurangan sampai membutuhkan sugar daddy." Kak Yuda tersenyum kecil padaku dan berbalik keluar kafe setelah selesai menyampaikan pesannya.

Uuhhmm... tapi, Kak. Kakak baru saja menyampaikan langsung di depan kedua teman-temanku.

"Kania, kakakmu sangat menyeramkan.."

KANIGARA [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now