12 - 𝙷𝚊𝚛𝚜𝚊 𝚍𝚊𝚗 𝙻𝚊𝚛𝚊

613 308 200
                                    

Seusai mengatakan itu Gavin beranjak pergi untuk membeli minuman kepada pedagang di sana.
Farina yang melihat punggung Gavin mulai menjauh menatap sendu kearah depan, dan bergumam dalam hati.

"Maaf Gavin aku belum bisa memberitahu kamu tentang penyakitku, nanti di waktu yang tepat aku akan jujur padamu."

Gavin sedang berjalan mantap ke arah Farina, setelah berada di depannya Farina terlihat seperti melamun duduk di kursi kosong yang tersedia.

"Kamu baik-baik aja Naa?" tanya Gavin yang duduk di samping Farina seraya tangan kekarnya membuka tutup botol lalu menyodorkan sebotol air putih bermerk Le Minerale."Nih minum dulu."

Dengan cepat Farina menghabiskan sampai tandas tak tersisa."Iya aku baik-baik saja terima kasih Vin."
Sejujurnya ia tidak baik-baik saja cukup banyak pikiran berperang di benaknya.

Gavin yang mendengar respon Farina bahwa ia baik-baik saja merasa bukan jawaban ini yang ia inginkan, Gavin merasa Farina sedang tidak terbuka dan membuatnya curiga."Iya sayang."

Secara tidak sengaja Gavin peka mungkin Farina sedang memikirkan masalah yang ia belum tahu, terlihat ada tatapan sendu saat ia beradu pandang dengan Farina.

"Tenang saja, aku akan selalu di sampingmu," imbuh Gavin, menepuk pelan bahu Farina seolah menyemangatinya.

Farina mengangguk, cairan
bening keluar tanpa permisi di pipinya."Thanks,Vin"bisiknya. Farina memeluk Gavin.

Gavin membalas pelukan kekasih
nya mencoba memberi ketenangan untuk nya. Hatinya terenyuh merasakan sakit ketika melihat orang tersayang menangis. Ia menyeka air mata Farina dengan tangannya dan mengelus surai rambut hitam miliknya.

Farina sebenarnya tidak ingin terlihat lemah dengan ia menangis didepan orang lain, tapi telat Gavin sudah tahu persetan dengan malu dan ia mungkin bisa menganggapnya cengeng ataupun kasihan. Tapi Farina juga manusia bukan? menangis adalah bagian dari hidup.

Dengan ia menangis bisa melegakan. Sekaligus penghilang stres, meningkatkan suasana hati yang kacau, detoksifikasi tubuh dan melepaskan endorfin atau bahan kimia untuk dapat merasakan perasaan yang lebih baik.

"Hari ini terasa menyenangkan ya Vin? kamu tadi terlihat lihai dalam melewati tikungan." Ucap Farina mencoba mengalihkan situasi ini.

"Iya padahal bisa saja aku tadi ngalah demi kamu."

"No, di sini kita berduel sebagai musuh tanpa melibatkan perasaan dan kasihan seperti kita tidak saling kenal tapi tujuan sama untuk menang."Jawab Farina.

Gavin hanya mengangguk."Lebih menyenangkan karena aku bersamamu, kamu semestaku dan akan selalu seperti ini."

Farina sempat tersihir ucapan Gavin, pipinya bersemu merah merona namun ia tidak ingin terlalu terbawa perasaan."Halah biawak cowok emang ucapannya manis."

"Cih aku ganteng gini dibilang biawak?" Gavin cukup percaya diri."Soal perasaan aku jujur dan tulus Naa ga semua cowok begitu."

Dari manik mata Farina dapat melihat kejujuran dan ketulusan tidak ada tanda-tanda kebohongan dari seorang Gavin Arghaza.

Gavin mendekat kearah wajah Farina jarak keduanya semakin intim dan memperkikis jarak, Farina memejamkan matanya menikmati aroma mint yang menguat dari nafas Gavin. Ia dengan refleks menutup bibirnya.

"Hidungmu ada ingusnya udah aku lap dengan tisu." Gavin tadi sempat merogoh saku celana untuk mengambil tisu yang selalu ia bawa, melihat Farina terdapat ingus mungkin ia belum menyadari akibat nangis jadi ia mencoba membantu nya.

Sontak Farina melek dan melototkan pupil matanya mencoba menoleh kearah samping guna menutupi rasa malu mau ditaruh dimana mukanya kalau gini sial ia tak menyadari.

Farina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang