Dua Puluh

10 2 0
                                    

"Assalamualaikum Ziii Ziii,” Ucapnya sambil mengetuk pintu.

“Wa'alaikumsalam,” Ucap Zia.

“Tumben banget Icaaa siang-siang gini kerumah,”Ucapnya sambil membukakan pintu.

Belum disuruh masuk pun Farisa nyelonong masuk ke rumahnya Zia,dan duduk tanpa diperintah,tidak heran memang jika sudah berteman sejauh ini,rumah Zia pun sudah ia anggap seperti rumah sendiri.

Ada apa caaa,kaya ada yang penting aja, biasanya kalau ada apa-apa ngechat doang.”

“Penting banget Ziii,” Ucapnya dengan meyakinkan.

Farisa mulai membuka obrolan intinya dengan Zia.

jadi gini Ziii,kemarin-kemarin itu abang selalu nanyain tentang kamu,nanyain bunga kesukaan kamu apa, terus nanyain apa aja yang kamu suka, curiga kalau abang aku itu suka sama kamu,” ucap Farisa sambil cengengesan.

“Heh astagfirullah Icaaa,” Ucapnya sambil menepuk punggung Farisa.

“Aku aja udah anggep abang kamu kaya abang sendiri, begitupun sebaliknya abang kamu ke aku.”

“Ya lagian abang aku tumben banget Ziii nanya-nanya tentang kamu,jadikan jiwa-jiwa kepoku meronta-ronta,mangkanya aku tanyain langsung ke kamu, siapa tau abang aku ada gombalin kamu gitu,” Ucapnya sambil tertawa.

“Udah,udah jangan ngaco kamu.”

“Iya,iya ibu ustadzah, cuman memastikan aja sebenernya,kalaupun bener abang suka sama kamu, aku pasti bantu abang sih buat deket sama kamu, siapa coba yang gak mau punya kaka ipar kaya kamu, cantik, rajin, sholehah apalagi,” Ucap Farisa sambil lari keluar rumah Zia.

“Astagfirullah,FARISAAAAA.”

“Emang bener-bener yaa Icaaa,” Ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Tidak heran memang jika mereka seperti itu, pertemanan yang mereka sudah terjalin sejak kecil,membuat mereka tidak lagi saling canggung satu sama lain.

“Eh tapi bentar,bunga,terus cokelat yang semalam aku temuin diatas meja teras rumah kemarin itu apa mungkin ada hubungannya sama abang,”Ujarnya dalam hati sambil berpikir keras.

Zia baru ingat ternyata abang Farisa itukan temen sekaligus anggota geng yang diketuai oleh Riko.

“Apa jangan-jangan……….” Ucapnya sambil meyakinkan jika memang semuanya benar pemberian dari Riko.

Zia segera menepis-nepis pikirannya yang memang mengarahkan pada Riko,menghindari kegeeran yang melanda dirinya.

“Tapi kenapa sekebetulan ini,cokelat,terus semalem juga Riko ngefollow sosmed aku, kebetulan macam apa ini,” Ucapnya sambil senyum-senyum tanpa ia sadari.

“Astagfirullah,apa-apaan sih,” Ujar Zia sambil memukul kepalanya.

“Jangan gr dulu Ziii siapa tau bukan Riko yang ngirim hadiah-hadiah kemarin,” meyakinkan dirinya agar tidak terjatuh semakin dalam kepada Riko.

Tak mau berlama-lama memikirkan hal itu,Zia masuk kedalam rumah,yang ada hatinya akan makin berkecamuk.

Padahal baru saja semalam dirinya berjanji untuk seikhlas mungkin, tapi hari ini, detik ini rasanya terguncang kembali perasaanya, runtuh sudah pertahanan Zia.

Jawaban-jawaban doanya seolah terjawab, padahal bisa jadi itu sebuah teguran agar dirinya tidak mudah jatuh berlarut dalam cinta manusia.

Kemarin berjanji untuk ikhlas,tapi detik ini seolah terpending.

“Mau sampe kapan Ziii kamu ingkar terus sama janji kamu sendiri,” Ucapnya pelan.

Pipinya basah bukan karena air hujan, tapi karena air matanya yang jatuh, Zia tertunduk, lelah rasanya dirinya masih terombang ambing mengendalikan perasaannya sendiri.

Hijrah JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang