O2

203 47 3
                                    

[Jakarta, 2005]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Jakarta, 2005]

HARI pertama di sekolah baru, Aresa sudah menggunakan seragam putih dan celana merah baru—karena sekolah lamanya seragamnya putih-putih. Bocah mungil itu tampak tenggelam dalam seragamnya yang sengaja dibelikan satu ukuran lebih besar.

Diantar oleh Mama Windi, Aresa melangkah ceria mengikuti ibu guru menuju kelas barunya.

Kelas yang tadinya ramai, seketika hening begitu melihat kehadiran wali kelas. Bisik-bisik pelan mulai terdengar hingga memasuki telinga Aresa.

"Aresa, sini, Nak!"

Ibu guru yang Aresa tahu namanya Bu Susi tadi memanggil namanya, meminta Aresa untuk masuk ke kelas. Kepala Aresa menoleh pada mamanya sebentar, sebelum kemudian salim dan masuk ke kelas.

Bu Susi tersenyum lalu meletakkan dua tangannya pada bahu mungil Aresa.

"Anak-anak, hari ini kelas kita kedatangan murid baru," ucap Bu Susi. Kemudian ia sedikit menundukkan kepalanya ke arah Aresa. "Ayo, Nak, perkenalkan diri kamu."

Aresa melirik Mama Windi yang masih berdiri di dekat pintu, kemudian menatap satu persatu calon teman barunya. Hingga tatapan Aresa berhenti pada satu anak yang dikenalinya. Senyum Aresa mengembang.

"Hallo, teman-teman! Nama aku Aresa Hardian. Kalian bisa panggil aku Aresa. Aku pindah dari Semarang," ucap Aresa sambil menyunggingkan senyumnya.

Murid-murid kelas 4A tampak kembali berbisik-bisik sambil bergumam "Oh.. namanya Aresa."

"Ada yang mau ditanyakan ke Aresa?" tanya Bu Susi pada murid-muridnya.

Tampak satu tangan terangkat dan Bu Susi langsung mempersilakannya bertanya.

"Aresa, kamu umurnya berapa?"

Anak perempuan yang Aresa tidak tahu namanya itu tiba-tiba menanyakan usianya, membuat Aresa memiringkan kepalanya bingung.

"Eung? Umurku 9 tahun," jawab Aresa.

Kali ini seorang anak laki-laki berambut cepak yang duduk paling belakang ikut menyahut. "Kamu kayak anak kelas satu SD!" celetuknya.

Mendengar itu, Aresa merengut tidak suka. Ia memang mungil, tapi tidak semungil itu. Dia benar-benar berusia sembilan tahun.

"Sudah, sudah!"

Bu Susi memilih menengahi melihat raut Aresa yang berubah. Beliau pun mempersilakan Aresa untuk duduk di salah satu bangku kosong, tepat di sebelah anak lelaki manis dengan rambut sedikit coklat.

"Hai, Aresa!" sapa anak itu.

"Hallo juga," balas Aresa. "Nama kamu siapa?"

Anak itu mengulurkan tangannya. "Nama aku Hema."

Aresa menyunggingkan senyumnya sebelum membalas uluran tangan anak bernama Hema tersebut.

Mereka pun kembali ke posisi masing-masing setelah Bu Susi meminta anak-anak untuk membuka buku mereka. Sedangkan Aresa melirik ke arah jendela dan melihat Mama Windi yang melambaikan tangan, sepertinya akan berpamitan—membuat Aresa balas melambaikan tangan mungilnya.

FIRST AND LAST | NORENWhere stories live. Discover now