10. Sate

242 24 6
                                    

🐲🐲SELAMAT TAHUN NAGA🐲🐲

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🐲🐲SELAMAT TAHUN NAGA🐲🐲

.

.

.

"Malam, Mas Gunamel." sapa Sean yang masuk begitu saja ke dalam kamar Yibo. Tanpa permisi.

Yibo hanya bisa pasrah saat lagi-lagi Sean mengganggunya.
"Ketok dulu, bisa?" protesnya. Sean yang hendak duduk itu tersenyum canggung, ia bawa langkah kakinya keluar dari kamar Yibo, dan menutup pintunya seperti semula.

Yibo yang melihat itu menghela napasnya lelah. Lelah! Sungguh lelah, dengan kelakuan Sean.

Sudah 3 hari semenjak dirinya sakit, Sean terus-terusan menjenguknya tanpa jeda.
Dan karena itu, Wuri yang seharusnya merawat dan menjaganya. Menjaga cucu gantengnya. Melemparkan tanggung jawabnya pada Sean.

Dan anehnya, Sean mau-mau saja.

Sebab Wuri juga tengah disibukkan dengan kegiatan di desa sebelah, entah rutinan apa yang tengah diselenggarakan.

Mengetuk pintu sekali, Sean masuk kembali dengan senyum kalemnya.
"Malam, mas.."

"Hn."

"Sudah makan belum?" Tanya Sean yang membuka bungkusan yang ia bawa.
"Sate mau?" tawarnya.

Yibo yang memang belum makan malam itu mengangguk mengiyakan. Kebetulan dia juga sedang ingin daging yang dibakar.
"Boleh, asal bukan kambing."

Sean tersenyum.
"Bukan kok, sebentar saya ambil piring."

Sean mengambil 2 piring, satu untuk Yibo dan satu lagi untuk Sean sendiri. Sean juga belum makan malam.
Tak lupa Sean juga mengambil 2 kaleng soda untuk mereka.

"Mas Gunamel, pakai lontong atau nasi?"

"Lontong."

"Pakai sambal kacang?"

"Ya."

"Pakai-"

"Ya."

"Belum selesai ngomongnya, Mas."

"Terserah, sini." ujar Yibo yang tak sabaran kalau harus meladeni tingkah Sean. Mending dia meracik satenya sendiri.

Sean menatap Yibo dengan pandangan yang sulit di artikan. Yibo melihatnya sekilas, lalu kembali menaiki ranjangnya.

Meneguk kaleng soda hingga seperempat, Yibo mencoba memakan satenya dengan perlahan.

"Apa kamu!" ucap Yibo kaget, saat tangan Sean terulur pada pelipisnya yang berkeringat.

Sean mengangkat sebelah alisnya, kemudian tersenyum.
"Mas Gunamel berkeringat banyak, gerah ya? Mau saya buka jendelanya?" tanya Sean, lalu di bukanya jendela kamar itu hingga angin langsung menghembus masuk.
"Padahal saya merasa dingin." ucap Sean yang sedikit terkekeh. Lalu kembali duduk untuk memakan satenya yang sempat tertunda.

Yibo hanya melihat Sean dengan diam. Tapi sorot matanya memancarkan kewaspadaan terhadap Sean.

Sean balik menatap Yibo, masih dengan senyum. Senyum yang perlahan menjadi senyuman malu.
"Makan Mas, jangan liatin saya terus."

Yibo membuang arah pandangnya dan mendengus.

-

"Enak?" tanya Sean pada Yibo. Sean sudah menyelesaikan makannya, bahkan sudah membawa piring bekasnya ke dapur.
"Kalau Mas Gunamel suka, besok saya bawakan lagi."

Yibo mengangguk gengsi, "Terserah!"

Tapi Yibo akui, memang sate yang dibawa oleh Sean sangat lezat. Belum pernah Yibo memakan sate seenak itu.

Tekstur dan rasa dagingnya begitu berbeda, pembakaran dagingnya juga pas. Sesuai selera Yibo.
"Sate apa itu tadi?" tanyanya gengsi.

Gerakan Sean terhenti saat membereskan bungkus juga piring bekas Yibo. Perlahan Sean menatap Yibo dan menampilkan senyum manisnya.
"Sate daging, Mas."

Yibo mendengus.
"Iya tau itu daging! Tapi daging apa?"

Sean menegakkan tubuhnya.
"Kelinci." Jawab Sean santai.

Mata Yibo membulat terkejut. Dia tidak salah dengar, Kan?
"APAA?!!!"

"Kelinci, Mas. Enakkan?? Besok saya bakarin lagi, agar mas Gunamel cepat sembuh." ucap Sean dengan senyum ramahnya.

HOEEKKKK!!

"Loh? Mas?!"















Waaaaaaa : 🦖


Bang Sean Where stories live. Discover now