02. Peron 9¾

5 1 0
                                    

---

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

---

"Silahkan nona." Para pengawal yang diutus tiap kali aku pulang sekolah mempersilahkan ku untuk masuk ke dalam mobil. Bila kalian bertanya-tanya mengapa aku tidak mencoba kabur? Sudah kulakukan, berulang-ulang kali, bahkan sejujurnya tiap pulang sekolah aku mencoba untuk mencari jalan keluar agar lepas dari kekangan keluargaku. Namun dikarenakan kejadian kemarin malam, membuatku bungkam dan menerima kenyataan bahwa diriku tak akan pernah bisa bebas dari jeratan setan yang ayahku buat sendiri.

Melapor? Sudah kulakukan, semuanya. Segala cara apapun sudah ku coba untuk lepas dari sini. Tetapi tak ada yang percaya, tak ada yang memepercayaiku. Ayah mendoktrin orang-orang bahwa anaknya sakit mental setelah ditinggalkan oleh ibu, ia memiliki kuasa, terkenal baik dimuka umum sebagai pemimpin bertanggung jawab yang berwibawa. Wajar orang-orang percaya padanya, akan tetapi, dibalik muka tebalnya itu tersimpan iblis bengis nan bejat. Harusnya yang sakit mental itu dia, bukan aku

Melajulah mobil itu dengan kecepatan normal, melintasi beberapa murid sekolah yang tengah berjalan kaki bersama teman-temannya. Bersenda gurau hingga tawanya terlihat begitu lepas. Sepasang netraku yang memandangi pemandangan hangat itu mulai memanas. Hatiku terenyuh, begitu pilu rasanya saat memandangi kehidupan normal anak lainnya yang begitu ku dambakan. Mendadak hatiku pedih seolah tengah diremat dengan tangan-tangan bersarung duri.

Tak butuhlah aku uang-uang berlimpah ini. Tak payah akan layanan pelayan serta mobil yang selalu ada. Sungguh aku tak mengingkan itu, aku rela bertukar dengan segala kehidupan melimpahku dengan seonggok sampah asal dapat terlepas dari semua ini.

Diam-diam air mataku kembali meleleh, mengalir dan menumpuk deras pada kelopak mataku. Kuingin Tuhan mengerti diriku, namun aku hanyalah manusia biasa dengan harapan penuh kehampaan.

Sesampainya dirumah, aku masuk melangkah ke dalam ke ruangan yang isinya dipenuhi chandelier-chandelier yang mati. Ah? Tidak ada orang kah? Tadi pun aku tak melihat mobil ayah, apakah dua orang itu sedang pergi.

Syukurlah, inilah saat yang kutunggu-tunggu.

Percuma bila mencoba kabur, seluruh rumah ini sudah dijaga oleh pengawal. Mereka telah diperintahkan agar tak membiarkanku lepas dari rumah ini, karena aku akan dijadikan 'selanjutnya'. Maka dari itu aku segera berlari secepat mungkin, menuju dapur dan mengambil pisau yang pas sekali ada diatas meja.

Akhirnya, setelah ini tidak akan ada lagi rasa ketakutan. Aku bebas!

Pisau itu ku letakkan pada urat nadi pergelangan tangan kiriku. Aku tersenyum lebar saking gembiranya hatiku. Kapan terakhir kali aku merasa sesenang ini?

Tak ingin membuang waktu, pun juga tak mau ada satu pelayan yang memergokiku. Ku tarik napasku yang getir akan keantusiasan, lalu kukumpulkan seluruh tenaga, bersiap memotong urat nadiku sendiri dengan sekuat tenaga.

Ketika aku sudah mulai menggesek, mendadak suatu suara menggangguku.

Pip!

Bzzt..

Mimpi yang Membawa Awan ke Peron 9¾ [YEONJUN × SAKURA]Место, где живут истории. Откройте их для себя