05. Tiada Lagi Neraka

6 1 0
                                    

---

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

---

Langit-langit pastel itu digantikan dengan paduan warna yang jauh lebih gelap dibanding tadi. Warna biru cerah itu berubah menjadi biru gelap layaknya langit malam pada umumnya, namun berhias warna merah serta keunguan disekitarnya. Awan-awan putih tadi berubah warna menjadi soft pink bak kumpulan pohon sakura yang bertengker diatas langit-langit, tampak sangat cocok ketika dipadukan dengan gelapnya langit yang disertai cahaya putih lembut bulan. Sinar dari sang rembulan penguasa malam terlihat tiga kali lipat lebih besar dibanding bulan pada umumnya, bahkan kini diriku dapat melihat permukaan-permukaan itu yang bertekstur.

Kami akhirnya turun diatas tebing yang cukup tinggi, setelah menurunkan kami, naga tadi kembali terbang tinggi, dan jatuh dengan tajam menerobos lautan biru yang memancarkan sinar terang disana. Lautan biru langit tadi menjadi lautan yang dipenuhi cahaya di tiap airnya, partikelnya tercerai berai akibat ledakan dahsyat dari sang naga air tersebut yang terjun masuk ke kedalaman lautan. Walau luas tak berujung, lautan disini sangat bersinar, terang mengalahkan cahaya rembulan. Aku seperti melihat pertarungan antara laut dan bulan yang saling beradu mana yang lebih bersinar diantara mereka.

Di ujung tebing itu ada pohon yang sudah kami lewati saat menuju pantai tadi. Bila kalian lupa, itu pohon yang mengeluarkan cahaya seperti embun di dalamnya. Namun ketika malam tiba embun itu sudah tidak ada. Namun tahukah kalian? Bahwa ketika matahari sudah terbenam, mereka memekarkan ranting-ranting tipis di batangnya, dan diujung ranting itu terdapat bulatan kuning kejingga-jinggan layaknya pengganti penerangan mereka disaat hari mulai tidur.

Begitu unik sekaligus memukau. Seperti lampu-lampu kecil yang biasa digantung pada kamar-kamar.

Aku dan Mimpi memutuskan duduk di bawah pohon itu, kami duduk bersebelahan tepat diatas akarnya yang besar. Memandangi langit-langit yang bagaikan pemandangan bawah laut sebab ikan-ikan yang tiada habisnya melintasi awan-awan.

Ku pandangi mereka dengan bibir yang tiada hentinya terukir ke atas. Hari ini, aku begitu banyak tersenyum. Rasanya melelahkan karena biasanya bibirku hanya terus-terusan melengkung kebawah. Namun, lelahnya tersenyum masih bisa ku tanggung sepenuh hati dibandingkan harus menghadapi hari-hari mengerikan seperti biasanya.

"Aku tida ingin kembali." Ucapku tiba-tiba. Bibirku dengan spontan mengeluarkan kata-kata tersebut. Seuntai kalimat dari seluk terdalam hatiku.

Mimpi menoleh padaku yang masih memandangi langit. Senyum ku pudar, berganti dengan air mata yang mulai mengalir setetes dari ujung kelopak mataku.

Mengingat apa yang terjadi sebelumnya di duniaku, membuatku begitu trauma. Walau ayah dan kakak sudah dihabisi, aku pasti akan dijadikan buron karena telah membiarkan penjabat menteri seperti ayahku mati mengerikan seperti itu. Mereka tak tahu kebenarannya, dan hanya akan menyalahkan aku ketika aku kembali.

Aku takut, dan aku tak ingin meninggalkan dunia indah ini. Mereka adalah tempatku, satu-satunya tempat teraman untukku. Tempat dimana aku bisa menjadi Awan sesungguhnya. Tempat yang membuatku bebas.

Bersama Mimpi.

Angin bersepoi menyapu wajah nanarku, aku mulai tersengguk.

"Kamu tidakakan kembali." Suara dalam Mimpi yang menyejukkan membuatku menengok ke arahnya dengan mata nanar yang dipenuhi air mata.

Mimpi mengukir senyum, senyum terindah yang pernah kulihat. Bahkan jauh lebih indah dibandingkan tempat ini. Senyuman Mimpi mengalahkan keindahan dunia ini. Dan aku tak ingin kehilangan senyuman itu.

"Sejak awal tempat ini dibuat untuk kamu, begitu pun aku." Aku membulatkan mataku saat mendengarnya.

"Aku tumbuh disini sendirian. Tidak ada siapapun selain naga air itu yang bisa mengerti diriku. Dialah yang merawat ku sedari kecil." Aku hampir tersedak. Itulah kenapa naga tadi begitu jinak dengan kita. Karena ia sudah mengenal Mimpi begitu lama, di tempat ini.

"Tapi, beberapa tahun yang lalu, tepatnya aku kurang ingat kapan. Ada yang meminta pertolongan untuk bebas." Mimpi menyenderkan tubuhnya pada batang pohon raksasa itu, menekuk kaki kanannya dan menaruh siku tangannya di lutut itu.

"Aku senang karena aku pikir aku bukan satu-satunya manusia disini. Tapi setelah aku cari ke sepenjuru negeri ini, tidak ada satupun manusia yang tersisa selain aku." Diriku mendengarkannya dengan seksama ceritanya.

"Aku sadar kalau suara yang selama ini aku dengar bukan dari dunia ini, akhirnya aku cari tahu bagaimana caranya pergi ke dunia lain untuk mencari suara yang terus-terusan terngiang di kepalaku." Ia menjedanya, masih memandangi langit-langit yang mulai menjatuhi sinar keemasan.

"Kemudian berhasil, aku bisa ke dunia lain itu. Dan aku menemukan kamu." Dirinya menoleh, bibirnya terulas lembut, netra pualam itu mengarungi pikiranku yang tengah terpaku akan segala pelikan katanya.

"Kamu Awan. Kamu yang selama ini memanggil ku, dan akhirnya aku datang. Untuk membebas kan kamu, dan mengantarmu ke tempat dimana kamu seharusnya berada." Aku terkesiap, tertegun sejenak setelah usai Mimpi berkata.

"Karena itu, aku pikir kamu merindukan dunia kamu setelah ini. Tapi, kalau kamu ingin tetap tinggal disini," jedanya pada katanya, Mimpi meluruskan kedua kakinya, tangannya yang tadi bersimpuh pada lututnya kini pun ikut turun. Tubuhnya menghadap ke arahku, kini kami saling bertatapan, memandangi satu sama lain dengan netra yang saling mengarungi.

Lelaki itu meraih tangan ku, menggengganmnya dengan satu tangannya. Senyum andalannya itu semakin terlihat lembut, seperti temaramnya sinar bulan yang menguar.

"ayo kita bangun negeri ini sama-sama." Suaranya penuh semangat, ucapannya yang selalu terdengar positif itu membuatku terkesima.

Lagi-lagi mataku berkaca-kaca. Awan cukuplah menangisnya, kamu tak perlu menangis lagi dan mengeluarkan air mata bodohmu itu. Mau bagaimana lagi? Diriku terlalu senang, sangat senang sampai tak menyangka bahwa hari menyenangkan ini akan tiba.

Mulai sekarang, kini dan ke depannya. Tidak akan ada lagi air mata. Aku dan duniaku, beserta Mimpi...

akan memulai hidup yang baru dibawah naungan langit dunia yang bagaikan dongeng ini.

Aku. Awan.

Telah menjadi Awan sesungguhnya yang bebas. Dan itu semua karena pemuda asing misterius yang ku beri nama... Mimpi.

 Mimpi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Mimpi yang Membawa Awan ke Peron 9¾ [YEONJUN × SAKURA]Where stories live. Discover now