02

341 36 11
                                    

Tik ... Tok ... Tik ... Tok ....

Jam dinding di kamar Gempa berdetik teratur. Ia menghibur si tuan yang tengah sibuk membuat lamunan. Pikirannya melayang entah ke mana.

Ia duduk di kursi belajarnya dengan santai. Punggungnya menyandar pada sandaran kursi, lalu jarinya memutar-putar pena hitam di sela-sela jari. Matanya menatap sayu ke langit-langit kamar, sambil bibirnya sesekali komat-kamit.

Ceklek ....

Seseorang memasuki kamarnya. Ia meletakkan nampan yang dibawa di atas meja belajar, lalu menutup pintu kamar Gempa. Ia kembali berjalan ke arah Gempa, lalu menepuk kepala sang adik perlahan.

“Gempa,“ ucapnya pelan.

Dua tepukan sudah cukup untuk membangunkan Gempa dari lamunannya. Bibirnya berhenti komat-kamit, matanya pun melirik Halilintar di sampingnya. Bibirnya mengulas senyum.

“Ya?“ Gempa menegakkan duduknya.

“Aku membawa minum untukmu,“ ucap Halilintar sambil menunjuk segelas air putih di atas nampan yang ia bawa di atas meja belajar Gempa.

Gempa menatap gelas itu bingung. Padahal ia tak meminta untuk dibawakan minum oleh siapapun, tapi kenapa Halilintar membawa minum untuknya?

“Aku ... Aku tidak meminta minum, Hali. Kenapa kamu membawakannya untukku?“ tanya Gempa heran. Alisnya menaik satu dan tangannya melipat di depan dada.

Halilintar diam sejenak. Ia melipat kedua tangannya di depan dada lalu duduk di atas ranjang Gempa yang tak jauh jaraknya dengan kursi belajar Gempa.

“Aku melihatmu akhir-akhir ini sering melamun. Katanya, banyak minum air putih bisa membantu mengurangi melamun,“ jawab Halilintar.

Gempa diam, lalu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lagi. “Begitu, ya? Terima kasih,“ ucapnya lalu mengambil gelas berisi air putih itu, lalu meminumnya.

Gempa meneguk air yang Halilintar bawa, sedikit mengurangi dahaga yang terasa di kerongkongannya. Ia minum hampir setengah gelas, lalu meletakkannya lagi ke atas nampan. Setelah itu, semula diam.

Hening...

Halilintar hanya mengamatinya. Dia melihat Gempa dari atas sampai bawah berulang kali seolah mencoba mengerti gerak-gerik Gempa.

Halilintar memasang mimik datar, namun dalam pikirannya ia terus bertanya tentang apa yang Gempa pikirkan.

Sejauh ini, Halilintar hanya tau kalau Gempa terkadang menjadi pendiam untuk suatu hal yang dianggapnya penting. Diamnya bukan karena marah atau kesal terhadap seseorang, tapi karena memikirkan sesuatu. Namun, setiap Halilintar atau elemental yang lain bertanya tentang apa yang Gempa pikirkan, Gempa selalu menjauh. Kalaupun ia menjawab, yang lain hanya mampu mendengar setengah dari jawaban asli yang Gempa pendam dari yang lainnya.

Banyak yang bilang kalau elemen tanah punya banyak rencana dalam pikirannya. Tiap mereka diam, mereka selalu memikirkan rencana-rencana itu tanpa berniat memberitahukannya kepada elemental yang lain. Itu sebabnya, banyak elemental yang berusaha mendekati Gempa untuk melihat pemikiran elemen tanah ini, termasuk Halilintar.

Halilintar penasaran bagaimana Gempa berpikir. Apa yang dia pikirkan, dan mengapa. Halilintar selalu mencoba untuk mendekati dan mengobrol dengan Gempa untuk menjawab pertanyaannya. Namun, nyatanya ia tak segampang membalikkan telapak tangan. Walau Gempa secara terang-terangan melamun dihadapannya, ia masih harus membuka topik lain yang mampu membuat Gempa tanpa sengaja mengatakan tentang apa yang ia pikirkan. Tapi, sampai saat ini dia masih belum bisa.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Together Forever : Save MeWhere stories live. Discover now