Bab 5 - Makin Terpesona

11 3 0
                                    


Banun mematut-matut wajahnya di kaca wadah bedak padat yang ia bawa. Ia memastikan apakah riasannya sudah cukup atau berlebihan. Sesekali ia tersenyum sendiri.

"Duh, bisa pecah itu kaca!" Seperti biasa, Buyung gemar sekali menggoda adiknya.

"Kak, kita mau jemput teman Kakak yang mana?" Banun mencoba bersikap baik tanpa menanggapi godaan kakaknya.

"Tuh mereka."

Buyung menunjuk ke arah dua orang yang berdiri di depan sebuah apotek. Betapa kecewanya hati Banun karena di antara kedua orang itu tidak ada orang yang ia harapkan.

"Hai, Gadis Kecil, kita ketemu lagi," sapa Hendra, teman sekamar Buyung selain Arsya.

"Hai, Banun. Kamu tambah cantik aja!" goda Galang yang terkenal playboy.

Bukan kebetulan jika Banun mengenal semua teman sekamar Buyung mulai dari Arsya, Hendra, hingga Galang. Pasalnya, sudah beberapa kali Buyung mengajak ketiga temannya itu makan malam di rumah mereka, katanya untuk menghibur sesama anak rantau yang rindu masakan rumahan.

Buyung sendiri adalah mahasiswa tingkat tiga di sebuah universitas di Kota Meteroraya. Jarak dari rumah ke kampus yang jauh membuatnya memilih tinggal di asrama kampus, terpisah dari keluarga.

Pilihan itu diambil Buyung ketika ia memasuki masa kuliah di tingkat dua. Meski harus berbagi kamar dengan 3 mahasiswa lain, tetapi Buyung merasa nyaman karena ia tidak perlu menguras energi setiap hari demi bisa pergi kuliah.

Banun hanya melempar senyum sebagai jawaban atas sapaan Hendra dan Galang. Dalam hati kecilnya ia masih menyimpan asa, semoga ada satu lagi teman sekamar sang kakak yang akan ikut makan bersama. Namun, mobil yang dikemudikan Buyung terus melaju menuju tempat makan yang mereka tuju.

***

Banun turun dari mobil tanpa semangat. Kakinya melangkah dengan gontai. Senyum yang sebelumnya selalu mengembang di bibir Banun hilang entah ke mana.

"Katanya sepuluh menit nyampe, ngaret lu semua!"

Tiba-tiba seseorang menyambut mereka di area parkir mobil. Banun menoleh ke arah suara yang familier itu.

"Biasa, Bro, jam endonesah merek karet," sahut Hendra.

"Ah enggak, tadi ada macet, Bro," timpal Buyung.

Banun seperti terhipnotis. Matanya tidak berkedip, terus memandang seseorang yang memang diharapkannya sedari tadi. Ia benar-benar menikmati pemandangan indah di depan matanya.

"Hei, Gadis Kecil! Kamu masih terpesona sama aku, ya?"

Arsya mencuil hidung Banun. Banun tertunduk malu. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus.

"Duuuh, ditaksir anak SMA lu, Ar!" Hendra menggoda Arsya. Wajah Banun makin merah karenanya.

Arsya segera menggandeng Banun, mengajaknya masuk ke restoran.

"Cepat gede dan yang pintar sekolahnya, ya. Setelah itu ayo kita pacaran."

Tanpa Arsya sadari, perkataannya menjadi sebuah catatan penting bagi Banun.

"Hush-hush! Anak kecil yang masih suka main boneka sama benteng-bentengan mana boleh naksir mahasiswa!" Buyung yang awas langsung melirik adiknya. Ia menyadari ada yang berbeda pada wajah adiknya itu.

***

Biasanya, Banun sangat rakus saat berhadapan dengan berbagai jenis makanan Korea. Namun, saat itu ia benar-benar menahan diri. Ia mengambil makanan seadanya meski Buyung berkali-kali menambahkan lauk ke mangkuknya.

Biasanya, Banun akan menirukan gaya makan yang kerap ia lihat di drama korea, seperti mencecap atau membunyikan lidah saat mencicipi makanan. Kali itu, Banun makan dengan perlahan layaknya seorang wanita elegan.

Wajah tampan Arsya-lah yang membuat Banun merasa kenyang. Karena, daripada fokus pada makanan yang ada di atas meja, Banun lebih suka diam dan mencuri-curi pandang ke arah Arsya.

KekagumanBanun terhadap Arsya pun makin menjadi, sebab Arsya adalah lelaki pertama yangbenar-benar bisa mencuri perhatiannya dari kenikmatan menyantap makanan korea.Bagi Banun, segala sesuatu tentang Arsya saat itu jauh lebih menarik dari apapun juga.

***


Hai-hai!

Jangan lupa dukung Otor lewat komen dan Bintang ya!

Hidden Love by D-WoelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang