Bab 7 - Tak Disangka

6 2 0
                                    


Hari Sabtu adalah hari untuk bersantai. Namun, hari itu Banun sama sekali tidak bersemangat. Ia baru bangun menjelang jam sembilan pagi.

Banun sendirian di rumah. Mama dan papanya, sejak subuh tadi, sudah berangkat ke luar kota. Ada urusan pekerjaan yang tidak bisa ditunda, begitu kata mereka semalam.

Saat menuruni tangga, Banun mendengar suara berisik dari dapur. Ia mengira kakaknya sedang membuat sesuatu di sana. Dengan santainya ia berteriak, "Kakak, buatkan aku sarapan! Aku mau mi goreng pakai sosis dan telur. Jangan lupa susu cokelat panasnya."

Tanpa menoleh ke dapur, Banun mengempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah, menyalakan televisi, lalu menonton video dari kanal YouTube kesukaannya.

Dari lantai atas, Buyung turun tangga sambil bersiul.

"Eh, Gadis Kecil. Rupanya kamu udah bangun. Susah sekali bangunin kamu," sapa Buyung.

Banun terkejut setengah mati mendengar sapaan Buyung dan segera menoleh ke arah dapur.

"Siapa itu?" tanyanya sambil berbisik kepada Buyung. Telunjuknya mengarah ke dapur.

"Siapa lagi? Itu Arsya ...." jawab Buyung sambil tertawa. "Pasti kamu udah teriak-teriak yang aneh-aneh ke dia, kan?"

Buyung makin terbahak-bahak melihat wajah adiknya yang memerah.

"Gadis Kecil, sini! Ini pesananmu sudah siap. Semangkuk mi dengan sosis dan telur. Juga segelas susu cokelat panas," panggil Arsya dari dapur.

Banun menyembunyikan kepalanya lalu menunduk saking malunya.

"Sudah, cepat sini, nanti mi-nya keburu enggak enak." Arsya kembali memanggil Banun.

"Baiklah ...." Banun melangkah ke arah meja makan dengan wajah tertekuk.

"Makanya lain kali lihat-lihat dulu kalau mau nyuruh-nyuruh orang ...." goda Buyung. Banun hanya bisa diam seribu bahasa.

"Gimana? Enak, kan, mi buatanku?" tanya Arsya.

"Buatan pabrik kaliii ... lu, mah, tinggal rebus air, masukin mi, bumbu, sosis sama telur, jadi, deh!" Buyung yang tidak hanya puas menggoda Banun beralih menggoda sahabatnya.

Selesai sarapan, Banun, Buyung, dan Arsya berkumpul di ruang tengah. Sambil mengupaskan sebuah apel untuk Banun, Buyung menyuruhnya mengambil beberapa buku pelajaran.

"Untuk apa bawa buku pelajaran segala?" tanya Banun penuh selidik.

"Sudah, jangan banyak tanya, cepat bawa ke sini," jawab Buyung.

"Wait ... jangan bilang guru privatku itu Kak Buyung?" Banun langsung menebak sinis ke arah kakaknya.

"Apa? Kamu enggak suka kalau aku yang jadi guru privatmu?" goda Buyung.

"Mama! Banun enggak mau kalau lesnya sama Kakak!" teriak Banun sambil mengentak-entakkan kakinya.

"Enggak ada Mama di sini." Buyung kembali terbahak-bahak melihat reaksi adiknya.

Arsya hanya bisa tersenyum melihat kejahilan Buyung. Setelah menunggu beberapa saat, barulah ia menyodorkan sebuah amplop kepada Banun.

"Bukalah," katanya.

Banun menerima amplop pemberian Arsya sambil bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan isinya. Ternyata di dalamnya ada selembar Curriculum Vitae—daftar riwayat hidup—milik Arsya.

"Murid harus tahu daftar riwayat hidup gurunya, kan," ujar Arsya singkat.

Berarti ....

"Puas kamu, Gadis Kecil? Tuh guru les kamu, kakak idolamu. Ya, kan?" seloroh Buyung.

Banun tidak bisa menerka seberapa merah wajahnya saat itu. Ia begitu bahagia ketika mengetahui Arsya-lah yang menjadi guru les privatnya.

***

Yay! Tahun baru baca bab baru dari Banun.

Makin seru khaaan ceritanyaaa.. jangan lupa kasih bintangnya ya, biar Otor makin sumanget.

Tengkyuuu!

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Jan 01 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

Hidden Love by D-WoelDove le storie prendono vita. Scoprilo ora