06

18 3 2
                                    

Dua bilah logam panjang dan runcing yang memiliki mata tajam pada dua sisi menciptakan suara berdentang tiada henti. Desiran dari ribuan anak panah yang melayang di udara menambah irama yang bergaung di telinga. Suara erangan bak paduan suara yang melengkapi dua instrumen tersebut. Gerakan lincah dari tubuh berbalut baju zirah menambah epik penampilan siang hari itu. Jika itu sebuah pertunjukan, maka itu adalah pertunjukan yang akan menarik minat penonton. Sayangnya, itu bukan pertunjukan perang yang dipertontonkan di panggung opera, itu adalah perang sungguhan.

Selama tiga hari tiga malam, kedua pasukan kerajaan yang berselisih saling menghunuskan pedang dan membidikkan anak panah tanpa berhenti, dengan sihir yang membalut kedua senjata andalan mereka. Keringat dan darah bercampur. Erangan kesakitan dan teriakkan membakar semangat sudah tidak terdengar berbeda lagi. Puluhan nyawa telah gugur, namun keangkuhan menjadi bahan bakar yang menggerakkan mereka untuk terus maju.

Feshar bersama pasukannya berada di puncak tebing es dengan busur es dan anak panah yang terus menerus dibidikkan ke udara. Sedangkan raja Jhaeros dan pasukannya berada di posisi depan, memainkan bilah pedang yang sudah ditempa dan diasah sedemikian tajam agar bisa mengoyak daging dalam satu tebasan.

Pasukan raja Alexander dan pasukan jenderal Khosar maju melawan pasukan yang dipimpin raja Jhaeros. Raja Alexander berhadapan dengan musuh bebuyutan yang telah mengambil nyawa anaknya. Raja Jhaeros. Hari ini, raja Alexander ingin menunaikan sumpah yang ia buat saat pemakaman Putra Mahkota elf musim panas.

Dengan brutal, raja Jhaeros menyerang dan menangkis serangan dari raja Alexander. Dendam di hati masing-masing mengambil alih, membangkitkan nafsu membunuh yang bergejolak seperti anjing gila yang siap mencabik-cabik mangsa. Raja Jhaeros selalu menyalahkan perang sebagai penyebab ratunya berpaling. Tusukan bilah pedang yang panas dan dingin yang menyayat kulit mereka tidak menghentikan gerak lincah kedua raja. Mereka sama-sama buas dan menggila.

Seolah tidak mau ikut campur dalam pertarungan sengit antara kedua pemimpin kerajaan, masing-masing pasukan tidak mengendurkan serangan dan fokus pada tujuan utama yang terus menerus digaungkan pemimpin pasukan saat berpidato untuk membakar semangat pasukan, yaitu memenangkan perang. Kekuatan pasukan dua kerajaan seimbang, bahkan semesta pun bingung memilih waktu yang tepat untuk menghentikan kedua kubu yang telah berselisih ratusan tahun.

Ribuan anak panah dari atas tebing es diluncurkan tanpa jeda waktu. Tentu sangat menguntungkan bila serangan jarak jauh dibidikkan dari atas ketinggian, sedangkan lawan yang berada di posisi tidak menguntungkan terus membidik serangan yang meleset.

Tebing es yang menjadi benteng tempat Feshar dan pasukannya membidik serangan jarak jauh, akhirnya runtuh. Mereka terlambat menyadari serangan lawan yang dikira meleset. Sebagian pasukan Feshar jatuh bersamaan dengan runtuhan tebing es. Tubuh Feshar jatuh menghantam runtuhan berhasil merenggut kesadaran pria itu, sejenak.

Beberapa prajurit yang berada di bawah tebing es berhamburan seperti kawanan semut, menyelamatkan diri dari runtuhan. Suara dan getaran dari runtuhan, meski sejenak, berhasil mengalihkan pandangan para prajurit yang berada jauh dari tebing.

"Harusnya kau tidak mengalihkan pandangan saat bertarung!" ujar raja Alexander sembari menghunus pedang berbalut api miliknya pada dada raja Jhaeros. Pedang panas itu melelehkan zirah besi dan langsung menembus jantung raja elf musim dingin.

Dengan gerakan yang sangat pelan, raja Jhaeros mengalihkan pandangannya pada raja Alexander. Dentingan pedang dan desiran anak panah berganti dengan suara dengungan yang menyakiti gendang telinga. Selama beberapa detik gerakan disekitarnya melambat. Pandangan mengabur dan sekujur tubuhnya mati rasa, namun ia masih bisa merasakan bilah panas yang menembus jantungnya dengan jelas.

Di dalam kegelapan, raja Jhaeros mencengkram dada kiri yang tertancap pedang panas milik raja elf musim panas, menghambat darah yang mengucur keluar. Nafasnya terasa semakin melemah ketika ia melihat sebuah titik terang, tanpa aba-aba kakinya melangkah mendekati titik terang tersebut.

BLIZZARDSHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin