hilang

256 9 4
                                    

Vivy memperhatikan Ravin yang begitu peduli pada Serena, hal kecil seperti memisahkan daging ikan dari duri untuk Serenapun tak luput dari mata Vivy. Dalam diam rasa percaya pada Ravin mulai tumbuh, hatinya sedikit memberikan respon positif setelah melihat perlakuan Ravin pada sahabatnya.

Malam itu suasana begitu hangat, Ravin bernyanyi dengan gitar yang ia petik, suaranya memang sedikit sumbang namun seimbang dengan suara Serena yang merdu. Suara keduanya memenuhi ruang hampa yang berada disekitar, mengusir sunyi dengan lagu klasik yang enak didengar.

Vivy tersenyum melihat wajah Serena yang terlihat sangat bahagia itu, entahlah hatinya sedikit lega saat Serena menemukan tempat yang lebih baik setelah kehilangan rumahnya. Ada rasa aneh yang menggerayangi relung hatinya melihat Serena bisa bangkit dari keterpurukan.

Kepala Vivy bersandar pada pundak Rialdi yang masih sibuk membakar jagung, setelah jagung itu matang, tangannya langsung terulur pada sang kekasih.

"Sa, lo masih betah disini?" tanya Olivia sukses menghentikan nyanyian Ravin maupun Serena.

Gelengan kepala Aksa berikan, ia menatap Olivia yang sama mengenaskannya sebelum berdiri dari duduknya, "cabut, yuk. Gue gak suka jadi nyamuk!"

Olivia menyetujui usul Aksa, ia ikut berdiri saat laki-laki itu mengajaknya pergi.

"Mau kemana?" tangan Vivy menghentikan kaki Olivia yang hendak melangkah.

"Mau nyari angin, gue gak mau jadi nyamuk terus," Olivia melepaskan cekalan tangan Vivy lantas menggandeng tangan Aksa yang sudah berjalan menjauhi mereka.

"Kenapa mereka gak jadian aja?" celetukan Rialdi berhasil membuat ketiga orang disana menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan, "kenapa? Mereka sama-sama lagi patah hati sama kejadian yang serupa, apa gue salah?"

"Salah engga, cuman apapun juga butuh proses, bang." Serena menanggapi tanya Rialdi, "keduanya masih terluka, dan gak bisa gitu aja buat pindah kelain hati."

Ucapan Serena diangguki oleh Vivy dan Ravin, keduanya tahu proses yang telah Serena lalui jadi keduanya setuju dengan perkataan gadis itu.

~~》¤《~~


Matahari sudah terbit membuat Serena terusik karna sinarnya menerobos masuk kedalam tenda, dengan perlahan gadis itu membuka resleting tenda dan keluar tanpa menimbulkan suara.

Ahh... udara segar dipagi hari begitu membuatnya terlena, Serena meregangkan tubuh sebentar sebelum merasakan hawa dingin yang mulai menjalari tubuhnya.

Tanpa Serena sadari jika Ravin sudah berdiri di belakangnya dari beberapa detik yang lalu, "kamu gak kedinginan?" tanya Ravin, tanpa diminta laki-laki itu memberikan jaket yang ia pakai pada Serena.

Serena yang merasa hangat karna jaket tebal milik Ravin tersenyum, ia menatap sang kekasih yang sudah menyeduh kopi itu dalam diam.

"Kenapa? Baru liat aku yang baru bangun tidur, ya?"

Serena mengaggukan kepala memberi jawaban, ternyata wajah Ravin saat masih kucel lebih menarik untuknya.

Ravin menawari Serena kopi panas miliknya, namun gadis itu menolaknya karna ia tak terlalu menyukai minuman berkafein itu. Mendapat penolakan dari Serena membuat Ravin mengangkat alisnya tak acuh sebelum tangannya ia lingkarkan pada leher Serena.

"Kenapa? Aku udah baik hati loh ngasih jaket ke kamu, jadi wajar dong kalo aku minta sedikit kehangatan?" ucap Ravin saat mendapat delikan dari Serena.

Keduanya menyaksikan bagaimana matahari terbit dalam diam didekat danau yang memantulkan sinar berwarna kuning keemasan, keduanya larut dalam suasana yang begitu damai itu sampai tak menyadari kehadiran Vivy.

ObsesiWhere stories live. Discover now