PART 4

1.4K 319 16
                                    

Siang ini tak begitu panas. Terik sang surya ditutupi awan yang mengambang di langit.

Sepanjang koridor tak ada seorangpun yang terlihat. Jam pelajaran tengah berlangsung.

Diujung lorong, tampak sebuah kepala timbul—bergerak mengawasi situasi. Surai coklat lebat itu berputar, menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Aman."

Tubuh mungil berbalut seragam khas laki-laki, keluar dari balik tembok. Pada punggungnya, tersemat ransel hitam.

Libelle mendesah lega. Dia yang mengeluh sakit perut, diperbolehkan untuk beristirahat di asrama. Itu adalah alasan klise yang gadis bermata kucing ini buat biar bisa bergegas pergi dari sekolah.

Urung sudah niatnya yang akan menunggu hingga pergantian semester tiba. Baru dua hari menempati raga ini, rasa was-was kemana pun dia melangkah, mengelilinginya.

Ditambah lagi perlakuan Alfareezel kepadanya. Libelle sama sekali tak mengerti. Dia tak ada menyenggol pemuda itu! Lantas, bagian mana dari dirinya yang mengusik Alfareezel?!

"Bismillah, ya Tuhanku, izinkanlah hamba menempuh kehidupan yang bebas. Hamba tertekan disini." Melipat kedua tangan sembari memejamkan mata, gadis itu bersimpuh di atas lantai.

Libelle bingung, dia ingin kembali ke dunianya. Dia ingin melanjutkan usaha yang sudah dirintis, dia merindukan temannya.

Haruskah dia melompat dari gedung agar bisa kembali? Tetapi, bagaimana jika jiwanya malah pergi ke tempat peristirahatan terakhir?

Berada di situasi mengasihani diri sendiri adalah part paling menyedihkan.

"Aminn...."

Bulu mata panjang itu terbuka perlahan. Sedikit demi sedikit, iris hazel nya kembali melihat. Namun ada yang aneh. Di depannya, sepasang kaki menjulang. Garis-garis halus tercetak di keningnya. Gadis itu ikut menengadah ke atas.

"Lo ngapain, tolol?"

"Anjir!" Terhuyung, Libelle menubruk tembok. Maniknya melotot horor, mendapati Deo yang berada di hadapannya.

Untuk apa figuran penting ini berada di sini?!

Dengan kedua tangan yang berada di kantung celana, Deo membungkukkan badan. Matanya menyipit menyelidik.

"Lo mau kabur?"

Tersentak, Libelle menegakkan punggung. Dia tahu bahwa wajahnya pucat tanpa melihat cermin.

"Engga!"

"Alah! Ngaku lo kodok! Gue aduin guru, nih." Deo tak mengerti, alasan dibalik kekasarannya pada pemuda mungil ini. Melihat wajah kecil itu, entah mengapa membuatnya tak nyaman.

Libelle dengan panik menuangkan kata-katanya, dia bahkan tak tahu apa yang dia katakan.
"Serius! Gue ngga bermaksud kabur! G-gue nyariin lo!"

"Gue aduin--hah?" Mulutnya sedikit terbuka, tangan yang menunjuk Libelle tergantung di udara. Pemuda tampan itu sama bingungnya dengan Libelle.

"Ngapain lo nyari gue?"

"Oh, itu-gue...."

Sial! Libelle tak menemukan dalih! Dengan tatapan tajam yang mendarat di pipinya, gadis itu berkeringat dingin.

"Gue mau bantuin lo benerin mobil." Menurut novel yang dia baca, pemuda ini menyukai kendaraan beroda empat tersebut. Kegemarannya berpartisipasi balap liar, dituliskan beberapa kali oleh penulis.

"Lo tau mobil?" Membuahkan hasil, alis pemuda itu terangkat. Deo bertanya dengan suara rendah dan serius.

"Tau!"

The Second Male Lead is Actually a GirlWhere stories live. Discover now