Acara resepsi pernikahan Ian dan Adeline mencapai puncaknya, dengan panggung utama sebagai pusat perhatian. Tiba saatnya mendekati penghujung acara, sebagai titik paling menyenangkan bagi para tamu undangan, terkhusus wanita lajang.
Kini, kedua master of ceremony berucap heboh dengan alat pelantang yang mereka masing-masing genggam.
"Hello ladies and gentlemen!" Nyaring suara pewara, teriring musik latar dari drummer grup musik, yang disambut gemuruh tepuk tangan dari para hadirin.
Kemudian, salah satu host pun lanjut memberi tanya, "Masih semangat gak nih?"
"Masih ...," balas sebagian besar tamu undangan.
"Luar biasa ... ya ...."
Saling bercakap-cakap untuk mengisi acara, sebagaimana yang dilakukan MC pada umumnya.
Sebelum melangkah ke tahap penghujung pesta, kedua MC, hendak memberi beberapa soal kepada Damian dan Adeline, tentang cerita singkat hubungan mereka sebelum menjadi pasangan resmi, suami istri. Jelas, percakapan semacam ini pasti membuat penasaran tamu undangan.
Detik beralih, percakapan dimulai, tanya jawab perihal kesan dan pesan pengantin baru menjadi hiburan. Tak heran, menciptakan momen penuh keceriaan.
Terbayang suasana senang di sekeliling mereka, berserta gelak tawa terdengar memenuhi seisi ruangan. Sampai, salah satu pertanyaan datang, menyentak batin Adeline.
"Apa yang kalian rasakan ketika menyadari bahwa kalian benar-benar jatuh cinta satu sama lain, kapan, dan karena apa momen itu terjadi?"
Jujur, Adeline agak sesak ketika diberi pertanyaan begini. Meski, ia sungguh mencintai Ian, tetapi kenangan penghianatannya pada Philip membayangi sangat tak terampuni.
Sekarang, sebuah jeda singkat melingkupi suasana, membuat Adeline terdiam dalam kebengongan sesudah soal dilemparkan.
Keheningan Adeline, tiada lepas dari perhatian suaminya, Ian, yang dengan cepat menyadari perubahan ekspresi di wajahnya.
Lantas, mantan direktur operasional Kathleen Wirata tersebut mengambil alih, dan menjawab dalam riang, "Pertanyaan itu membawa saya kembali ke suatu waktu yang penuh makna dalam hubungan kami ...."
Meski, Ian sadar pertanyaan itu begitu sulit untuk sang istri. Ian tetap melanjutkan ucapan, tersemat senyuman menawan, "Momen ketika saya menyadari bahwa saya benar-benar jatuh cinta pada istri saya terjadi ketika kami menghadapi tantangan bersama. Saat-saat sulit itu, membuat saya melihat kekuatan, ketabahan, dan kebaikan hatinya."
Adeline tersentak. Ia memandang Ian dengan lirih tatapan, seakan ingin berujar sebuah ucapan. Namun, rasa mencekik akibat kenistaannya di masa lampau benar-benar enggan terlupakan, menjadi alasan Adeline masih bungkam.
Ian menanggapi tatapan Adeline dengan mengembangkan lengkung senyuman. Bukan berarti ia mengabaikan, melainkan pria tersebut tanpa bosan memilih melanjutkan percakapan bersama sepasang pewara dan kehadiran hadirin di pesta mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate Fiancé ||COMPLETED||
Romance"Tenanglah, hanya satu malam berakting menjadi kekasihku, aku rasa bukan hal yang sulit bagimu?" "Tidak." Athaya merasa merinding, ketika sisi dingin Philip berubah menjadi pria yang lebih menjengkelkan. "Jika pun saya bisa, saya tidak akan melakuka...