RaD Part 27 - 11.1 Jantung Tidak Tahu Diri

4.7K 871 284
                                    


Question of the day: Thor atau Loki?

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG & Twitter & Tiktok @akudadodado.
Thank you :)
🌟

 Aku mematut diri di depan cermin yang hanya memperlihatkan setengah tubuhku saja. Gaun Rowen sudah aku kenakan. Rambutku pun sudah aku ikal dengan catok yang aku bawa, aku mengikat setengah dan memberikan volume sedikit dengan sasakan, membiarkan sisanya menjuntai. Makeup pun sudah aku gunakan sesuai anjuran Rowen. Sedikit berbeda dengan makeup natural yang aku pakai ketika ke kantor, yang kali ini sedikit lebih bold dengan lipstik merah dan cat eyes dengan bulu mata yang cetar hingga aku kesusahan membuka mataku.

Bayanganku lebih mirip Rowen ketimbang diriku sendiri. Ini sedikit berlebihan, tapi menurut Rowen akut idak mau underdressed dan menjadi tidak sopan dengan tidak tampil maksimal di pernikahan orang lain yang diadakan di luar negeri. Berpenampilan yang terbaik adalah salah satu bentuk sopan santun, asal tidak berlebihan dan menyaingi pengantin. Karena itu gaun ini tepat dan tanpa perhiasan yang berlebihan. Hanya anting berlian kecil yang ibuku belikan yang berada di telingaku.

Aku keluar setelah mengirimkan foto kepada Rowen dan dia memberikan persetujuan untuk semuanya. Itu berarti aku lolos dan bisa keluar dan memakai high heelsku. Tapi aku tidak tahu kenapa aku berdebar padahal aku hanya keluar kamar mandi saja.

Soalnya di ruangan sebelah ada Harsa. Lo deg-degan dengar pendapat dia tentang penampilan lo hari ini.

Aku mendengkus meski perutku mules membayangkan komentar Harsa. Aku memasang wajah berani dan membuka pintu. Hal yang pertama aku lihat adalah Harsa yang tengah memakai suit jacket dan matanya langsung melihat kepadaku melalui pantulan cermin. Tangannya bergerak untuk mengancing jasnya, tapi mata Harsa tidak berhenti menyapuku dari atas kepala hingga ujung kaki. Dua kali, hingga dia berhenti lagi di mataku.

Harsa memakai setelan berwarna biru dongker setelah aku mengatakan gaunku berwarna biru kepadanya sebelum kami berangkat. Dia memakai kemeja putih tanpa dasi dan rambutnya disisir ke belakang. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat undercut-nya.

Panas membakar sekujur tubuhku yang dilalui oleh tatapan Harsa. Kami diam cukup lama, hanya saling menatap hingga aku gerah sendiri dan memutuskannya. Aku berjalan ke single sofa dan mulai memakai heels berwarna biru dongker dengan clutch yang senada. Saat melangkah tadi, aku menyadari belahan gaunku ternyata cukup tinggi, tapi aku sudah mengantisipasinya dengan IPL semenjak mendapatkan gaji. Tidak semulus kaki Rania, tapi jelas kakiku jauh lebih jenjang. Terutama dengan bantuan heels sepuluh senti ini.

Ponselku berbunyi lagi.

Owen

Minta foto lo dong. Dari balkon kamar hotel lo aja.

Me

Gue nggak bawa tripod.

Owen

Nggak mau tau. Pokoknya gue mau foto. Foto yang cakep. Jangan pake HP buluk lo yang keluaran jaman batu.

Aku mengerang sebal. Tapi karena tahu menolak permintaan Rowen sejak dulu hanya akan berakhir dengan dia mendiamiku sangat lama, aku harus melakukannya.

"Pak, boleh minta tolong nggak?" Harsa sudah membawa sepatunya ke kursi dekat meja kerja.

"Apa?"

"Tolong fotoin saya di balkon. Tapi pakai ponsel Bapak, punya saya butut soalnya." Aku nyengir lebar kepada Harsa yang hanya membuang napas panjang dari mulutnya, tapi menyuruhku ke balkon dengan tangan.

Rent a Date [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang