RaD Part 44 - 18.4 Bos Micin 2.0

5.1K 768 248
                                    


Question of the day: novel lebih mau ketemu karakter novel atau hidup dalam novel?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

🌟

Harsa menaruh handuk di pundakku lalu menggeretku.

Ini rumah siapa yang dimaksud? Soalnya jalan yang diambil bukannya yang mengarah keluar dari kompleks apartemen, tujuannya malah ke private lift.

Aku sudah kembali ke apartemennya dengan kondisi linglung dan mata yang membulat.

"Kamar mandi di dalam kamar. Kamu duluan aja." Harsa menaruh tasku di atas kitchen island. Handuk di tubuhnya dilemparkan ke keranjang pakaian kotor di salah satu ruangan dekat dapur yang aku perkirakan ruang cuci.

Tidak. Tidak. Aku harus kabur dari sini.

"Aku mandi di bawah aja. Kamu kan nggak suka orang asing masuk kamar mandi kamu." Aku mengambil tasku dari kitchen island dan satu langkah kemudian aku handukku sudah ditarik lagi di bagian leher oleh Harsa. Tapi aku tetap berusaha untuk meyakinkannya, "Sa, itu alasan kamu taruh powder room di luar dan punya satu kamar tidur. Kamu nggak suka orang asing masuk ke sini."

"Kamu bukan orang asing." Dia menarikku hingga aku berjalan mundur dan berhenti tepat di depan kamarnya lalu memuka pintu itu dan mendorongku masuk. "Mandi, habis itu kita cari makan." Dan pintunya ditutup.

Asing dan merasa tidak sopan jika aku melihat sekelilingjadi aku langsung mandi dan mengganti bajuku. Pakaian renang aku masukkan ke dalam plastik dan langsung masuk ke dalam tas. Aku keluar kamar dan langsung melihat Harsa yang berdiri di dapur sambil memotong apel dan suara orang asing melalui telepon di atas kitchen island tapi aku tidak menangkap jelas kalimatnya. Aku terlalu fokus dengan Harsa yang hanya memakai handuk putih di pinggul untuk memerhatikan detail kalimat orang yang tengah berbicara.

Dia langsung melihatku, "Let me ask my girl first,"ucapnya dengan pandangan yang tidak lepas dariku.

"Pacar? Lo punya pacar sejak kapan?" Suara di telepon itu menjadi samar di telinga. Ada yang lebih penting yang menjadi fokusku.

Aku melihat ke kanan dan kiri, lalu ke belakang tubuh, mencari orang lain yang menjadi bahan pembicaraan di sini tapi hasilnya nihil.

"Jesse ngajak ke rumahnya, kamu mau ikut?" Harsa bertanya kepadaku, mengabaikan rentetan pertanyaan dari Jesse dan disusul oleh suara lain.

"Sasa punya pacar? Siapa?"

"Si Bebek palingan."

"Sekretarisnya?"

"Sejak kapan?"

Lalu obrolan lain mengalir seolah aku dan Harsa tidak ada di sambungan lain. Aku baru tahu kalau cowok-cowok yang tampak profesional ini gemar bergosip juga.

Aku melihat apartemen lagi, mencari orang lain di tengah riuhnya gosip di sambungan telepon. "Kamu tanya aku?"

"Memangnya siapa lagi yang ada di sini? Kamu mau ke rumah Jesse apa di sini aja sama aku?"

Kepalaku sudah menggeleng duluan. "Kamu aja yang pergi. Nggak enak ikut kumpul-kumpul cowok semua." Ini alasan yang sangat mendukung dan penuh pengertian. Semua cowok akan senang mendengar penolakan seperti ini seharusnya. Aku menolak dengan alasan memikirkan Harsa, padahal aku yang memang tidak mau.

"Enggak, kok. Istri gue kan ada di sini. Istrinya Tata juga." Jesse menyahut lagi dari telepon. "Jadi, ikut, kan, my girl-nya Sasa?"

**

Rent a Date [FIN]Where stories live. Discover now