Chapter 12. Menikah?

29 14 1
                                    

🌷Happy Reading🌷

Pagi menjelang ...

Kini Azel tengah bersiap untuk menuju kantornya. Ia memakai pakaian santai-sebuah kemeja bewarna pink pudar yang dipadukan celana putih tulang. Ia meraih pansus hitam yang terdapat hiasan manik di ujungnya-dari lemari sepatunya. Sembari menggendong sebuah tas bewarna senada dengan celananya yang berisikan laptop hitam, kini Azel keluar dari apartemennya-mengunci pintu, lalu segera berjalan menghampiri mobilnya yang terparkir di parkiran khusus apartemen.

☕☕☕

Mobil SUV putih itu melaju pesat di jalan raya yang penuh dengan pengendara lalu lintas.

Hingga tak lama berselang, akhirnya ia tiba di depan cafe quenzella. Memarkirkan mobilnya, kini Azel keluar dari dalam mobil, lalu kemudian berjalan masuk ke dalam kafenya itu.

"Selamat pagi, Bu," sapa para pegawainya yang sedang bekerja sebelum kafe benar-benar buka.

"Pagi. Selamat bekerja," sahut Azel sembari tersenyum. Lalu kemudian ia melanjutkan langkahnya.

Saat memasuki kantornya, Azel segera meletakkan tasnya ke gantungan tas yang ia punya di dalam kantor itu. Ia mendorong sebuah kursi satu kaki yang memiliki empat roda dibawahnya itu-sedikit mundur, lalu setelahnya, ia menariknya kembali ke depan sesaat ia telah menduduki kursi itu.

Azel mengeluarkan laptop dari tas besar yang dibawanya tadi. Ia membuka laptop itu lalu kemudian lanjut mengerjakan pekerjaannya, yakni mengurus pemasaran produk yang diperjual belikan sekaligus memperkenalkan kafenya ke khalayak luar. Dalam pemasaran kafe, Azel tidak melakukannya sendirian, ia didampingi dan bekerjasama dengan berbagai WFH yang berasal dari dalam dan luar kota. Tidak hanya berjualan secara luring, namun kini Azel juga berjualan secara daring untuk menambahkan profitnya.

Saat tengah pokus mengetik laptop, tiba-tiba saja terdengar suara ketukan yang sepertinya berasal dari depan pintu kantornya.

"Siapa?" tanya Azel-pokus menatap layar laptop.

"Azam," jawab seseorang yang berada di balik pintu itu.

"Oh, silahkan masuk, Zam!" suruhnya.

Pintu terbuka, tampak Azam yang berdiri di balik pintu itu kini berjalan masuk. Dia menutup pintunya kembali, lalu kemudian berjalan mendekati meja kerja Azel.

"Ada apa, Zam?"

"Mengenai Ibu saya."

"Kenapa? Tidak setuju, ya? Tidak mau mau, ya? Humm ... " tutur Azel yang berakhir dengan suara lirih lalu menunduk.

"Dia mau." Perkataan Azam barusan lantas membuat Azel seketika kembali menagakkan kepalanya.

"Beneran? Alhamdulillah! Tapi, kok bisa? Apa yang kamu katakan pada ibumu? Bagaimana kamu mengatakannya?" Azel tampak sangat penasaran.

"Itu urusan saya. Yang jelas, besok Ibu bisa bertemu."

"Ya sudah kalau gitu. Saya akan kasih tau Mama sekarang juga!"

☕☕☕☕

Keesokkan harinya ....

Di sebuah ruang tamu yang hening tanpa pembicaraan. Kini Azel tampak duduk bersama mamanya di ruang tamu rumahnya. Azel tampak gugup sembari kedatangan Azam dan ibunya.

Sementara di luar sana, tampak seorang lelaki yang berjalan berdampingan dengan dua orang wanita. Lelaki itu tak lain adalah Azam yang sedang berjalan dengan Ibu dan Liya-Adik perempuannya yang ingin ikut.

CAFE IN LOVE [SELESAI/TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang