Tonight _1

9 3 0
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys.
Have fun dengan ceritanya 🙌

***

Tampak seorang gadis dengan tinggi sekitar 160 sedang mendata teman-teman yang naik ke bus. Hal itu bertujuan supaya tidak ada yang tertinggal. Sesekali juga dia berdecak sebal sebab temannya tidak bisa mengantre, sehingga kericuhan sempat terjadi.

Walau ini gratis akomodasi, tetapi tidak semua murid ikut serta. Banyak yang berasalan sudah bosan dan memilih untuk tinggal di rumah saja. Sekolah juga memaklumi dan tidak mewajibkan. Walhasil ada beberapa bus yang diisi oleh dua kelas, bahkan ada yang sampai tiga saking banyaknya yang tidak ikut.

Teruntuk kelas XI MIPA 3, mereka tidak bisa berbagi bus dengan uang lain. Yap, seluruh murid di kelas tersebut, ikut semua. Salahkan wali kelasnya yang humble sehingga banyak yang tidak mau ketinggalan momen bersama. Selain itu, mereka juga memiliki ketua kelas yang galaknya bukan main. Sebenarnya Midella lebih condong ke arah tegas dan dia juga memiliki mulut yang pedas.

Sehari setelah diberitahu oleh Bu Ajeng, dia sudah memberikan rentetan kata untuk temannya. Dia juga memilih waktu yang tepat, yaitu di pagi hari. Dimana mood temannya masih pada bagus, sehingga informasinya sangat mudah untuk mereka terima.

"Bu, semuanya sudah naik," teriak Midella sebab tempat duduknya dengan sang wali kelas sangat berjauhan.

"Woke siap, sebentar Ibu laporan dulu."

Jangan heran jika balasannya sangat bersahabat, sebab dia memang masih mudah. Namanya Dinda atau lebih tepatnya Dinda Astrina. Seorang guru muda yang berusia 26 jalan 27 dan tentunya masih singgel. Hal demikian yang membuat murid laki-laki di kelas tersebut, selalu full senyum.

"Tes, tes, kelas XI MIPA 3 semuanya sudah stay di tempat duduk. Bisakah jalan duluan ini Ibu Ajeng? Ganti," ujar Bu Dinda melalui HT yang memang disediakan oleh sekolah. Tentu saja tujuannya agar mudah berkomunikasi walau sebenarnya masih worth-it kalau pakai handphone.

"Silakan, bus para staf jug sudah jalan duluan."

Setelah mendapat balasan seperti itu dari Bu Ajeng, akhirnya mereka meninggal meeting point. Seketika kericuhan sudah mulai terdengar dari belakang. Kericuhan ini berupa obrolan ataupun nyanyian yang sebenarnya tak enak didengar.

"Bu, ayo nyanyi. Kapan lagi coba bisa nyanyi bareng anak walinya," teriak Midella yang duduk paling belakang, sementara Bu Dinda di depan dekat sopir bus.

"Iya, Bu. Kami penasaran sama suara Ibu. Bicara aja merdu apalagi kalau nyanyi, pasti kami sudah dibuat meleleh," sambar Keylandra sahabat Midella.

"Gak deh, kalian aja yang nyanyi. Ibu tugasnya nyimak aja."

"Kenapa gitu Bu?" tanya Galih dengan nada sedikit kecewa.

"Karena Ibu hobinya cinta dalam diam. Itu sama aja kan dengan seorang penyimak atau pengamat," ujar Bu Dinda, tampak suaranya seperti ada nada ketawa.

"Ternyata selama ini Bu Dinda diam-diam suka sama orang lain ... emang boleh Bu sediam-diam itu. Sesekali harus digas Bu biar gak sakit."

"Buat apa digas kalau Ibu hanya jadi sapu tangan. Ketika sudah digunakan akan disimpan entah di mana. Lagian gak masalah kok kalau jadi lilin sesekali."

"Kok jadi gelap gini sih, Bu. Skep skep aja dah," celetuk Bryan yang dibalas ketawa keras oleh seluruh murid di bus tersebut, bahkan Bu Dinda dan sopir juga ikut tertawa.

Waktu begitu cepat terkikis akibat obrolan yang tidak jelas dari mulut ke mulut. Segala macam pembahasan mereka bicarakan. Seolah chemistry mereka sudah terbentuk dari sejak lahir. Dari situ juga terlihat kekompakan satu kelas.

"Oke, sekarang kita sudah sampai. Pesan Ibu jangan aneh-aneh, jangan merusak apa pun. Kita datang dengan lengkap, maka pulang juga harus lengkap. Kalian paham kan maksud Ibu?" tanya Dinda dengan nada tegas dan sorot mata yang jauh berbeda saat mereka mengobrol tadi di perjalanan.

"Paham Bu. Percayakan sama saja kami. Kami pasti gak akan mengecewakan Ibu," jawab Della dengan mantap.

Tidak lama mereka pun turun dari bus. Sudah ada beberapa guru yang duduk-duduk di pinggir sungai. Pertanda jika merasa sudah agak lama sampainya. Tak berselang lama, bus yang lain pun menyusul dan mereka pada berbondong-bondong turun dengan berbagai macam ekspresi, bahkan ada yang berteriak kegirangan.

"Del, bawa baju ganti gak?" tanya Key kepada Della.

"Kenapa emang?"

"Airnya keknya minta kita untuk berenang tuh. Keknya di bawah air terjun itu segar banget. Bawa baju kan?" tanya Key lagi memastikan jika sahabatnya itu tidak melakukan hal konyol.

"Sepertinya memang bagus untuk berenang, tapi gimana ya, aku cuma bawa pakaian dalam. Kaos sama celana lupa bawa," ujar gadis itu dengan senyum jail.

"Somplak, buat apa cuma bawa pakaian dalam. Masa iya kamu pulang cuma pakai pakaian dalam. Gila sih."

"Lagian kamu nanyanya aneh. Dah tau kita mainnya ke air, masa aku gak bawa apa-apa. Bayangin ini pertama kalinya kita ke air terjun. Masa iya aku harus melewatkan momen indah indah."

Setelah obrolan singkat itu, mereka berpisah untuk mengganti baju. Memang di tempat tersebut disediakan sebuah kamar kecil yang walaupun tidak tertutup banget. Namun, masih bisa digunakan untuk berganti pakaian. Della mengambil langkah ke arah kiri sedangkan Key ke arah kanan.

Tidak lama mereka kembali bertemu di tempat awal. Sebagian teman kelasnya sudah ada yang turun ke air. Begitu juga dengan para guru, dan murid lainnya. Namun, ada juga yang memilih untuk tetap di tempat kering. Orang yang seperti hanya ingin memotret apa saja yang ada di sekitar air terjun.

"Guys, Mama Papa kita sepertinya sudah siap bermain-main nih," ujar Randi dengan keras, sehingga yang mendengar langsung mengarah ke mereka.

Orang yang dimaksud demikian adalah Midella dan Keylandra. Entah dari mana sejarahnya mereka disebut Mama Papa di kelas. Mungkin karena mereka sering bersama-sama layaknya surat dan perangko. Mungkin juga karena Key selalu menghujani Della dengan gombalan-gombalan receh walau tak ditanggapi.

"Dah mau ke sana?" tanya Key tanpa menghiraukan ucapan usil dari Randi. Della hanya menganggukkan kepada dan berjalan lebih dulu.

Mereka pun berenang dan bermain air dengan sangat asyik. Ada yang sampai berada di bawah guyuran air terjun, padahal itu lumayan bahaya sebab airnya sangat deras. Namun, Della hanya memilih di tengah-tengah takut jika nanti ke bawah guyuran air, dia gak bisa melawan derasnya air.

"Dell, gimana rasanya liburan sama orang yang suka sama kamu?" tanya Friska dengan tangan menoel-noel pipi Della.

"Biasa aja tuh," jawab Della singkat.

"Ayolah Dell, jangan cuek gitu. Kalau aku gak ada Galih, aku pasti sudah mepet ke Key. Kapan lagi coba dapat cogan yang royal."

"Itu sih ka—"

Belum selesai Della berucap, tiba-tiba ada suara seperti sesuatu jatuh. Namun, setelah dia cari sumber suaranya, ternyata sudah hilang tanpa jejak. Della hanya diam saja karena takut jika hanya dia saja yang mendengar.

"Itu sih ka—"

AAARRRRKKKHHH

Baru saja Della ingin melanjutkan ucapannya, tiba-tiba suara melengking menguasai telinga. Seluruh yang ada di kawasan tersebut, langsung menghampiri sumber suara. Della dan Friska pun demikian. Mereka penasaran apa yang terjadi.

~~~

Tetap nantikan cerita selanjutnya. Doakan semoga author tetap konsisten buat menulis

Tonight Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin