Tonight_2

9 3 1
                                    

Happy reading

***

Teriakan keras membuat seluruh guru dan staf berkumpul. Begitu juga dengan murid yang lain. Air yang awalnya jernih tiba-tiba menjadi keruh dan berbau. Della dan Key langsung keluar dari air tersebut.

"Kamu gak pa-pa?" tanya Key yang melihat Della tampak syok.

Gadis itu tidak menjawab dan memilih untuk berjalan ke arah orang berkumpul. Di belah kumpulan murid dan barulah dia tahu bahwa baru saja ada orang yang jatuh. Darah keluar dari kepalanya yang tertancap di batu besar. Mata terbuka dan melotot. Hal itu semakin menambah kesan horor di pagi menjelang siang hari.

Della tidak tahu itu murid dari kelas berapa. Namun, satu yang dia ketahui bahwa sekolahnya pasti akan mendapatkan masalah besar. Dia langsung keluar dari kerumunan tersebut. Jalannya tidak fokus dan seandainya tidak ditahan oleh Key, maka dia pasti akan tersandung oleh batu sedang. Badannya dipapah oleh sahabatnya menuju tempat teman kelas mereka berada.

"Duduk sini," ujar Friska menyuruh Key dan Della sambil menepuk sampingnya.

"Del, itu anak yang mati kelas berapa?" tanya Cici dengan mimik wajah yang ketakutan.

Tampaknya kekagetan belum juga hilang dari diri gadis tersebut. Dia masih terus diam dan tak berniat untuk menjawab. Fokus matanya lurus ke depan, lebih tepatnya melihat kerumunan itu. Pikirannya melayang entah ke mana.

"Eh guys, tau gak kalau ternyata gadis itu dari kelas sepuluh. Katanya dia terpleset di atas sana," ujar Randi yang baru datang sambil menunjuk tebing di samping air terjun.

"Bodoh banget sih dia. Ngapain juga manjat di situ, sudah tau tempatnya licin masih nekat juga. Padahal tadi sudah ada larangan supaya gak manjat," timpal Ivi, gadis berambut pendek dengan mulut yang sedikit pedas ketika berbicara.

"Apa pun alasannya, pastinya itu akan menjadi masalah besar untuk sekolah kita. Bagaimana jika orang tuanya menuntut, secara kegiatan ini bisa dibilang aneh di antara sekolah-sekolah yang lain. Selain itu, ide ke air terjun juga awalnya tidak disetujui oleh sebagian guru. Della yang cerita ke aku," ucap Key sambil menatap temannya.

"Bener juga. Jadi, kita harus ngapain?" Kali ini Ife mengeluarkan suaranya.

"Gak ada. Kita bukan siapa-siapa dan suara kita gak ada pengaruhnya."

Setelahnya semuanya kembali terdiam. Mata mereka hanya fokus kepada murid yang sudah diangkat dan sedang dibaringkan di pinggir sungai. Mata yang awalnya melotot kini sudah tertutup. Teman dekatnya sudah menangis di samping gadis tersebut. Seolah tidak percaya dengan yang baru saja terjadi. Sementara sang guru sedang berunding yang entah akan mengeluarkan keputusan yang seperti apa.

"Kamu ke mana Del" tanya Cici ketika melihat ketua kelasnya sudah berdiri.

"Mau ganti baju. Tinggal di sini buat dadaku sesak," jawab Della kemudian melangkah.

Beberapa menit kemudian, Della sudah balik dengan pakaian yang kering. Penampilannya juga sudah mulai segar dan tatapan matanya sudah tidak kosong lagi. Tampaknya keterkejutannya sudah hilang. Saat sampai di tempat temannya berada, dia disambut oleh pemandangan yang tak mengenakkan. Ada beberapa guru yang beradu argumen dengan Bu Ajeng.

"Ada apa?" tanya Della entah kepada siapa.

"Bu Ajeng bersikeras ingin memberitahu orang tua gadis itu bahwa itu hanya kecelakaan biasa."

"Lah, kan memang hanya kecelakaan biasa."

"Ternyata gak. Itu bukan kecelakaan tetapi pembunuhan. Gadis itu yang namanya Rinda didorong oleh temannya sendiri. Tadi temannya baru saja ngaku, sebab Wakepsek mengancam akan melaporkan polisi. Kebetulan yang liat mereka naik ke sana sangat banyak. Jadi, ngakulah anak itu," jelas Bryan dengan singkat.

"Terus kenapa Bu Ajeng mau bilang itu hanya kecelakaan biasa. Maksudku, kenapa gak terus terang aja. Kalaupun mau dipidana pastinya gak lama atau gak bisa soalnya masih di bawah umur. Setidaknya lebih seperti itu daripada orang tuanya gak tau sama sekali dengan penyebab anaknya mati," jawab Della yang dibalas tatapan tak bersahabat dari temannya.

"Masalahnya anak yang mendorong itu anaknya Bu Ajeng. Jelaslah Bu Ajeng gak mau anaknya kena kasus. Lagian jika orang tua dia tau, otomatis sekolah ini akan disorot media. Kamu tau kan apa dampaknya ketika media sudah tau. Reputasi sekolah kita akan turun. Sampai sini paham dong Bu Ketua," ujar Ivi.

Della hanya diam saja dan memilih untuk duduk. Mulutnya keluh dan tidak tahu harus berkata apa. Kata yang keluar dari mulut Ivi benar adanya. Dampaknya akan dia rasakan jika reputasi sekolah menurun. Bisa-bisa itu akan menghalangi mimpinya untuk masuk di kampus impiannya.

Namun, di lain sisi dia tidak suka dengan cara Bu Ajeng bertindak. Gurunya itu sangat melindungi anaknya walaupun telah berbuat salah. Namun, bagaimana pun tidak banyak yang bisa membantah ucapan wanita tersebut. Selain karena jabatannya sebagai sekretaris sekolah, orang tuanya juga donatur utama di sekolah tersebut. Bisa dikatakan bahwa nasib buruk kebetulan sedang menimpa Rinda karena bertemu dengan anak Bu Ajeng.

~~~

Terus nantikan cerita selanjutnya ya guys. Abaikan typonya yang berserakan

Tonight Where stories live. Discover now