Chapter 8

31 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Lagi. Dipa tidak datang ke sekolah. Hampir satu Minggu, tapi anak itu tak kunjung sekolah juga. Dan yang lebih mengkhawatirkan, tidak ada keterangan apa pun terkait alasan Dipa tidak sekolah.

Ingin menengok ke rumahnya, tapi Cale ingat akan pesan, atau lebih tepatnya ancaman Raefal. Jika sampai abangnya tahu, sudah dipastikan mereka akan berangkat langsung ke Shanghai.

Cale tidak ingin itu. Jadi, pemuda itu tidak melakukan apa-apa. Hanya sesekali menghubungi Dipa, yang juga tidak mendapat balasan. Nomor Dipa tidak aktif. Padahal, dia sendiri yang memberikan nomor itu ketika pertama datang ke sekolah.

"Si Dipa nih makin lama kok makin ngelunjak ya. Dia belum ada seminggu masuk, tapi udah absen beberapa hari aja."

"Jadi, maksud lo Dipa bukan murid baik-baik gitu? Mentang-mentang dia nggak sekolah beberapa hari ini?" Ikbal tidak salah, tapi entah kenapa Cale kesal dengan ucapan pemuda di sampingnya ini.

Ikbal gelagapan, langsung menggelengkan kepala kuat-kuat. Dia langsung menangkup kedua tangan di hadapan Cale, berjongkok tepat di hadapan pemuda itu. "Maap. Gue nggak maksud. Lo jangan marah ya sama gue?"

Cale mengembuskan napas pelan. Detik berikutnya, senyum manis terpatri di bibir mungilnya. Membuat Ikbal dapat bernapas lega. Hampir saja membuat anak kucingnya merajuk.

Ikbal meraih kedua tangan Cale. "Lo nggak marah 'kan?"

Cale bergidik geli, langsung saja menarik kedua tangannya dari genggaman Ikbal. Bocah satu ini selalu saja begini. Bersikap menggelikan saat Cale akan merajuk. Seolah-olah benar-benar tidak ingin Cale meninggalkannya.

"Jangan pegang-pegang lagi!" Cale mengusap-usap kedua tangannya.

Sementara Ikbal hanya memberikan cengiran lebar. Tidak peduli jika Cale tak menyukainya. Karena bagi Ikbal, Cale itu seekor anak kucing yang harus selalu ia jaga. Jadi, jangan sampai pemuda imut ini hilang dari pandangan Ikbal.

Cale kembali memfokuskan pandangan ke lapangan basket outdoor. Tatapannya begitu fokus, sambil sesekali bersorak untuk abangnya, Madhava yang tengah asik bermain.

Sebenarnya Cale ingin ikut. Tapi hari ini cuaca cukup terik, membuatnya urung ikut. Takut kalau-kalau Raefal melihat, dan bisa saja menarik kedua telinganya karena bandel.

"Le, mereka ngapain?"

"Hah?" Cale beralih fokus, menatap apa yang Ikbal tunjuk.

Seorang gadis dengan hoodie hitam, dan topi hitam yang menutupi rambut kunciran kudanya, berada di pinggir lapangan. Seperti orang kesetanan. Beberapa gadis dan pria mencoba menarik-narik lengannya, sepertinya menghentikan si gadis yang hendak ke lapangan.

COLONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang