Chapter 17

21 3 0
                                    

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

.

PIRING melayang, menghantam lantai dengan tidak elitnya. Si pelaku menyeka cukup kasar bulir-bulir air yang, entah sudah kapan menggenang di pelupuk mata. Sudah kepalang emosi, tidak bisa lagi menerima apa yang baru saja terjadi.

Seharusnya dia sudah tahu hal ini sejak lama. Tapi mengapa dia baru menyadarinya sekarang? Dia bahkan hampir tidak percaya, jika selama ini apa ia tuduhkan benar-benar terjadi pada suaminya.

"KAMU TUDUH SAYA SELINGKUH?"

"IYA! AKU LIAT SENDIRI KAMU BERMAIN DENGAN WANITA LAIN DI KANTOR! TERUS, KAMU MASIH MAU MENGELAK?"

Tanpa pasangan suami-istri itu sadari, si putra tunggal menyaksikan. Tapi tidak ada pergerakan berarti yang dia berikan. Hanya menyaksikan dengan tampang datar. Sudah biasa. Pertikaian mereka sudah seperti makanan sehari-hari baginya.

Bahkan, sekarang dia sudah mendapat asumsi, jika Papa dan Mama akan berpisah. Mengingat, dia pun juga tahu bagaimana perilaku bejat papanya yang sering bermain dengan banyak wanita.

"Kenapa kamu melakukan ini, Mas? Apa salah aku, sehingga kamu berkhianat?"

Kini, bukan piring yang melayang, melainkan tamparan yang mendarat di pipi mulus wanita paruh baya itu. Ikbal mengepalkan kedua tangan, tidak bisa terima jika ibunya sampai mendapat perlakuan kasar seperti ini.

"CUKUP!" Ikbal akhirnya angkat bicara, kemudian melangkah dekat, menatap Papa dan mamanya dengan tampang datar namun tatapan menusuk.

Ikbal tidak peduli akan keterkejutan pasangan suami-istri itu. Dia hanya tidak terima Papa sampai bertindak kasar seperti ini dengan Mama. Ikbal laki-laki, ia tahu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik. Bukan dengan kekerasan seperti ini!

"Nggak seharusnya Papa bertindak kasar sama Mama!" seru Ikbal sedikit lantang.

Ikbal menggeram saat tahu Papa tidak memberikan tanggapan berarti, hanya menatap tanpa minat. "Papa bisa sakitin Ikbal, tapi jangan Mama!"

"Jangan ikut campur! Semua ini juga salah Mama kamu! Papa capek, Bal. Papa capek sama kelakuan Mama kamu yang setiap hari selalu boros uang. Dia bahkan tidak pernah memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri."

Ikbal tidak akan menentang dengan apa yang Papa katakan. Karena Mama memang seperti itu. Sering kali belanja, menghabiskan uang. Namun tak pernah sekalipun wanita itu menginjakkan kaki ke dapur. Atau bahkan belum pernah mengurus Papa, ketika pria paruh baya itu pulang bekerja.

"Tapi tetap aja, nggak seharusnya Papa sampai bermain fisik seperti ini!" seru Ikbal lantang.

"Kamu bela Mama kamu? Dia yang salah, Bal. BUKAN PAPA!"

COLONDonde viven las historias. Descúbrelo ahora