Chapter 18

24 3 0
                                    

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

.

CALE kalang kabut dan langsung beranjak dari bangsal. Tanpa peduli akan rasa sesak di dada, yang membuat tubuh kaku. Sulit untuk digerakkan, namun Cale tidak menyerah. Berusaha untuk melangkahkan kaki.

Hingga di luar ruang VIP, mendadak ada sosok tangan menahan tubuh Cale, yang nyaris terjatuh ke lantai. Ia perlahan menoleh dengan mata sembap, menatap Dipa tanpa mau bicara.

"Cale? Lo, di rumah sakit? Kenapa? Lo sakit apa?"

"Minggir!" Cale berusaha menyentak tangan Dipa.

Namun terasa sulit. Entah karena tubuhnya yang lemas dan kaku, atau ia memang sudah tidak punya tenaga lagi. Sekarang, Cale hanya ingin bertemu Ikbal. Pasti masih berada di jalan itu, mengingat berita yang belum ada limabelas menit ditayangkan.

Dipa tetap menahan tubuh lunglai Cale. "Kenapa? Ada apa? Lo mau ke mana?"

Bagaimana dengan keadaan Ikbal sekarang? Pikiran itu terus bergentayangan, sampai tanpa sadar membuat kepalan tangan Cale memukul rahang Dipa. Hingga pemuda itu akhirnya melepas Cale, dan begitu saja pemuda itu menyeret langkah dengan susah payah.

Cale berusaha menyeret langkah tanpa peduli bulir-bulir air yang sudah runtuh tanpa diminta. Bahkan teriakan Raefal di belakang hanya Cale anggap angin lalu. Sampai hampir tiba di luar gedung, ada sosok yang secara reflek menghentikan langkah Cale.

"Udah, Le. Dia udah nggak ada di sana. Jangan pergi, ya?"

Cale tetap memberontak, sekalipun ada tangan memeluk erat tubuhnya, membawa kepala Cale ke dada bidangnya. Ikbal membutuhkan Cale, ia tidak akan bangun sendiri jika Cale tidak ada.

Kebiasaan Ikbal saat jatuh, pasti akan bangun jika Cale datang membantu. Kini, pasti pemuda itu masih tergeletak di tengah jalan, menunggu kehadiran Cale. Tapi memberontak saja sudah tidak bisa. Rasanya tubuh Cale lemas, mati rasa menjadi campur aduk.

"Ikbal nggak mau bangun, Ka. Gue harus ke sana."

Naka mengangguk, namun tetap tidak melonggarkan tangan. Masih memberikan rasa hangat, yang secara perlahan menghentikan Cale. Akhirnya, pemuda itu berhenti memberontak.

Naka menghela napas lega. Dia hendak melepas pelukan, namun langsung tersadar akan tubuh Cale yang melemah, ambruk di pelukan Naka. Pemuda itu panik, menggoyang pelan tubuh Cale, berusaha membuat pemuda itu kembali membuka mata.

"Lo kenapa? LE, BANGUN!"

Tidak ada jawaban. Mata Cale terpejam rapat, tanpa mau peduli akan jantung Naka yang sudah berdegup tidak beraturan. Jangan kehilangan lagi. Ikbal sudah pergi dari Naka, dan sekarang apakah Tuhan juga akan mengambil sahabat terbaiknya lagi?

COLONDove le storie prendono vita. Scoprilo ora