CHAPTER 12

18 5 0
                                    

KRINGGG!!!

Zeya tersentak dalam tidurnya. Ia kemudian merubah posisinya menjadi terduduk. Setelah mematikan alarm, gadis itu termangu di ranjangnya.

"Fuck! Bisa-bisanya gue mimpi kaya gitu."

Ia memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Ternyata itu hanya mimpi. Mimpi yang terasa sangat nyata bagi Zeya. Sayangnya kejadian manis yang menimpanya itu hanyalah sebuah bunga tidur.

Zeya beranjak dari kasur, memutuskan untuk pergi mandi karena ia harus bersekolah.

Lima belas menit berlalu Zeya kini sudah rapi dengan seragamnya. Tanpa ingin berlama-lama Zeya segera menyambar tas nya kemudian melenggang pergi.

Seperti biasa, saat ia keluar dari unitnya ia langsung disuguhkan oleh pemandangan Jaziel yang berdiri sembari bersandar pada dinding. Cowok itu ternyata sudah kembali dari acara keluarganya.

Mereka pun berjalan beriringan menuju lift.

"Mau sarapan dulu gak?" tanya Jaziel setelah mereka memasuki lift.

"Boleh deh, ketempat bubur ayam deket sekolah, ya?"

"Okey."

Mereka pun segera keluar dari lift dan pergi menuju mobil Mazda3 Hatchback yang berwarna abu-abu milik Jaziel. Jaziel pun langsung melajukan mobilnya menuju tempat bubur ayam yang dimaksud oleh Zeya tadi.

Tak berselang lama mereka sudah sampai di tempat penjual bubur ayam. Jaziel turun terlebih dahulu untuk pergi memesan sementara Zeya pergi mencari tempat kosong.

"Bang, pesen dua, ya. Yang satu banyakin bawang goreng nya, terus satu lagi gak pake kacang," ujar Jaziel kepada penjual bubur ayam itu.

"Oke siap!"

Setelahnya Jaziel menghampiri Zeya yang tengah asyik dengan ponselnya, namun wajahnya sedikit masam.

"Kenapa? Badmood, ya?"

Zeya mengehela napasnya kemudian mengangguk singkat. Ia mulai menceritakan kejadian yang terjadi di dalam mimpinya kepada Jaziel. Jaziel hanya menyimak dengan sesekali mengangguk mengerti.

"Gue terlalu mikirin dia, gak sih? Makanya jadi kebawa mimpi, aishh, salah dia juga sih pake nembak gue mendadak," gerutu Zeya yang mana terlihat lucu dimata Jaziel.

Jaziel terkekeh geli membuat Zeya mendelik sebal. "Kok lo malah ketawa sih? Ngeselin banget!"

"Udah gak usah dipikirin, kan lo emang udah pacaran sama dia. Jadi, lo bisa wujudin itu di real life." kata Jaziel.

"Masalahnya dia itu masih gamon, gue yakin itu. Tau ah, gue pusing."

Jaziel mengurungkan niatnya yang ingin membalas perkataan Zeya saat bubur ayam mereka sudah sampai. Dia mengucapkan terimakasih kepada penjual bubur nya.

"Makan dulu biar semangat," ucap Jaziel kepada Zeya.

Zeya menarik mangkuk bubur itu lebih dekat, ia mulai menyatapnya perlahan tanpa di aduk tentunya. Namun, saat melihat Jaziel yang mengaduk-aduk bubur di mangkuknya membuat Zeya melongo.

"Lo tim bubur di aduk?"

Jaziel menoleh. "Gak usah kaget gitu, lo kan sering liat gue makan bubur di aduk."

"Ya tetep aja gue masih heran," gumam Zeya yang masih dapat didengar oleh Jaziel.

"Cepet abisin lima belas menit lagi gerbang ditutup!"

"Iyaa!"

***

Zeya menatap tak minat guru yang mengajar di depan. Mata pelajaran PPKn membuatnya ingin segera keluar dari kelas. Sangat jenuh mendengarkan guru berkacamata itu menjelaskan dengan panjang kali lebar kali tinggi. Terkadang yang dibahas melenceng jauh dengan materi.

Cewek itu memilih membuka ponselnya kemudian mengirim sebuah pesan kepada seseorang.

"ZEYA!"

Hampir saja Zeya menjatuhkan ponselnya karena terkejut. Ia lantas menoleh ke arah guru PPKn tersebut yang meneriaki namanya. Guru bernama Tika itu menyorot tajam Zeya.

"Siapa yang menyuruh kamu bermain ponsel di kelas?!" seru Bu Tika dengan berkacak pinggang.

Zeya menggaruk pelipis nya yang tak gatal. "Maaf Bu, tadi saya—"

"Alasan! Cepat keluar dan catat materi sejarah Pancasila, pulang sekolah harus sudah terkumpul di meja saya!"

Mau tak mau Zeya segera beranjak dari kelas. Bu Tika salah satu guru yang tak mengizinkan anak murid nya bermain ponsel di jam mata pelajarannya maka dari itu Zeya di usir dari kelas.

Zeya melirik ponselnya, pesan yang ia kirim belum terbaca sama sekali. "Revan kemana sih? Gak mungkin dia gak megang ponsel, kelas nya kan lagi jamkos," gerutunya di sepanjang koridor. Beruntung koridor kelas sebelas sepi.

Kini tujuan utama Zeya bukan lagi perpustakaan namun kantin sayap kanan. Ia yakin Revan pasti tengah berada di sana. Zeya mempercepat langkah kakinya agar segera sampai di kantin.

Dan benar saja, saat memasuki kantin ia langsung menemukan sosok Revan yang sedang bercengkrama dengan kedua temannya. Zeya tersenyum simpul kemudian memilih menghampiri meja yang di tempati oleh Revan.

"Halo, pacar!" sapa Zeya seraya mengalungkan lengannya ke leher Revan.

Kedua teman Revan jelas terkejut melihatnya.

"Kalian udah pacaran? Gokil juga lo, Van," ujar Dipta menatap Revan dan Zeya bergantian.

Alvin bertepuk tangan, "congrats bro. Akhirnya lo gak gamonin mantan lagi," imbuh Alvin antusias.

Zeya hanya tersenyum saja menanggapi mereka.

Sementara Revan langsung menarik tangan Zeya yang melingkar di lehernya. Cowok itu lalu menyuruh Zeya untuk duduk di kursi sebelahnya.

Kedua teman Revan yang tak ingin menjadi obat nyamuk pun memilih menyingkir dari sana.

"Tau gak sih, Van? Masa gue semalem mimpi-in lo, di dalem mimpi itu lo romantis banget," curhat Zeya.

Revan terkekeh, "really? But—" cowok itu mendekatkan bibirnya ke telinga Zeya. "nyatanya gak gitu. Buang jauh-jauh imajinasi lo tentang gue yang romantis, itu gak bakal terjadi." lanjut Revan setelahnya ia menjauhkan kembali wajahnya.

Zeya dibuat tertegun mendengar itu. Yah, realita nya memang begini. Jangan mengharap lebih tentang hubungan mereka berdua. Nyatanya, Zeya hanya akan menjadi bahan pelarian cowok itu. Zeya sendiri tidak tahu alasan Revan menjadikannya kekasih cowok itu. Dan Zeya tidak ingin tahu.

Biar saja hubungan mereka mengalir semestinya, walau ada kemungkinan Zeya akan merasakan rasa 'sakit' untuk kesekian kalinya.

"Yeah, i know. Tapi gak pa-pa kan kalo gue bersikap sebagai pacar? Ini juga pertama kalinya gue pacaran.." ucapan Zeya melirih di kalimat terakhirnya.

"Terserah, lo bisa bersikap kaya gimana. Satu hal yang harus lo inget, jangan ngarep lebih ke gue, karena gue gak sebaik yang lo pikirin."

Zeya tersenyum kecut, memang apa yang harus di harapkan dari sosok seperti Revan? Zeya kini mulai mengerti dengan perkataan Ana tempo hari, ya, ia akui Revan memang sebrengsek itu. Tidak! Zeya tidak menyesal karena telah bertemu dengan Revan, ia hanya kecewa dengan dirinya sendiri. Ya, hanya itu.

"Pulang sekolah gue tunggu di parkiran," ucap Revan sebelum beranjak pergi.

Zeya hanya menatap nanar punggung Revan yang kian menjauh dari pandangannya. Cewek itu menghela napas berat.

"Semangat, Zeya. Lo pasti bisa!"

****

Maafkeun aku yaa, kemarin itu cuma mimpi nya Zeya. Realitanya gak seindah itu hehe

Jangan kaget lagi, dadaaah~



Something About YouWhere stories live. Discover now