[45] Sensitif

3K 424 37
                                    

Sudah dua hari ini tidak ada sedikitpun makanan yang Bergas konsumsi. Setiap kali ada makanan yang Bergas coba telan berakhir dimuntahkan dan perutnya terasa nyeri dengan sensasi terbakar. Bukan hanya makanan, saat berusaha meminum air atau susu rasanya sama menyakitkan.

Tadi pagi saat selesai meneguk satu sendok susu, Bergas langsung muntah disertai dengan bercak darah. Tio dan Nadiya panik langsung memanggil dokter. Melihat kondisi Bergas saat itu dokter langsung melakukan tindakan endoskopi untuk mengetahui masalah pada lambung Bergas tentunya atas persetujuan Tio. Bergas langsung dibawa ke ruang tindakan tanpa berpuasa terlebih dahulu seperti yang biasanya dilakukan 6-8 jam sebelum tindakan. Karena tanpa berpuasa pun sejak dua hari yang lalu Bergas belum makan apapun.

Hasilnya menunjukkan ada perdarahan di lambung Bergas. Sejak awal masuk rumah sakit nafsu makan Bergas sudah buruk padahal ia memiliki riwayat maag, kondisi tersebut memicu tingginya produksi asam lambung. Sebenarnya tidak akan sampai separah sekarang jika Bergas mau makan walaupun sedikit, tapi Bergas sama sekali tidak mau. Produksi asam lambung yang berlebih tersebut menyebabkan peradangan dan kerusakan dinding lambung.

Faktor lain yang memperburuk kondisi Bergas adalah rendahnya kadar komponen darah Bergas, meskipun sudah mendapatkan beberapa kali transfusi. Trombosit sebagai salah satu komponen utama darah berperan penting dalam pembekuan darah. Ketika kasar trombosit dalam tubuh di bawah normal, maka seseorang akan mudah mengalami pendarahan dan pendarahan tersebut akan lebih sulit untuk berhenti.

"Kondisinya sekarang ga memungkinkan Bergas untuk makan dan minum obat. Nutrisinya ga akan terpenuhi hanya dari infus dan obat pun ga semuanya bisa diberikan lewat infus atau injeksi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan obat-obatannya, sementara akan diberikan melalui NGT dulu sampai kondisi lambungnya benar-benar pulih."

Dokter Arvin langsung menjelaskan kondisi Bergas pada Tio dan Nadiya begitu Bergas kembali ke ruang rawat dengan mata terpejam, masih dalam pengaruh bius. Tio dan Nadiya menghadapi dokter dengan berusaha tenang, walau sebenarnya panik saat melihat ada selang yang terpasang di salah satu lubang hidung Bergas.

"Hari ini juga akan dijadwalkan untuk transfusi ya, karena hasil lab darahnya masih kurang bagus. Soal ini nanti kita bicarakan di ruangan aku ya ..." Dokter Arvin tersenyum kemudian menepuk pelan pundak Tio dan Nadiya bersamaan. Peran dokter Arvin di sini cukup berat. Bukan hanya sebagai dokter tetapi juga keluarga. Om untuk Bergas, kembaran untuk Nadiya dan kakak ipar untuk Tio. Menjadi dokter adalah mimpi besar Arvin yang akhirnya terwujud dan Bergas ikut andil dalam Arvin berproses sampai menjadi seperti sekarang. Bagaimana tidak, dulu saat Bergas divonis sakit, Arvin masih seorang dokter umum yang sedang bimbang akan lanjut spesialis atau tidak. Namun begitu tahu keponakan satu-satunya itu sakit, Arvin mantap mengambil spesialis hematologi. Alasannya simpel, supaya bisa merawat dan mengobati Bergas. Prosesnya memang tidak mudah, tapi Arvin mati-matian untuk mencapainya. Sampai dia berada di titik ini, menjadi salah satu dokter spesialis terbaik di rumah sakit swasta terbaik di Jakarta.

"Makasih bang," ucap Tio saat Arvin berpamitan pergi.

Nadiya cuek, memilih mengelus dan menciumi kepala Bergas yang kini tubuhnya sedang dipasangi kabel-kabel elektroda oleh perawat. Tidak lupa manset tensimeter juga dililitkan pada lengan atas dan oxymeter yang dijepitkan pada jari telunjuk Bergas.

Monitor berbunyi langsung menampilkan tanda-tanda vital Bergas. Perawat perempuan bernama Julia itu tersenyum, "Bagus, cuma saturasinya masih belum normal. Jadi dibantu oksigen dulu ya."

Nadiya sedikit menjauhkan tubuhnya saat perawat memasangkan nasal kanul dengan hati-hati. Diatur sedemikian rupa karena salah satu lubang hidung Bergas kini terpasang selang NGT.

"Dua jam lagi saya akan ke sini lagi, ya bu. Sekarang Bergasnya biar istirahat dulu." Perawat Julia tersenyum pada Nadiya dan Tio.

Sebelum benar-benar pergi, perawat tersebut menyempatkan diri untuk mengusap kepala Bergas dan berkata, "Jagoannya Dokter Arvin ini, pasti cepet pulihnya."

Sa Bergas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang